Jumat, 26 April, 2024

Baleg DPR Prioritaskan UU yang Berdampak Pada Pertumbuhan Ekonomi

MONITOR, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Abdul Wahid menegaskan bahwa prioritas Baleg periode 2019-2024 yang terpenting harus dilihat dari skala kepentingan negara, baik kepentingan terhadap pertumbuhan ekonomi maupun kepentingan dalam rangka melindungi rakyat Indonesia secara luas.

“Itulah yang paling penting yang menjadi skala prioritas, karena negara kita tidak mungkin maju, kalau tidak ada pertumbuhan atau pertumbuhannya tidak maxsimal, karena negara-negara maju itu identik dengan pertumbuhannya, kecuali mereka memang sudah stagnan apalagi kita negara berkembang ini, maka harus didorong.

Sehingga Undang-Undang yang lahir itu harus mampu menciptakan pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakat, itu yang paling penting,” kata Wahid dalam acara Forum Legislasi bertajuk ‘Baleg Baru, RUU Apa Jadi Prioritas?’, di Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (5/11).

Oleh karena itu, sambung dia, Baleg sudah mengusulkan ke komisi untuk mengusulkan beberapa undang-undang inisiatif dari komisi termasuk sejumlah undang-undang yang akan lahir dari pemerintah, seperti undang-undang komulatif, namun yang paling penting saat ini adalah mengenai UU tentang Minerba.

- Advertisement -

“Komisi VII itu masih merens undang-undang tentang undang-undang Minerba, karena memang ini berkaitan dengan pendapatan kita, yang juga berkaitan dengan lingkungan hidup, sudah itu undang-undang tentang energi baru dan terbarukan, sudah itu undang-undang tentang Migas, ini yang paling,” sebut politikus PKB itu.

“Sebenarnya saya ingin menambahkan kalau Baleg nanti punya usulan untuk undang-undang ini adalah tentang bagi hasil CPO, karena saya ini dari Riau mewakili masyarakat Riau-lah umpamanya, ini paling penting karena apa?, karena menurut saya undang-undang ini, di mana Riau sebagai penghasil Migas terbesar, tapi hari ini Liftingnya turun, apalagi Cevron sudah tidak lagi melakukan alih teknologinya untuk injeksi pendapatan Lifting yang ditargetkan 200 barel, kenyataannya menjadi 100.000 sekian barel saja, yang bisa dicapai oleh Cevron,” paparnya.

Yang tentu saja, imbuh dia, suka tidak suka akan berakibat terhadap pertumbuhan ekonomi Riau, lantaran pendapatan akan semakin kecil, maka itu ada beberapa daerah, kata dia, untuk mengusulkan UU mengenai hasil perkebunan, CPO termasuk mengenai sumbangan CPO yang akan berpengaruh pada kerusakan infrastruktur dan kesehatan masyarakat Raiu nantinya.

“Yang mana kita tahu bahwa, di Riau setiap tahun, Sumatera di tiap tahun itu adalah kebakaran hutan dan lahan, itu diakibatkan oleh dibukanya lahan baru untuk perkebunan, sementara sumbangan itu tidak pernah mengalir ke daerah daerah hanya dapat PBB dan itu sangat kecil, hanya untuk pedesaan dan perkoataan saja.”

“Tetapi, untuk perkebunan tidak ada, ini dituntut oleh masyarakat dan pemerintah bagaimana ini juga dibagi hasilkan, ini menjadi penting menurut saya termasuk kawasan ini adalah Sumatera dan Kalimantan yang menjadi titik fokus kita,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER