BERITA

Buku Karyanya Dibedah, Sekjen Kemendes: Kebijakan Publik Harus Lahir Karena Kepentingan Bersama

MONITOR, Jakarta – Center for Indonesian Policy Analysis (CIPA) bersama Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi LAN (STIA LAN) melakukan Bedah Buku Analisis Kebijakan Publik Neo Institusionalisme ‘Teori dan Praktik’ di Kampus STIA LAN, Jakarta, Selasa (13/8).

Buku tersebut adalah karya dari Anwar Sanusi yang merupakan Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dan Fadillah Putra yang merupakan Wakil Direktur Pascasarjana Universitas Brawijaya.

Anwar Sanusi mengatakan, tidak sedikit kebijakan yang menelan biaya cukup mahal dalam proses pembuatan buku tersebut. Justru tidak bisa dilaksanakan saat diimplementasikan ke publik. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh landasan kebijakan yang tidak bertumpu pada fakta di lapangan, namun hanya bertumpu pada asumsi.

“Banyak kebijakan publik yang baru dilahirkan, di hari berikutnya dianulir atau segera diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Selanjutnya juga terjadi keterasingan dari kebijakan yang ada. Kebijakan harus jadi respon efektif pemerintah untuk mengatasi persoalan kepublikan,” ujarnya saat menjadi keynote speaker.

Menurutnya, buku tersebut adalah respon dari problematika kebijakan publik saat ini. Ia berharap, buku tersebut dapat menjadi salah satu referensi bagi pencipta kajian analis kebijakan untuk dapat membuat kebijakan yang lebih baik.

“Kebijakan publik harus lahir karena kepentingan bersama,” ujarnya.

Di sisi lain, Guru Besar Universitas Indonesia, Eko Prasojo mengatakan, buku tersebut membahas perspektif dan menceritakan bagaimana seharusnya seorang analis kebijakan melihat sebuah persoalan publik.

Menurutnya, buku tersebut tak hanya mengajak seorang analis kebijakan untuk mempertimbangkan faktor aktor yang terlibat dan institusi dalam proses pembuatan kebijakan, namun juga mempertimbangkan impact dari kebijakan publik.

“Saya mempelajari perspektif yang ditawarkan justru memperdalam impact dari hasil sebuah kebijakan. Jadi tidak perlu ragu bahwa kalau kita memperkuat perspektif lalu akan mengurangi kemampuan kita dalam mendefinisikan instrumen kebijakan. Justru jika mendalami perspektif ini, maka kita justru akan memilih instrumentasi kebijakan yang lebih pas,” ujarnya.

Recent Posts

Reyhan Ahmad, Hafiz Indonesia Juara 2 MHQ Disabilitas Netra Internasional 2025 Cabang Hafalan 20 Juz

MONITOR, Tangerang - Hafiz asal Indonesia, Reyhan Ahmad Maulana, meraih Juara 2 cabang Hafalan 20…

24 menit yang lalu

Kemenag Harap MHQ Disabilitas Netra Internasional Jadi Ajang Rutin

MONITOR, Tangerang - Penyelenggaraan Musabaqah Hifdzil Qur’an (MHQ) Disabilitas Netra Internasional 2025 baru saja rampung.…

32 menit yang lalu

Kemenperin Pacu Kompetensi SDM Industri Berbasis Digital

MONITOR, Jakarta - Kementerian Perindustrian terus menegaskan komitmennya dalam mengakselerasi transformasi digital sektor manufaktur nasional…

1 jam yang lalu

DPR Desak Penetapan Status Bencana Nasional Sumatera: Apa Lagi yang Ditunggu?

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Irine Yusiana Roba Putri menyoroti lambannya respons…

3 jam yang lalu

Fahri Hamzah Sampaikan Duka Cita Mendalam Atas Peristiwa Bencana Sumatera

MONITOR, Jakarta - Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Wamen PKP) RI sekaligus Wakil Ketua…

13 jam yang lalu

Puncak HGN 2025: Doa Guru, Ekoteologi, Kedermawanan dan Kolaborasi Nasional

MONITOR, Jakarta - Peringatan Puncak Hari Guru Nasional (HGN) 2025 yang dikemas dalam “Doa Guru…

15 jam yang lalu