MONITOR, Indramayu – Ditengah tantangan pandemi COVID-19 serta kondisi ketidakpastian dan kerentanan yang dihadapi oleh nelayan dan pekerja perikanan. Nelayan yang tergabung dalam Serikat Nelayan Indonesia (SNI) melakukan barter bahan pangan dengan Paguyuban Tani Tenajar, Indramayu pada Kamis (7/5/2020) sore di Desa Tenajar, Kecamatan Kertasemaya, Kab. Indramayu. Inisiatif barter bahan pangan tersebut merupakan gagasan dan aksi bersama melalui gerakan Lumbung Pangan Nelayan.
Barter bahan pangan tersebut dilakukan secara simbolik oleh Sekjen Serikat Nelayan Indonesia, Budi Laksana yang menyerahkan ikan olahan kepada Ketua Paguyuban Tani Tenajar, Aruzy yang menyerahkan beras. Dari masing-masing bahan pangan yang dibarter tersebut memiliki nilai jual yang berkesesuaian yang telah disepakati oleh kedua pihak, sehingga tidak merugikan salah satu pihak.
Menurut Sekjen Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Budi Laksana Lumbung Pangan Nelayan bertujuan untuk menggerakkan gotong-royong dalam rangka rakyat bantu rakyat dan untuk mencukupi kebutuhan pangan sehari-hari sesuai dengan aktivitas produksi yang diusahakan dan dikerjakan.
“Dalam praktiknya, Lumbung Pangan mendukung tetap beroperasinya kegiatan produksi kelompok nelayan, pekerja (laki-laki dan perempuan) perikanan, komunitas pesisir dan keluarga mereka, yaitu dengan menyerap dan mendistribusikan produk pangan olahan perikanan, barter bahan pangan (antar-nelayan, antara nelayan dengan petani dan antara nelayan dengan kelompok rentan lainnya) dan jual-beli bahan pangan,” katanya.
Ditambahkan Budi, Coronavirus Disease (COVID-19) yang menjangkiti Indonesia menciptakan ketidakpastian dan kerentanan secara sosial-ekonomi bagi sebagian kelompok masyarakat salah satunya yaitu kelompok nelayan, pekerja (laki-laki dan perempuan) perikanan, komunitas pesisir dan keluarga mereka.
“Ketidakpastian dan kerentanan itu muncul seiring dengan bahaya mematikan yang ditimbulkan dari COVID-19, dan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sejauh ini aktivitas berusaha dan bekerja dalam perekonomian sebagian terhenti atau dibatasi,” terangnya.
Bagi nelayan, pekerja perikanan dan keluarga mereka, pandemik COVID-19 berdampak pada harga ikan turun drastis, rantai pasok produksi dan distribusi terganggu dan sebagian pengolahan produk perikanan harus berhenti beroperasi. Selain kondisi nelayan dan pekerja perikanan tersebut, juga marak terjadi pemutusan hubungan kerja buruh perusahaan, sektor ekonomi informal terpukul parah bahkan nilai mata uang rupiah sempat anjlok terhadap mata uang USD.
Ketidakpastian dan kerentanan terutama pada kecukupan pangan dan kebutuhan dasar sehari-hari semakin nyata dan terasa bagi nelayan, pekerja perikanan dan keluarga mereka. Hal ini dikarenakan lambatnya respon pemerintah dalam menyusun strategi yang memadai dalam mengantasipasi dan meminimalisir dampak.
“Walaupun pemerintah telah merancang bantuan sosial dengan ragam skema untuk meminimalisir dampak sosial-ekonomi dari COVID-19 termasuk himbauan Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menyerap produk perikanan dan memasukkan dalam program perlindungan sosial di tingkat provinsi dan kabupaten. Namun yang seringkali terjadi adalah jauh panggang dari api,” ungkapnya.
Ketidakpastian dan kerentanan ini jika terus dibiarkan lanjut Budi maka akan berpotensi menyebabkan kemiskinan dan kerawanan pangan.
Saat ini, Budi memaparkan Lumbung Pangan Nelayan tersedia di empat desa di Jawa Barat yaitu (1) Desa Pabean Udik Kecamatan Indramayu Kabupaten Indramayu, (2) Desa Karangsong Kecamatan Indramayu Kabupaten Indramayu, (3) Desa Gebang Udik Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon, dan (4) Desa Kebang Kulon Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon.
Produk pangan yang diolah dari jenis ikan mencakup Teri Jengki, Abon Ikan Tongkol, Abon Rajungan, Gesek Layur, dan Kembung Asap. Bahan pangan ikan ini ditangkap dan diolah oleh nelayan dan keluarganya. Harapannya, Lumbung Pangan Nelayan dapat menggerakan sosial dan ekonomi nelayan di tingkal lokal secara berkelanjutan.
“Sebagai inisiasi gagasan dan aksi pada masa pandemic COVID-19, Lumbung Pangan Nelayan tidak semata-mata dilihat secara ekonomi, tapi perlu dimaknai pada konteks gerakan kolektif untuk berbagi dengan kelompok rentan. Gerakan kolektif terutama untuk menata kembali sosial-ekonomi lokal antar-nelayan dan antara nelayan dengan kelompok rentan lain dan untuk memberikan jaminan kesehatan melalui pangan lokal yang mencukupi,” paparnya.
Merujuk pada dampak sosial-ekonomi COVID-19 pada kelompok rentan seperti nelayan dan pekerja perikanan, dan inisiatif kolektif Lumbung Pangan Nelayan, Budi mengajak kepada semua pihak untuk ikut serta dan mendukung (1) aksi solidaritas yang diinisiasi oleh rakyat, (2) aksi solidaritas Lumbung Pangan Nelayan, dan (3) barter bahan pangan dan/atau jual-beli bahan pangan.
“Hal itu untuk mengutamakan kecukupan pangan termasuk gizinya di masa tak menentu seperti pandemic COVID-19” katanya.