Jumat, 22 November, 2024

Teknologi Sambung Pucuk Tingkatkan Produktivitas Tanaman Pala

MONITOR, Bogor – Tanaman pala merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia dan komoditas ekspor yang nilainya sangat besar. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pun terus mendorong pengembangan komoditas perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi tersebut, dan mendukung peningkatan daya saing pertanian termasuk sektor perkebunan di pasar global.

Sayangnya, produktivitas pala di Indonesia masih sangat rendah hanya sekitar 0,5 ton/hektare (ha). Padahal dari beberapa varietas yang telah dilepas Kementerian Pertanian (Kementan), pala memiliki potensi hasil 3,7 ton/ha.

Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Evi Savitri Iriani menerangkan, ada sembilan varietas unggul tanaman pala yang sudah dilepas oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementan melalui Balittro. Namun di lapang, varietas unggul yang digunakan masih sangat terbatas. Hal ini menjadi salah satu penyebab rendahnya produktivitas pala di Indonesia.

“Selain itu, umumnya benih yang digunakan berasal dari biji. Kita tahu bahwa tanaman pala ada yang jantan dan betina. Kalau kita tanam benih yang tidak diketahui jantan atau betina, pada saat masa produktifnya maka produktivitasnya turun karena ternyata yang lebih banyak kita tanam adalah yang jantan,” terang Evi saat membuka Bimbingan Teknis (Bimtek) Online Pengenalan Varietas dan Teknis Grafting Tanaman Pala pada Kamis (15/7/2021).

- Advertisement -

Senada, Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry dalam kesempatan yang berbeda mengatakan bahwa penyediaan benih pala yang telah diketahui jenis kelaminnya dari awal adalah salah satu langkah awal untuk mengembalikan kejayaan rempah Indonesia, karena produktivitas pala akan meningkat.

“Indonesia merupakan produsen pala terbesar di dunia. Salah satu kendala pada budidaya pala adalah belum ada teknologi yang mengidentifikasi jenis kelamin tanaman pada fase benih secara akurat.” ungkapnya.

Balittro mencoba menawarkan solusi dengan menyediakan benih yang berasal dari vegetatif, yang diantaranya dilakukan dengan teknologi grafting (sambung pucuk). “Keunggulan teknologi grafting diantaranya kita tahu dari awal bahwa tanamannya jantan atau betina, sehingga saat menanam bisa diatur. Misalnya untuk sekian tanaman betina, tanaman jantannya cukup satu saja untuk penyerbukan,” terangnya.

Keuntungan kedua, tambahnya, produktivitasnya lebih tinggi dan tanaman lebih cepat berbuah. Dengan teknologi grafting ini, kerapatan tanaman dalam satu hektare bisa ditingkatkan sehingga diharapkan pada akhirnya produktivitas secara umum akan meningkat.

Pada Bimtek tersebut, peneliti Balittro, Sri Wahyuni memaparkan bahwa belum banyak varietas tanaman pala yang dilepas di Indonesia, tidak seperti pada varietas pangan atau hortikultura. Ada delapan varietas dari kelompok Myristica fagrans yaitu varietas Ternate 1, Tobelo 1, Tidore 1, Banda, Makian, Nurpakuan Agribun, Tiangau Agribun, dan Patani. Serta 1 varietas dari kelompok Myristica argentea yaitu varietas Fakfak.

Untuk varietas dari kelompk M. Fagrans penyebarannya ada di seluruh Indonesia dengan produksi utama di Maluku, Sumatera, dan Sulawesi. Sementara dari kelompok M. argentea peredarannya banyak di Papua Barat.

Peneliti Balittro Agus Ruhnayat menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan produktivitas pala di Indonesia masih rendah. Diantaranya: budidaya pala yang masih seadanya, varietas yang asal-asalnya, serta komposisi tanaman pala jantan dan betina yang tidak ideal.

“Salah satu faktor pembatas dalam budidaya tanaman pala adalah ketersediaan bahan tanaman yang telah diketahui jenis kelaminnya, jantan, betina, dan hemaprodit. Kelamin dari pala baru bisa diketahui setelah fase generatif yaitu setelah berbunga, rata-rata setelah 6-8 tahun,” terangnya.

Menurut Agus, jika kita menanam 100 biji pala, umumnya akan tumbuh 55% tanaman betina, 40% jantan, dan 5% hemaprodit. Padahal tidak semua tanaman jantan diperlukan sehingga produksi per hektare rendah karena terlalu banyak jantan dan posisi jantan dan betina sangat berjauhan.

Masalah tersebut bisa dipecahkan dengan perbanyakan vegetatif melalui sambung pucuk untuk memperoleh tanaman unggul seperti induknya. Yang paling penting, tanaman pala sudah diketahui jenis kelaminnya sejak di pembenihan.

“Tujuan grafting secara umum agar tanaman sama unggulnya seperti induknya. Kalau kita menyambung atau me-grafting pala varietas unggul maka akan unggul seperti induknya. Kedua bisa cepat berbuah,” terang Agus.

Pada Bimtek tersebut, diperagakan langkah demi langkah grafting tanaman pala. Agus mengungkapkan bahwa perbanyakan tanaman pala secara vetetatif melalui sambung pucuk (epicoty grafting dan soft grafting) memiliki prospek untuk dikembangkan karena tingkat keberhasilannya relatif tinggi diatas 80%.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER