MONITOR, Jakarta – Kementerian Pertanian RI melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan siap mengembangkan 10 ribu hektar padi kaya gizi atau padi biofortifikasi. Biofortifikasi pada padi dilakukan dengan perakitan varietas padi sehingga menghasilkan padi yang kaya gizi.
“Salah satu hasil biofortifikasi tersebut adalah padi varietas Inpari IR Nutri Zinc yang mengandung Zn sebanyak 29,54 ppm, lebih tinggi 7 ppm dibandingkan kandungan Zn dalam Ciherang,” kata Dr. Untung Susanto dari Balai Besar PADI.
Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan menyebutkan kegiatan tersebut akan dilaksanakan di memiliki kabupaten dengan prevalensi stunting tertinggi, demikian disampaikan Bambang Sugiharto (Direktur Serealia) dalam beberapa kesempatan. Sembilan provinsi tersebut adalah Riau, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, NTB, Gorontalo, Maluku dan Papua.
“Bahkan bila memungkinkan, kegiatan akan diperluas tidak hanya untuk 10 ribu hektar dan meningkat setiap tahunnya, sehingga pada tahun 2024 akan tertanam lebih dari 200 ribu hektar,” tambah Bambang.
Menurut Bambang, salah satu titik kritis dalam pengembangan padi biofortifikasi ini adalah ketersediaan benih sumber, terlebih hingga saat ini hanya ada satu varietas padi yang tersedia untuk mendukung penurunan angka stunting, yaitu varietas Inpari IR Nutri Zinc. “Menindaklanjuti hal tersebut kami lakukan workshop penyediaan dan pemanfaatan benih padi biofortifikasi. Maksudnya supaya dapat menghubungkan antara sumber benih, penangkaran benih dan wilayah pengembangan,” ujar Bambang.
Terkait penyediaan benih, Dina Kasubdit Padi Tadah Hujan dan Lahan Kering menyebut benih sumber di BB PADI telah didistribusikan ke beberapa produsen benih dan BPTP. “Nanti di bulan Maret dan April di Jawa Tengah telah siap masing-masing 35 ton benih Inpari IR Nutri Zinc yang dapat digunakan di lahan seluas 2.800 hektar, di Kalimantar Barat telah siap 9 ton untuk penanaman seluas 360 ha dan di Lombok Timur siap untuk di tanam di lahan seluas 100 ha. Secara keseluruhan, untuk penanaman 10 ribu hektar benih label biru akan siap untuk penanaman di bulan Juni – September 2020 dan disiapkan pula benih untuk tahun 2021,” lanjut Dina.
Dengan bantuan pemerintah berupa benih, pupuk dan pestisida, maka penanaman minimal 10 ribu hektar padi biofortifikasi untuk mengatasi stunting akan sukses terlaksana sehingga dihasilkan beras dengan kandungan Zn yang tinggi. Selanjutnya, Dina berharap beras yang dihasilkan harus dapat dikonsumsi oleh masyarakat di daerah stunting, melalui sinkronisasi dengan program bantuan kementerian lain.
Sebagai informasi Kerdil (stunting) pada anak mencerminkan kondisi gagal tumbuh pada anak Balita (Bawah 5 Tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis, sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi kronis ini, khususnya mineral seng (Zinc/Zn) terjadi sejak bayi dalam kandungan hingga usia dua tahun. Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya. Situasi ini jika tidak diatasi dapat mempengaruhi kinerja pembangunan Indonesia baik yang menyangkut pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan ketimpangan.