MONITOR, Jakarta – Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Prof. Rokhmin Dahuri mengatakan bahwa pembangunan sektor kelautan dan perikanan khususnya pengembangan budidaya sektor kelautan atau marikultur harus berorientasi pada dua hal penting yaitu meningkatkan daya dukung (carrying capacity) lingkungan bumi dan menghasilkan pangan sebagai kebutuhan manusia yang terus meningkat seiring dengan jumlah populasinya dan tantangan perubahan iklim global.
“Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pembangunan sektor kelautan dan perikanan termasuk penggunaan teknologi haruslah ramah lingkungan (hemat sumber daya, tanpa limbah, rendah karbon, dan sedikit atau tidak ada kerusakan lingkungan),” katanya saat menjadi narasumber pada International Maritime Webinar Serie 5 “Adaptation of Technology for Best Practice in Sustainable Mariculture” yang disiarkan langsung melalui kanal youtube Kementerian Kemaritiman dan Investasi. Rabu (26/8/2020).
Menurut Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB tersebut, Indonesia dimana Sekitar 72% permukaan bumi dan 2/3 luas wilayah teritorialnya berupa perairan baik laut maupun perairan darat dengan keanekaragaman hayati-nya yang besar (biggest marine biodiversity) sebagai sumber pangan, bahan untuk pakaian, bahan farmasi, bahan untuk perumahan dan bangunan lain, bahan tambang dan mineral, serta jasa lingkungan lainnya yang dibutuhkan oleh manusia.
Rokhmin mebeberkan luas potensi budidaya laut (mariculture) Indonesia 24 juta hektar, dengan potensial produksi 46,7 juta ton per tahun, sementara realisasi produksi baru 0,7 juta ton. Artinya, masih ada peluang sekitar 46 juta ton yang belum dilirik. Begitu pula untuk pengembangan komoditas lain. “Ada 10 komoditas unggulan perikanan yang sangat potensial buat Indonesia, yaitu udang, kerapu, kakap, kepiting dan rajungan, rumput laut, kerang mutiara, bandeng, nila, patin, dan jambal daging putih,” ungkap koordinator penasehat Menteri kelautan dan perikanan bidang riset dan daya saing itu.
“Budidaya laut tidak hanya menghasilkan protein hewani (ikan, krustasea, dan moluska) tetapi juga bahan mentah untuk industri farmasi, perhiasan, bioenergi, pupuk, kertas, industri lain, dan bahkan tanaman pangan,” tambahnya.
Jika dikelola dengan baik, kata Rokhmin budidaya laut menguntungkan dan industri dan bisnis yang berkelanjutan. “Budidaya laut menghasilkan multiplier effect yang luar biasa (industri hulu dan hilir),” terangnya.
Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan sektor perikanan budidaya tersebut, Rokhmin Dahuri memberikan lima rekomendasi antara lain: Pertama, etiap unit atau pengembangan bisnis marikultur harus ditempatkan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang mengakui zona pengembangan, dan dalam bentuk rencana tata ruang dataran tinggi – pesisir – lepas pantai yang terintegrasi.
Kedua, tingkat pengembangan marikultur (wilayah perikanan budidaya, dan tingkat teknologi yang diterapkan) di setiap wilayah tidak boleh melebihi daya dukungnya.
Ketiga, kata Rokhmin, setiap unit bisnis akuakultur harus menerapkan: (1) skala ekonomi, (2) sistem manajemen rantai pasokan yang terintegrasi, (3) BAP (Best Aquaculture Practices) dan teknologi canggih (Industri 4.0) di setiap rantai sistem rantai pasokan, dan (4) prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Keempat, perlu revitalisasi (intensifikasi), diversifikasi, dan perluasan pengembangan marikultur dan Kelima teknologi yang digunakan dalam budidaya harus ramah lingkungan (hemat sumber daya, tidak ada limbah, rendah karbon, dan kurang atau tidak ada kerusakan pada lingkungan).
“Supaya produktif, efisien, berdaya saing, dan mensejahterakan secara berkelanjutan, semua usaha perikanan budidaya, baik melalui program revitalisasi, diversifikasi maupun ekstensifikasi harus memenuhi skala ekonominya,’ tandasnya.
Selain itu, lanjut Rokhmin Dahuri perlunya menerapkan Best Aquaculture Practices atau Cara-Cara Budidaya Terbaik meliputi: (1) penggunaan bibit dan benih unggul (SPF, SPR, fast growing, dan good taste); (2) penggunaan pakan berkualitas dan cara pemberian pakan yang tepat dan benar; (3) pengendalian hama dan penyakit; (4) manajemen kualitas air; (5) teknik perkolaman (pond engineering); (6) teknologi budidaya yang mutakhir dan tepat seperti teknik bioflock dan RAS; dan (7) biosecurity.
Kemudian, padat penebaran spesies budidaya tidak boleh melebihi daya dukung setiap kolam, tambak, Keramba Jaring Apung (KJA) atau wadah lainnya. Dan, intensitas (laju) pembangunan perikanan budidaya dalam suatu satuan wilayah (desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, atau satuan ekosistem seperti DAS) tidak melampaui daya dukung lingkungan wilayah tersebut. Dalam hal ini, intensitas pembangunan perikanan budidaya ditentukan oleh luas areal usaha budidaya dan padat penebaran.
“Kita juga harus menerapkan manajemen rantai pasok dan nilai secara terpadu, dari hulu (subsistem produksi), processing and packaging, distribusi, sampai ke pemasaran. Dengan demikian, pasokan sarana produksi dan pemasaran hasil panen dengan harga yang menguntungkan akan terjamin stabil, dan industri pengolahan hasil panen budidaya pun terjamin secara berkelanjutan,” pungkasnya.
MONITOR, Jakarta - Arsenal vs Manchester United merupakan laga pekan ke-14 Premier League 2024-2025. Pertandingan…
MONITOR, NTT - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto mendampingi Presiden Prabowo Subianto…
MONITOR, Jakarta - PT Pertamina (Persero) kembali menerima pembayaran dana kompensasi dari Pemerintah untuk penyaluran…
MONITOR, Bogor - Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar, hari ini, Rabu (4/12/2024), meresmikan operasional Gedung…
MONITOR, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bersama Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan peninjauan…
MONITOR, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo dan Wakil Menteri Pekerjaan Umum Diana Kusumastuti…