MONITOR, Jakarta – Pakar Kemaritiman yang juga Koordinator Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan bidang Riset dan Daya Saing, Prof. Rokhmin Dahuri mengatakan bahwa tanpa dukungan Nahdlatul Ulama (NU) sektor kelautan, kemaritiman, dan perikanan akan sulit maju di Indonesia. Untuk itu ia meminta warga nahdliyin untuk terjun lebih dalam di sektor tersebut.
“Kita tahu NU merupakan ormas mayoritas di Indonesia. Mayoritas masyarakat yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan di Indonesia warga nahdliyin,” katanya saat menjadi narasumber seminar online yang dilaksanakan oleh Badan Kemaritiman Nahdlatul Ulama (BKNU) Jawa Timur, Sabtu (15/8/2020).
Selain itu, menurut mantan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut fakta sejarah dibawah kepemimpinan presiden orang NU dalam hal ini KH Abdurrahman Wahid alias Gusdur kementerian kelautan dan perikanan terbentuk. “Tahun 1999 dibawah kepemimpinan presiden Gusdur sektor kelautan dan perikanan dipisahkan dari Kementerian Pertanian (Kementan). Ketika kami dari IPB merumuskan alasan-alasan kenapa sektor tersebut harus berdiri sendiri. Kenapa diterima? Karena alasan betapa raksasanya potensi ekonomi kelautan dan perikanan di Indonesia,” ungkapnya.
Sektor ekonomi kelautan dan perikanan menurut Rokhmin Dahuri kembali mendapat angin segar ketika presiden Jokowi mengusung visi Poros Maritim Dunia. Namun seiring berjalannya waktu khususnya pada lima tahun periode pertama, pembangunan ekonomi sektor kelautan dan perikanan justru seperti kehilangan arah dan orientasi.
Akhirnya, lanjut Rokhmin kontribusi sektor kelautan dan perikanan bagi pendapatan domestik bruto (PDB) nasional masih belum optimal. “Itulah kenapa saya juga bingung kenapa NU saat ini mendukung kebijakan yang hanya bakar, tenggelamkan, tidak boleh ini, tidak boleh itu. Kebijakan yang hanya demi pencitraan,” tandasnya.
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu menerangkan ekonomi kelautan (marine economy) merupakan kegiatan yang berlangsung di wilayah pesisir, dan lautan, kegiatan ekonomi di darat (lahan atas) yang menggunakan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan untuk menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan umat manusia.
“Kita negara maritim terbesar secara fisik, jadi ekonomi kelautan bukan hanya ikan, udang dan kekerangan tapi seluruh aktivitas kelautan. Kabar baiknya kita baru manfaatkan potensi kelautan itu baru sekitar 22 persen,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa potensi ekonomi sebelas sektor kelautan Indonesia mencapai 1,2 triliun dolar AS per tahun. “Jumlah ini merupakan tujuh kali lipat APBN 2015 (Rp 2.000 triliun = 170 miliar dolar AS) atau 1,2 produk domestik bruto (PDB) nasional saat ini,” ujarnya.
Pembangunan sektor kelautan dan perikanan lanjut Rokhmin mesti diarahkan untuk mencapai empat tujuan: (1) menghasilkan bahan pangan beserta segenap produk hilirnya yang berdaya saing untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun ekspor, (2) meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, (3) meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan, dan (4) memelihara daya dukung lingkungan dan kelestarian sumber daya hayati.
Rokhmin berharap NU berperan dalam mendorong sektor kelautan dan perikanan agar berdaya saing dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang ekslusif. “Saya teringat ketika Gusdur meminta saya memimpin kementerian kelautan dan perikanan untuk mendorong ekonomi maritim. Beliau bilang kenapa memilih saya bukan semata-mata ahli kemaritiman tapi karena saya anak nelayan tradisional. Nah, pesan beliau sejahterakanlah nelayan-nelayan itu,” ungkapnya.