SOSIAL

Seameo Recfon Tekankan Pentingnya Lindungi SDM Unggul dari Dampak Negatif Rokok

MONITOR, Jakarta – SEAMEO (Southeast Asian Ministers of Education Organization) RECFON
(Regional Centre for Food and Nutrition) merumuskan usulan kebijakan (policy brief) bertajuk “Percepatan Penanganan Stunting dengan Pemanfaatan Pajak dan Cukai Rokok dan Pembangunan SDM Unggul melalui Pengendalian Tembakau dan penerapan KTR di Lingkungan Sekolah.

Kajian tentang perlindungan optimal anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa dari dampak buruk merokok dilakukan untuk mendukung pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas SDM.

Sebagai bagian dari kajian perumusan policy brief, tim peneliti SEAMEO-RECFON telah melakukan wawancara dan focus group discussion (FGD) dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) yang terlibat dalam pengelolaan pajak rokok dan dana bagi hasil cukai rokok di Kota Bogor dan DKI Jakarta.

“Dana bagi hasil cukai rokok tersebut dinilai bermanfaat bagi sektor kesehatan di Bogor, namun kami menemukan pemanfaatannya lebih pada pembangunan infrastruktur kesehatan, bukan spesifik untuk program promotif preventif, “ jelas Grace Wangge, peneliti senior SEAMEO RECFON.

“Padahal, dalam hal melindungi anak-anak dari dampak negatif merokok upaya promotif mengenai bahaya rokok dan program pencegahan merokok pada anak-anak harus lebih menonjol”, ujar Grace.

Lebih lanjut, Grace menambahkan, “Pemerintah telah menetapkan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang mengatur alokasi pajak rokok agar sedikitnya 50% digunakan untuk mendanai pelayanan kesehatan. Dari peraturan ini, pajak rokok sebenarnya dapat dialokasikan untuk perbaikan gizi masyarakat.

Namun, diskusi dengan para stakeholders tidak menunjukkan adanya pemanfaatan cukai rokok untuk perbaikan gizi masyarakat, khususnya terkait program stunting. Dalam policy brief “Percepatan Penanganan Stunting dengan Pemanfaatan Pajak dan Cukai Rokok”, SEAMEO RECFON memberikan sejumlah rekomendasi spesifik terkait pemanfaatan dana bagi hasil (DBH) cukai hasil tembakau (CHT) untuk percepatan penanganan stunting.

SEAMEO RECFON merekomendasikan agar alokasi cukai rokok untuk percepatan penangangan stunting perlu dituangkan dalam rencana anggaran e- budgeting pemerintah daerah dan menjadi perhatian para pemangku kebijakan. Selain itu, monitoring dan evaluasi pemanfaatan cukai rokok dan dana bagi hasil cukai untuk program kesehatan perlu dilakukan secara rutin untuk mengetahui efisiensi penggunaan DBH CHT.

Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Lingkungan Sekolah Sementara, merujuk pada policy brief “Pembangunan SDM Unggul melalui Pengendalian Tembakau dan penerapan KTR di Lingkungan Sekolah”, disebutkan, 10-19% anak usia di bawah 10 tahun sudah pernah mengonsumsi rokok dalam beragam varian bentuknya.

Sementara, pada anak usia 12-15 tahun, prevalensinya mencapai 18- 47%. Di antara perokok yang memulai konsumsi tembakau di usia dini, 43,4% di antaranya memulai pada usia 12-13 tahun atau saat anak berada pada level pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Di sini terlihat, lingkungan sekolah menjadi bagian penting dari upaya perlindungan anak terhadap dampak negatif tembakau. Sekolah atau tempat proses belajar dan mengajar dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok (KTR) dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 tahun 2012. PP ini kemudian diperkuat dalam peraturan Menteri pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 64 tahun 2015 tentang KTR di Sekolah.

Berdasarkan kajian terkait penerapan KTR di lingkungan sekolah, SEAMEO RECFON merekomendasikan agar materi mengenai bahaya tembakau dan rokok bagi kesehatan dan gizi diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan anak sekolah, seawal mungkin, minimal mulai pada level sekolah menengah pertama (SMP). Selain itu, upaya ini perlu didukung monitoring dari pemerintah setempat dalam bentuk institusionalisasi pengawasan kawasan tanpa rokok sekolah sebagai salah satu indikator kinerja aparatur pemerintah daerah.

Muchtaruddin Mansyur, Direktur SEAMEO RECFON menerangkan bahwa kebiasaan orangtua merokok di rumah juga mendorong anak untuk merokok setiap hari.

Muchtaruddin menambahkan, perilaku merokok dalam keluarga terbukti memengaruhi kesehatan dan status gizi anak, tidak hanya pada anak usia sekolahnamun juga Balita. SEAMEO RECFON juga mendorong adanya upaya perbaikan gizi anak sekolah, terutama di daerah yang mempunyai angka prevalensi keluarga dengan perokok yang tinggi.

Selain itu, SEAMEO RECFON juga mendorong pemerintah membuat kebijakan mengenai pendidikan orangtua (parenting) mengenai akibat rokok bagi kesehatan dan kesejahteraan anak.

Recent Posts

Masjidil Haram Padat, Petugas Beri Beberapa Tips Agar Jemaah Aman!

MONITOR, Jakarta - Suasana Masjidil Haram semakin padat. Seringkali jemaah berdesakan hingga terpisah rombongan. Ada…

4 jam yang lalu

Forum BRICS, Menperin RI dan Wapres Brasil Perkuat Kerja Sama Sektor Industri

MONITOR, Jakarta - Kementerian Perindustrian terus mendorong penguatan kerja sama industri dengan negara mitra strategis,…

11 jam yang lalu

PPIH Pastikan Layanan Jemaah Aman dan Nyaman di Masjidil Haram

MONITOR, Jakarta - Menjelang puncak haji, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi memperkuat kesiapsiagaan…

12 jam yang lalu

Sesmen UMKM: Kolaborasi Pemerintah dengan Lembaga Pembiayaan Dukung UMKM Perempuan Maju

MONITOR, Jakarta - Sekretaris Kementerian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), Arif Rahman Hakim, menekankan…

14 jam yang lalu

Kunjungi Smart Vertical Farming Beijing, Komisi IV DPR Pelajari Teknologi Pertanian Vertikal

MONITOR - Prof. Rokhmin Dahuri bersama 15 anggota Komisi IV DPR RI yang di pimpin…

14 jam yang lalu

Soroti Kasus Pemerasan Oknum Kadin, DPR: Industri Rakyat Juga Sering Kena Palak Jatah Preman!

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI, Yoyok Riyo Sudibyo meyoroti kasus dugaan pemaksaan…

15 jam yang lalu