HUKUM

LSAK: KPK Harus Minta BPK Audit Kemenkeu dan 3 Korporasi Besar di Kasus Pajak

MONITOR, Jakarta – Tindak pidana korupsi (TPK) dalam pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan tahun 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan 2 pejabat pajak, Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani, sebagai tersangka. Keduanya diduga menerima suap dengan menyetujui, memerintahkan, dan mengakomodir jumlah kewajiban pembayaran pajak yang disesuaikan dengan keinginan dari wajib pajak atau pihak yang mewakili wajib pajak.

Atas dugaaan tersebut, Ditjen pajak maupun Kemenkeu pernah berjanji akan melakukan pemeriksaan ulang terhadap PT Gunung Madu Plantations, PT Jhonlin Baratama, dan PT Panin Bank Tbk sebagai wajib pajak yang terlibat dalam kasus tersebut. Setidaknya sudah dua kali janji pemeriksaan ulang itu akan disampaikan. Namun sampai sekarang, belum juga ada penyampaian laporan tersebut.

“Padahal hal ini sangat penting agar kasus ini tidak berhenti di pidana suap semata dan harus diusut tuntas tentang adakah kerugian negara? berapa jumlah kerugian negara? atau sebaliknya?,” Kata Ketua Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK), Ahmad Aron Hariri dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (8/9/2021).

Menurut Aron, Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara yang utama untuk dipergunakan pada pembangunan negara. Akan sangat merugikan bangsa dan negara jika penerimaan pajak direkayasa untuk kepentingan dan keuntungan pihak tertentu.

“Apalagi tersangka lainnya di luar Direktorat Jenderal Pajak merupakan konsultan dan kuasa yang menjadi bagian dari perwakilan 3 korporasi besar. Pemeriksaan hitung ulang wajib pajak 3 korporasi itu harus segera dilakukan. Jika tidak ada laporan pemeriksaan hitung ulang, KPK harus lebih aktif meminta BPK mengaudit langsung Kemenkeu dan 3 korporasi tersebut,” ujarnya.

Aron mencatat dalam banyak kasus tentang pajak, kerugian negara akibat berkurangnya pembayaran pajak oleh wajib pajak korporasi, kurang mendapat perhatian serius. Maka di sisi lain, KPK juga harus lebih serius menangani kasus ini secara teliti.

“Ada peluang untuk menetapkan kasus ini menjadi kasus korupsi korporasi. Lewat pendekatan vicarious liability, unsur dalam pasal 1 UU 31/1999, sangat mungkin terpenuhi,” ungkapnya.

“Jadi, jangan sampai kasus seperti ini dianggap permainan tunggal para konsultan pajak. Ingat, komitmen KPK dalam penindakan korupsi bukan hanya soal kepastian hukum, tapi juga terkait kemanfaatannya. Yakni kerugian negara sebisa mungkin harus dikembalikan,” pungkasnya.

Recent Posts

Ada Ribuan Dapur Fiktif MBG, DPR Minta Pemenuhan Gizi Anak Tak Tertunda

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi menyoroti adanya 5.000 titik dapur Satuan…

48 detik yang lalu

Dana Bergulir LPDB Bangkitkan Optimisme Koperasi Desa Merah Putih Bangunharjo Bantul

MONITOR, Jakarta - Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) terus mempertegas komitmennya dalam mendukung tumbuhnya gerakan…

19 menit yang lalu

Zulkifli Hasan Dorong Gerakan Nasional Ayo Mondok untuk Perkuat Ekonomi Umat

MONITOR, Jakarta - Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan mendorong pondok pesantren untuk berkembang menjadi pusat…

1 jam yang lalu

Hak Anak Terancam, JPPI Minta Hentikan dan Evaluasi Menyeluruh Program MBG

MONITOR, Jakarta - Setidaknya ada dua kesepakatan bermasalah terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang…

2 jam yang lalu

Prof Rokhmin Tegaskan Kesejahteraan Nelayan Harus Jadi Indikator Kinerja Utama KKP

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri, menegaskan agar pendapatan dan kesejahteraan…

3 jam yang lalu

Menteri Maman: Pemberdayaan UMKM Hijau Wujudkan Ekosistem Usaha Berkelanjutan

MONITOR, Jakarta - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengapresiasi langkah yang…

5 jam yang lalu