Sabtu, 23 November, 2024

Mapolsek Ciracas Diserang, Pengamat: Stop Previlege Hukum bagi TNI

MONITOR, Jakarta – SETARA Institute mengutuk keras tindakan brutal sekelompok massa tak dikenal yang menyerang markas Polsek Ciracas Jakarta Timur pada Jumat, 28 Agustus 2020 malam. Ketua SETARA Institute Hendardi mengatakan perilaku mereka merupakan kebiadaban terhadap aparat keamanan negara dan warga sipil.

“Tindakan melawan hukum dan main hakim sendiri yang dipertontonkan, jelas mengganggu tertib sosial dalam negara demokrasi dan negara hukum. Mereka juga merusak dan mengancam keselamatan masyarakat, utamanya warga sipil,” kata Hendardi dalam keterangan persnya, Sabtu (29/8).

Dari kesaksian warga, diduga oknum yang terlibat dari unsur TNI. Jika hal ini benar, menurutnya peristiwa kekerasan yang diperagakan oleh sejumlah oknum TNI ini berulang karena disebabkan TNI terlalu lama menikmati keistimewaan dan kemewahan (previlege) hukum, sehingga anggota TNI tidak tunduk pada peradilan umum.

Ia menilai reformasi TNI juga tampak hanya bergerak di sebagian aras struktural tetapi tidak menyentuh dimensi kultural dan perilaku anggota. Kemandekan reformasi TNI, telah menjadikan anggota TNI immun dan terus merasa supreme menjadi warga negara kelas 1. Kebiadaban yang diperagakan pada 28/8 telah menggambarkan secara nyata kegagalan reformasi TNI.

- Advertisement -

Menurutnya, previlege dan immunitas yang sama juga akan terjadi ketika TNI melalui Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme jadi disahkan oleh Presiden Jokowi.

“Tidak bisa dibayangkan, atas nama memberantas terorisme, kebiadaban dan unprofessional conduct seperti diperagakan dalam peristiwa terbaru ini akan menjadi pemandangan rutin dan dianggap benar oleh peraturan perundang-undangan. Performa penanganan tindak pidana terorisme akan bergeser menjadi peragaan anarkisme kelompok yang dilegitimasi hukum tanpa mekanisme akuntabilitas yang adil,” ujarnya.

Menurutnya, tidak ada pilihan lain bagi aparat hukum untuk mengusut tuntas kekerasan dan kebiadaan 28/8 itu, termasuk kemungkinan meminta pertanggungjawaban oknum TNI jika terlibat.

“Presiden Jokowi dituntut untuk kembali mendorong gerbong reformasi TNI yang menunjukkan arus balik, termasuk membatalkan rencana pengesahan RPerpres Tugas TNI dalam Menangani Aksi Terorisme dan memprakarsai revisi UU 31/1997 tentang Peradilan Militer dengan agenda utama memastikan kesetaraan di muka hukum. Bagi anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum harus diadili di peradilan umum, sebagaimana umumnya anggota masyarakat lain,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER