Rabu, 24 April, 2024

Pembangunan Wilayah Pesisir dan Pulau Terdepan harus Berbasis RTRW dan Daya Dukung Lingkungan

MONITOR – Pakar Kemaritiman yang juga Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Rokhmin Dahuri menekankan pentingnya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Daya Dukung Lingkungan (DDL) sebagai strategi pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau terdepan di Indonesia.

“Strategi Pembangunan Wilayah Pesisir Untuk Kemajuan dan Kesejahteraan Secara Adil dan Berkelanjutan itu harus berbasis pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Pengelolaan Lingkungan yang meliputi daya dukung lingkungan, kontrol polusi dan konservasi. Itu menjadi syarat utama sebelum Pembangunan Ekonomi dan Kawasan Industri, infrastruktur dan konektifitas, pembangunan sumber daya manusia (SDM), dan kebijakan pemerintah terkait kebijakan politik ekonomi,” katanya saat menjadi narasumber webinar “Pembangunan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Terdepan sebagai Sabuk Ekonomi Maritim” yang dilaksanakan Ikatan Alumni Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (IAPWD-IPB). Kamis (18/6/2020).

Saat ini menurut Prof. Rokhmin terdapat tiga potret wilayah pesisir di Indonesia berdasarkan populasinya yaitu: Populasi rendah/tidak berpenghuni dan intensitas pembangunan rendah/tidak ada Pertumbuhan ekonomi rendah; “Pendapatan penduduk rendah, tetapi umumnya hidup damai; dan  Kualitas lingkungan dan sumber daya alam sangat baik. Contoh: sebagian besar KTI (Kawasan Timur Indonesia) dan sebagian KBI (seperti Pantai Barat Sumatera, Natuna, dan Anambas),” katanya.

Populasi tinggi (padat) dan intensitas pembangunan tinggi. “Pertumbuhan ekonomi tinggi, kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin tinggi, dan masyarakat pesisir setempat umumnya miskin; dan Kualitas lingkungan dan sumber daya alam buruk Contoh: Pantura Jawa, Batam, dan Makassar,” paparnya.

- Advertisement -

Populasi rendah dan intensitas pembangunan tinggi. “Pertumbuhan ekonomi tinggi, Ketimpangan kaya vs miskin tinggi, masyarakat lokal umumnya miskin; dan Kualitas lingkungan dan sumber daya alam sedang Contoh Timika dan Sumbawa Barat,” tandasnya.

Menurut koordinator penasehat Menteri kelautan dan perikanan 2019-2024 tersebut sesuai dengan RTRW dan DDL (Daya Dukung Lingkungan) nya, pulau-pulau kecil (PPK) terdepan yang tidak berpenduduk yang berjumlah 69 pulau di Indonesia sebaiknya dikembangkan untuk Kawasan Industri Manufaktur yang Ramah Lingkungan dan Sosial (seperti di Taiwan dan Hainan) kemudian Integrated Marine Tourism Industry (seperti Maldives dan Hawaii), atau pertambangan dan energi ramah lingkungan, dengan pola Kawasan Industri Khusus (KEK) dan a big pushintegrated development.

“Sementara sesuai dengan RTRW dan DDL nya, PPK Terdepan yang berpenduduk (42 pulau) sebaiknya dikembangkan untuk Industri Perikanan Terpadu berbasis perikanan tangkap dan perikanan budidaya, industri bioteknologi, dan pariwisata,” terang Rokhmin Dahuri.

Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu menegaskan jika investor yang masuk dalam pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terdepan harus yang credible, bonafide, dan baik dari daerah, nasional, maupun internasional. “Para investor berkewajiban membangun infrastruktur setempat terkait dengan industrinya,” ungkapnya.

“Infrastruktur dasar, konektivitas, dan mengusahakan agar produk dari segenap industri diatas masuk ke dalam Jaringan Rantai Pasok dan Nilai Global adalah tanggung jawab pemerintah,” tambahnya.

Sementara untuk perusahaan asing, Rokhmin menekankan agar mayoritas tenaga kerja (> 85%) harus dari Indonesia, dan pastikan ada alih tekonologi dan etos kerja. Pemerintah juga harus memastikan Iklim investasi dan kemudahan berbisnis harus kondusif dan atraktif serta Kebijakan politik-ekonomi yang kondusif.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER