Ketua KPK, Firli Bahuri (Dok. Tribunnews)
MONITOR, Jakarta – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan pandang dulu dalam mengusut kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos).
“KPK bekerja dengan asas tugas pokok KPK dan semua dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, kita tidak pernah pandang bulu, itu prinsip kami,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Senin (15/2/2021).
Firli juga memastikan bahwa KPK akan mendalami setiap informasi yang berkembang dalam kasus tersebut yang nantinya dikonfirmasi kepada para saksi yang diperiksa.
“Nanti pada waktunya akan dibuka di persidangan. Namun, pada prinsipnya segala informasi yang berkembang dipastikan akan dikonfirmasi kepada para saksi,” ujarnya.
Oleh karena itu, Firli mengatakan, KPK akan terus bekerja termasuk memeriksa saksi yang diduga mengetahui rangkaian peristiwa sehingga menjadi lebih terang dugaan perbuatan para tersangka dalam kasus tersebut.
Selain itu, lanjut Firli, KPK juga tidak menutup kemungkinan menjerat pihak-pihak lain sebagai tersangka dalam kasus tersebut jika ada bukti dan juga saksi yang cukup.
“KPK sedang melakukan kegiatan pengumpulan barang bukti dan keterangan saksi untuk mengungkap terangnya perkara guna menemukan tersangka. Pada saatnya nanti pasti KPK akan menyampaikan-nya ke publik, berikan waktu kami untuk bekerja,” katanya.
Sekadar informasi, sebelumnya Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan agar jangan sampai ada oknum-oknum di internal KPK yang berupaya ingin melokalisir penanganan kasus suap pengadaan bansos tersebut.
ICW juga meminta kepada Dewan Pengawas KPK untuk mengawasi secara ketat penanganan kasus tersebut agar tidak ada upaya-upaya sistematis atau intervensi dari internal KPK yang berusaha menggagalkan kerja tim penyidik.
“Sebab, sampai saat ini KPK terlihat enggan untuk memanggil beberapa orang yang diduga memiliki pengetahuan terkait pengadaan bansos. Terutama oknum-oknum politisi yang selama ini santer diberitakan media,” ungkap Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
Dalam kasus tersebut, KPK total telah menetapkan lima tersangka, yaitu mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara, dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono serta dua orang dari pihak swasta Ardian Iskandar Maddanatja dan Harry Van Sidabukke.
Juliari diduga menerima suap senilai Rp17 miliar dari fee pengadaan bansos sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek.
Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos.
m Mengusut Kasus Suap Bansos
MONITOR, Jakarta – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan pandang dulu dalam mengusut kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos).
“KPK bekerja dengan asas tugas pokok KPK dan semua dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, kita tidak pernah pandang bulu, itu prinsip kami,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Senin (15/2/2021).
Firli juga memastikan bahwa KPK akan mendalami setiap informasi yang berkembang dalam kasus tersebut yang nantinya dikonfirmasi kepada para saksi yang diperiksa.
“Nanti pada waktunya akan dibuka di persidangan. Namun, pada prinsipnya segala informasi yang berkembang dipastikan akan dikonfirmasi kepada para saksi,” ujarnya.
Oleh karena itu, Firli mengatakan, KPK akan terus bekerja termasuk memeriksa saksi yang diduga mengetahui rangkaian peristiwa sehingga menjadi lebih terang dugaan perbuatan para tersangka dalam kasus tersebut.
Selain itu, lanjut Firli, KPK juga tidak menutup kemungkinan menjerat pihak-pihak lain sebagai tersangka dalam kasus tersebut jika ada bukti dan juga saksi yang cukup.
“KPK sedang melakukan kegiatan pengumpulan barang bukti dan keterangan saksi untuk mengungkap terangnya perkara guna menemukan tersangka. Pada saatnya nanti pasti KPK akan menyampaikan-nya ke publik, berikan waktu kami untuk bekerja,” katanya.
Sekadar informasi, sebelumnya Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan agar jangan sampai ada oknum-oknum di internal KPK yang berupaya ingin melokalisir penanganan kasus suap pengadaan bansos tersebut.
ICW juga meminta kepada Dewan Pengawas KPK untuk mengawasi secara ketat penanganan kasus tersebut agar tidak ada upaya-upaya sistematis atau intervensi dari internal KPK yang berusaha menggagalkan kerja tim penyidik.
“Sebab, sampai saat ini KPK terlihat enggan untuk memanggil beberapa orang yang diduga memiliki pengetahuan terkait pengadaan bansos. Terutama oknum-oknum politisi yang selama ini santer diberitakan media,” ungkap Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
Dalam kasus tersebut, KPK total telah menetapkan lima tersangka, yaitu mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara, dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono serta dua orang dari pihak swasta Ardian Iskandar Maddanatja dan Harry Van Sidabukke.
Juliari diduga menerima suap senilai Rp17 miliar dari fee pengadaan bansos sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek.
Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos.
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti kasus seorang ibu hamil yang ditolak…
MONITOR, Banten - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menegaskan bahwa tantangan…
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menerima hasil laporan uji kelayakan dan kepatutan…
MONITOR, Jakarta - Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Khamami Zada menyatakan Indonesia harus…
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan belasungkawa sekaligus keprihatinan mendalam atas kasus…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI, Prof. Rokhmin Dahuri, menyampaikan sejumlah catatan strategis…