PERISTIWA

Kementan Jelaskan Ihwal Kematian Ribuan Babi di NTT

MONITOR, Jakarta – Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menjelaskan bahwa kasus kematian babi di Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah ditangani bersama oleh Tim yang terdiri dari Direktorat Kesehatan Hewan, Balai Besar Veteriner Denpasar, serta Dinas yang membidangi fungsi peternakan provinsi dan kabupaten.

“Pada tanggal 19 Februari 2020, Tim telah diturunkan ke 8 titik lokasi kejadian penyakit untuk melakukan investigasi wabah, pengambilan sampel, penyemprotan desinfektan, edukasi terkait penyakit babi dan penerapan biosekuriti,” ungkap Dirjen PKH, I Ketut Diarmita di Jakarta, 27/02/2020.

Ia menjelaskan bahwa sampai tanggal 27 Februari 2020, telah terjadi kematian babi sebanyak 2.825 ekor di 5 kabupaten/kota, dari total populasi babi NTT yang berjumlah 2.141.246 ekor.

Sebelumnya, Asisten II Setda Provinsi NTT, Samuel Rebo menyebutkan bahwa kasus kematian babi di NTT tersebut diakibatkan oleh African Swine Fever (ASF). Hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium Balai Veteriner Medan untuk sampel dari Kabupaten Belu.

Menanggapi hal tersebut, Ketut menyatakan bahwa NTT memang memiliki risiko tinggi untuk masuknya ASF. Hal ini mengingat NTT berbatasan langsung dengan Timor Leste yang sudah positif ASF sejak tahun lalu.

“Kita sudah antisipasi kejadian ini, petugas kesehatan hewan NTT dan karantina setempat kami latih pada bulan Desember 2019, agar siap menghadapi situasi seperti saat ini,” tambah Ketut.

Lanjut, Ia menjelaskan bahwa virus penyebab ASF sulit untuk dibendung, karena sifat virusnya yang tahan berbagai kondisi lingkungan bahkan pengolahan. Ketut mengingatkan saat ini cara paling efektif untuk mencegah masuk dan menyebarnya penyakit adalah pengawasan lalu lintas babi dan produknya serta penerapan biosekuriti yang ketat.

“Saya sudah meminta agar petugas dinas dan karantina memperketat lalu lintas hewan dan produk dari Timor Leste. Saat ini perhatian juga harus diberikan ke pengawasan lalu lintas dari kabupaten terdampak,” tegasnya.

Mengingat ASF belum ada vaksin dan obatnya, Ketut mengingatkan bahwa kegiatan utama yang harus terus dilakukan bersama adalah sosialisasi kewaspadaan penyakit ASF dan edukasi biosekuriti kepada peternak, disinfeksi kandang, penguburan ternak mati oleh petugas dan masyarakat, dan pengawasan lalu lintas ternak babi antar wilayah.

“Sebagai dukungan pengendalian, Kementerian Pertanian telah memberikan bantuan desinfektan sebanyak 300 liter, Alat Pelindung Diri 100 set, sprayer 30 unit, serta bahan sosialisasi banner dan poster. Untuk tahun ini kita akan tambahkan juga dana sebesar Rp. 1,5 milyar untuk pengendalian kasus ini” ucapnya.

Recent Posts

Daerah Mandiri Fiskal, DPR Apresiasi Pemkot Malang

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kota…

21 menit yang lalu

Gandeng Pelajar, KPI Harap Masyarakat Bijak dan Kritis di Era Informasi

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI, Oleh Sholeh, menegaskan bahwa media penyiaran memiliki…

3 jam yang lalu

Dari Nikah Fest sampai Ngaji Budaya, Kemenag Gelar Blissful Mawlid 2025

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) akan menggelar rangkaian kegiatan Blissful Mawlid 2025 pada 23…

5 jam yang lalu

Puji Pemikiran Geopolitik Pimpinan Muda TNI, DPR Tekankan Regenerasi dalam Diplomasi

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Junico Siahaan menyoroti pertanyaan yang disampaikan oleh…

7 jam yang lalu

Balita di Sukabumi Meninggal karena Cacingan, DPR Dorong Evaluasi Total Perlindungan Sosial dan Kesehatan

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher menyampaikan keprihatinan atas meninggalnya…

7 jam yang lalu

Menuju Industri Hijau, Kemenperin Kenalkan Inovasi Pemantauan Kualitas Air di AIGIS 2025

MONITOR, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmennya untuk mempercepat transisi menuju industri hijau yang…

9 jam yang lalu