HUKUM

Ketua KPK Firli Bahuri Ungkap Alasan Penghentian 36 Kasus Korupsi

MONITOR, Jakarta – Ketua KPK Firli Bahuri beralasan bahwa penghentian puluhan perkara korupsi ditingkat penyelidikan sebagai upaya memberikan kepastian hukum.

Seperti diketahui, KPK setidaknya telah menghentikan sekitar 36 perkara penyelidikan, baik kasus dugaan tindak pidana korupsi kepala daerah, BUMN, hingga DPR/DPRD.

“Tujuan hukum harus terwujud, kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Tidak boleh suatu perkara digantung-gantung untuk menakut nakuti pencari kepastian hukum dan keadilan,” kata Filri kepada wartawan, Jumat (21/2).

Tidak hanya itu, Firli juga mengatakan bahwa penghentian perkara di tahap penyelidikan sebagai upaya mengantisipasi potensi adanya oknum yang melakukan tindak pemerasan.

“Kalau bukan tindak pidana, masa iya tidak dihentikan. Justr, kalau tidak dihentikan maka bisa disalahgunakan untuk pemerasan, dan kepentingan lainnya,” pungkas pria berpangkat Irjen Polisi ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri menyebutkan bahwa sepanjang lima tahun terakhir atau sejak 2016, kata Ali, KPK pernah menghentikan penyelidikan sebanyak total 162 kasus.

“Penghentian tersebut tentu dilakukan dengan sangat hati-hati dan bertanggung jawab,” katanya.

Ali juga memaparkan, dalam menghentikan sebuah penyelidikan, KPK mempertimbangkan sejumlah hal. Beberapa di antaranya, proses penyelidikan yang berlangsung lama.

Bahkan, terdapat suatu kasus yang diselidiki sejak 2011 atau sembilan tahun lalu. Selain itu, penghentian suatu penyelidikan dilakukan lantaran tidak terpenuhi syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan, seperti tidak ditemukannya bukti permulaan yang cukup atau bukan tindak pidana korupsi.

Selain itu, kata Ali, Pasal 40 UU KPK No 30 Tahun 2002 melarang KPK menghentikan penyidikan dan penuntutan. Untuk itu, di tahap penyelidikan KPK wajib memastikan seluruh kasus yang naik ke penyidikan memiliki bukti yang kuat. Sehingga sudah sepatutnya proses penghentian sebuah perkara dilakukan di tahap penyelidikan.

Hal ini juga menjadi dasar bagi KPK setelah berlakunya UU Nomor 19 tahun 2019. Meski UU yang baru itu membuka ruang secara terbatas bagi KPK untuk menghentikan perkara di tingkat penyidikan dan penuntutan, Ali menyatakan Lembaga Antikorupsi tetap wajib menangani perkara secara hati-hati. Hal ini lantaran Pasal 40 UU No 19/2019 menyatakan penghentian penyidikan dapat dilakukan jika belum selesai dalam jangka waktu dua tahun.

Recent Posts

PPIH Beri Tips Anti Nyasar Gunakan Bus Shalawat Selama di Makkah

MONITOR, Jakarta - Pemerintah Indonesia menyediakan fasilitas bus shalawat yang beroperasi 24 jam untuk mengantar…

46 menit yang lalu

Waisak 2025, Menag Ajak Umat Buddha Teladani Siddhartha Gautama

MONITOR, Jakarta - Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar mengajak umat Buddha untuk meneladani laku spiritual…

2 jam yang lalu

Kemenag Lepas Keberangkatan Kloter Perdana Jemaah Haji Khusus 1446 H

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) melepas keberangkatan kelompok terbang (kloter) perdana jemaah haji khusus…

2 jam yang lalu

Foskam Hadiahi 1 Unit Rumah dan Uang Tunai Rp.200 Juta untuk Warga Gaza melalui DQWS

MONITOR, Tangerang - Forum Silaturahmi & Komunikasi Antar Masjid-Mushalla (FOSKAM) se-Tangerang Raya “menghadiahi” 1 unit…

4 jam yang lalu

Buka Posko Pengaduan, Komnas Haji beberkan Laporan Permasalahan Penyelenggaraan Haji 2025

MONITOR, Tangerang Selatan - Komnas Haji kembali membuka posko penyelenggaraan ibadah haji untuk pelaksanaan tahun…

6 jam yang lalu

BUMD Tekor, DPR dan Pemerintah Siapkan Badan Regulator Usaha Milik Daerah

MONITOR, Jakarta - Penataan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) mendesak untuk segera dilakukan. Penataan ini diharapkan…

6 jam yang lalu