MONITOR, Jakarta – Ninoy Karundeng, namanya ramai diberitakan setelah ia menceritakan peristiwa penculikan dan penganiayaan yang dialaminya pada 30 September-1 Oktober 2019.
Bermula ketika ia sedang memburu massa yang terlibat bentrokan dengan aparat keamanan di antara demonstrasi mahasiswa dan pelajar menolak sejumlah RUU bermasalah di DPR RI.
Ninoy pun mengisahkan ketika ia disergap di sekitar Wisma BNI Pejompongan, Jakarta Pusat Ketika itu sejumlah ruas jalan sudah ditutup polisi dan dia sedang mengikuti sebagian massa yang menghindar dari gas air mata polisi menuju Masjid Al Falah.
“Di situlah saya mengambil foto, terus saya diperiksa, begitu dia tahu bahwa saya adalah Relawan Jokowi, langsung saya dipukul dan diseret ke dalam masjid,” ujar Ninoy saat di kantor Sub Direktorat Reserse Mobil Polda Metro Jaya.
Di dalam masjid, Ninoy mengaku diinterogasi tentang asalnya, tujuannya datang ke lokasi dan lain-lain. Dia mengaku sudah menjawab pertanyaan namun tetap dipukuli massa. Ninoy memohon dilepaskan tapi ditolak.
“Terus ada seorang yang dipanggil Habib memberi ultimatum bahwa waktu saya pendek karena kepala saya akan dibelah dengan kapak,” ujar Ninoy dengan luka lebam di mata kirinya.
Ninoy akhirnya baru dibebaskan keesokan harinya, menjelang siang. Seorang mengaku petugas medis dan sejak awal terlibat dalam interogasi menyewa mobil lewat aplikasi Go Box untuk mengirim Ninoy ke rumahnya.
Juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Prabowo Argo Yuwono, mengatakan sebanyak delapan orang telah ditangkap terkait peristiwa penyekapan dan penganiayaan terhadap Ninoy Karundeng tersebut. Dua diantaranya, RF dan S, berasal dari satu ormas.