Pandemi Corona dan Manifestasi Relasi Kesalingan

0
719

Oleh: Agustini Nurur Rohmah

Sejak pertama kali ditemukan pada dua warga Depok, Jawa Barat pada awal Maret lalu, pemerintah telah dengan tegas menerapkan kebijakan social distancing (pembatasan sosial), yaitu dengan mengurangi mobilitas orang dari satu tempat ke tempat yang lain, menjaga jarak, dan mengurangi kerumunan orang yang membawa resiko besar kepada penyebaran coronavirus disease (Covid-19). Gerakan #dirumahaja juga terus digencarkan. Tidak hanya diimbau oleh pemerintah. Artis dan influencer (selebgram) pun ramai mengkampanyekan gerakan tersebut.

Kebijakan belajar dari rumah, Work From Home (bekerja dari rumah), dan beribadah dari rumah tidak henti-hentinya disosialisasikan. Imbauan ini dirasa cukup efektif untuk mengurangi tingkat penyebaran Covid-19. Megingat, transmisi coronavirus sangat mudah dan sulit untuk dihindari. Bahkan, sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan The New England Journal of Medicine, para ilmuwan menunjukkan jika udara dapat menyebarkan virus Corona. Meski demikian, resiko infeksinya masih terbilang cukup rendah dibanding dengan transmisi melalui tetesan cairan (lendir atau air liur).

Ada sebuah fakta menarik yang dapat kita ulik dari gerakan #dirumahaja. Biasanya yang banyak ditemui dalam konstruksi sosial kita adalah laki-laki sebagai superior atas segala aspek kehidupan. Sementara perempuan selalu dianggap sebagai inferior. Perempuan lebih banyak berperan dalam level domestik, baik sebagai istri atau ibu rumah tangga. Sedangkan ruang publik banyak didominasi oleh laki-laki. Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan juga sering dianggap sebagai “kerja sampingan”. Padahal partisipasi perempuan di ruang publik dalam berbagai sektor sudah meningkat, namun perempuan masih dibebani dengan pekerjaan domestik sehingga melahirkan “double burden” bagi perempuan.

#Dirumahaja  mampu mengubah stigma sosial di atas. Di mana peran perempuan yang notabene melakukan “kerja sampingan” dari rumah seperti jualan online dan sebagainya menjadi penopang ekonomi keluarga selama masa social distancing di tengah pandemic covid19.  Fenomena ini juga bisa dijadikan gerakan menuju gender mainstream serta meretas narasi ibuisme dan domestifikasi perempuan. Relasi kesalingan juga mempunyai potensi besar untuk dapat dimanifestasikan dalam kehidupan berkeluarga selama pembatasan sosial ini.

Sekilas tentang Relasi Kesalingan

Relasi kesalingan atau yang kemudian dikenal dengan istilah “mubadalah” dipopulerkan oleh Dr. Faqihuddin Abdul Qodir. Prinsip dasar dari konsep kesalingan adalah kesetaraan dalam melaksanakan peran-peran gender antara laki-laki dan perempuan baik di ranah publik maupun domestik. Tujuannya agar terwujud sebuah keadilan serta kemaslahatan bagi keduanya. Sehingga yang terjadi adalah relasi yang saling menopang, saling bekerjasama, dan saling membantu satu sama lain. Bukan relasi yang menimbulkan hegemoni dan melahirkan kedzaliman.

Mubadalah bukan merupakan konsep baru. Dalam teks otoritatif agama sudah menegaskan mengenai kesalingan antara laki-laki dan perempuan. Dapat kita lihat dalam al-Qur’an surat At-Taubah ayat 71:

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, adalah saling menolong satu kepada yang lain; dalam menyuruh kebaikan, melarang kejahatan, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, dan menaati Allah dan Rasulnya. Mereka akan dirahmati Allah. Sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Bijaksana.”

Konsep kesalingan ini juga memiliki kesamaan frekuensi dengan teori interdependensi yang ditawarkan oleh Stephen R. Covey dalam buku The 7 Habits of Highly Effective People. Teori ini menekankan pentingnya sebuah konsep kesalingan. Saling melengkapi, menolong, mengasihi dan sebagainya. Khususnya dalam kehidupan berkeluarga, antara suami dan istri.

#dirumahaja sebagai upaya Menifestasi Mubadalah

Menjadi hal yang sangat menarik jika konsep kesalingan atau mubadalah dapat dimanifestasikan dalam kehidupan berumah tangga. Di mana tidak semua beban dan tanggung jawab urusan rumah tangga dilimpahkan kepada istri. Akan tetapi, ada sinergiatas antara suami dan istri dalam mengerjakan segala urusan rumah tangga.

Masa social distancing ini mau tidak mau membuat suami lebih mempunyai banyak waktu dengan keluarga. Maka, seyogyanya dimanfaatkan untuk mengaktualisasikan konsep relasi kesalingan. Misalnya, suami siap siaga memandikan anak selagi istri menyiapkan sarapan. Suami akan ikut andil mencuci bekas piring-piring kotor ketika istri sedang membereskannya.

Begitu juga dalam hal mengasuh dan mendidik anak. Tanggung jawab membentuk karakter anak bukan sepenuhnya menjadi beban perempuan. Laki-laki juga seharusnya ikut serta di dalamnya. Kegiatan belajar dari rumah pasti dirasa lebih menyenangkan jika suami dan istri bekerja sama untuk membantu anak mengerjakan tugas.

Relasi kesalingan sesungguhnya mengajarkan kita untuk memanusiakan manusia. Sebagaimana dalam sebuah hadits dikatakan:

لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya sampai Ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang dicintainya.” (HR. Bukhori & Muslim)

Lagipula, bukankah dalam hidup ini mengandaikan sebuah relasi kesalingan adalah keniscayaan?

*Penulis adalah Ketua Kopri PKC PMII DKI Jakarta