Oleh : Abd. Hamid Rahayaan
(Penasehat Pribadi Ketua Umum PBNU)
Ada keinginan presiden Jokowi memberlakukan darurat sipil ditengah terjadinya pandemi penyakit viruscorono (Covid-19). Hal ini memunculkan pro dan kontra ditengah masyarakat. Namun, perlu disadari bahwa tanpa pemberlakukan darurat sipil pun, Indonesia saat ini sudah berada dalam keadaan darurat kesehatan, politik, ekonomi, dan keamanan.
Multikedaruratan ini ditandai dengan situasi dalam negeri yang sudah tidak kondusif lagi, dalam bidang kesehatan misalnya, pertumbuhan kasus Covid-19 yang meningkat dengan cepat setiap harinya telah membuat kepanikan masyarakat luar biasa. Hampir sebagian besar orang hari ini memilih berdiam diri di rumah untuk terhindar dari penularan ganasnya Covid-19
Situasi politik dalam negeri hari-hari ini juga ikut mengalami gejolak ditambah menurunnya kepercayaan publik terhadap kebijakan pemerintah dalam penanganan virus baru akhir tahun 2019. Jika situasi ini terus dibiarkan dan tidak tertangani dengan baik maka perlu diwaspadai potensi memicu krisis politik yang berujung pada jatuhnya rezim ini.
Di lain sisi, krisis ekonomi tak terhindarkan lagi. Melemahnya rupiah hingga pemutusan hubungan kerja buruh secara besar-besaran di berbagai perusahaan menjadikan kondisi ekonomi dalam negeri semakin sulit. Dampaknya cukup terasa terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
Hal lain yang ironis. Kebijakan pembebasan narapidana oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah memicu ketakutan masyarakat. Dimana, diberbagai daerah para narapidana mengulangi perbuatannya lagi dengan melakukan berbagai macam kejahatan kembali.
Tugas pemerintah adalah mencari jalan keluar terhadap permasalahan yang terjadi saat ini. Pemerintah dalam hal ini Presiden dan Wakil Presiden beserta seluruh jajaran kementerian harus bekerja keras dengan mengambil langkah-langkah strategis guna menanggulangi berbagai macam krisis akibat pandemi Covid-19.
Mengemuka pula, dalam situasi semacam ini, ada keraguan terhadap kemampuan para menteri di dalam memperbaiki kondisi bangsa dan negara yang sementara terpuruk akibat pandemi Covid-19.
Di lingkungan Kementerian Ekonomi misalnya, hanya Sri Mulyani yang memiliki kemampuan dan jaringan internasional yang luas, yang itu bisa memberikan kemudahan bagi pemerintah Indonesia dalam mendapatkan pinjaman dari bank dunia.
Sementara untuk para menteri lain di bidang ekonomi masih diragukan kemampuannya. Hal ini juga berlaku di lingkungan kementerian lainnya, dimana sebagian besar dari mereka tidak memiliki kemampuan dalam mengelola pemerintahan.
Sudah barang tentu jika, para menteri tidak memiliki kualitas dan kemampuan yang mumpuni dalam mengelola pemerintahan, sehingga rakyat yang akan dirugikan dari setiap kebijakan yang dikeluarkan.
Dalam kondisi negara yang sedang dilanda bencana seperti sekarang dibutuhkan kecerdasan dari para menteri dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi. Untuk itu, yang memiliki hak prerogatif dalam melakukan pergantian terhadap para menteri adalah presiden selaku atasannya.
Karena itu, saya meminta kepada Presiden Jokowi untuk melakukan penggantian terhadap para menteri yang tidak memiliki kemampuan, ini dilakukan demi perbaikan bangsa dan negara ditengah situasi dan kondisi negara yang tidak stabil seperti sekarang ini.