Jumat, 26 April, 2024

Pakar: Indonesia harusnya jadi produsen industri bioteknologi kelautan terbesar dunia

MONITOR, Bogor – Pakar Kemaritiman yang juga Koordinator Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2019-2024 Bidang Riset dan Daya Saing, Prof Rokhmin Dahuri meminta jajaran kementerian kelautan dan perikanan (KKP) untuk mulai serius menggarap sub sektor bioteknologi kelautan sebagai potensi ekonomi maritim selain sub sektor lain seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya maupun industri pengolahan ikan.

Mengutip definiisi dari Lundin and Zilinskas (1995), menurut guru besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB tersebut bioteknologi kelautan adalah teknik penggunaan biota laut atau bagian dari biota laut (seperti sel atau enzim) untuk membuat atau memodifikasi produk, memperbaiki kualitas genetik atau fenotip tumbuhan dan hewan, dan mengembangkan (merekayasa) biota laut untuk keperluan tertentu, termasuk perbaikan lingkungan.

“Kementerian Kelautan dan Perikanan, Republik Korea tahun 2002 dalam Visi Kebijakan Kelautan Korea: Revolusi Biru untuk abad ke 21 menyebut Industri Bioteknologi Kelautan adalah adalah pasar yang besar, sekitar empat kali lipat ukurannya dari pasar industri IT,” ujar Rokhmin Dahuri disela-sela kegiatan “Forum Ekspose Program dan Kegiatan Mitra Itjen KKP Tahun 2020 dan 2021”  di Hotel Aston Sentul, Bogor, Kamis (22/10/2020).

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu menegaskan karena basis utama dari industri bioteknologi kelautan adalah keaneragaman hayati laut (marine biodiversity), maka Indonesia sebagai negara dengan potensi marine biodiversity terbesar di dunia harusnya menjadi produsen produk industri bioetknologi kelautan terbesar di dunia.

- Advertisement -

“Saya kira kita bersama-sama teman-teman di KKP harus berkolaborasi untuk mengembangkan (industri bioteknologi kelautan-red) ini,” terang Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.

Rokhmin Dahuri memaparkan sejumlah domain dari bioteknologi kelautan yakni meliputi Ekstraksi senyawa bioaktif (bioactive compounds/natural products) dari biota perairan untuk bahan baku bagi industri nutraseutikal (healthy food & beverages), farmasi, kosmetik, cat film, biofuel, dan beragam industri lainnya . Kemudian Genetic engineering untuk menghasilkan induk dan benih ikan, udang, kepiting, moluska, rumput laut, tanaman pangan, dan biota lainnya yang unggul serta Rekayasa genetik organisme mikro (bakteri) untuk bioremediasi lingkungan yang tercemar.

Adapun roadmap atau peta jalan pengembangan industri bioteknologi kelautan yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Rokhmin Dahuri membeberkan beberapa langkah diataranya adalah pertama, melakukan revitalisasi semua unit usaha industri bioteknologi perairan yang ada saat ini (existing).

Kedua, Pengembangan industri pakan (feed) berbasis microalgae. Ketiga, Pengembangan industri pangan fungsional (healthy food & beverages), farmasi, dan kosmetik berbasis macroalgae (rumput laut), microalgae, chitin and chitosan, dan sisik atau kulit ikan. Keempat, Pengembangan biofuel berbasis microalgae. Kelima, Genetic engineering untuk menghasilkan induk dan benih ikan, udang, kepiting, moluska, rumput laut, tanaman pangan, dan biota lainnya yang unggul. Keenam, Bioremedasi.

“Mengutip Kawaroe (2013) terdapat 13 spesies microalgae di perairan Indonesia mengandung lemak (senyawa hidrokarbon) yang potensial untuk biofuel. Empat spesies utama: Nannocholoropsis oculata (24%), Scenedesmus (22%), Chlorella (20%), dan Dunaliela salina (15%),” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER