Kamis, 28 Maret, 2024

Bamsoet: Memacu Pertumbuhan Ekonomi Tak Cukup Andalkan Sektor Publik

MONITOR, Jakarta – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan upaya memacu pertumbuhan ekonomi nasional tidak cukup hanya mmengandalkan pengeluaran dari sektor publik saja. Terlebih, saat ini kemampuan fiskal pemerintah sangat terbatas.

Sehingga, menurut dia, diperlukan peran serta pihak swasta, baik salam maupun luar negeri untuk melakukan penanaman modalnya.

“Investasi merupakan indikator yang dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi dalam perekonomian suatu negara,” kata Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/5).

“Melalui investasi akan tersedia berbagai sarana produksi yang dapat dioptimalkan untuk menghasilkan output dan nilai tambah yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi,” tambahnya.

- Advertisement -

Pentingnya peran investasi dalam pertumbuhan ekonomi, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia, Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menekankan pentingnya menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif.

Karena itu, iklim investasi yang kondusif akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya.

“Berdasarkan data yang dirilis World Bank, indeks kemudahan berusaha atau ease of doing business (EODB) Indonesia tahun 2018 berada pada peringkat ke-73,” sebut dia.

“Secara total, nilai EODB Indonesia naik 1,42 poin menjadi 67,96. Indikator yang menyumbang kenaikan nilai bagi Indonesia adalah indikator memulai usaha, memperoleh kredit dan pendaftaran properti,” tutur Bamsoet.

Kendati demikian, tahun 2018 merupakan tahun yang berat bagi iklim investasi Indonesia. Nilai realisasi penanaman modal atau investasi asing di Indonesia sekitar 392,7 triliun rupiah, turun 8,8 persen dibandingkan tahun 2017.

“Turunnya nilai investasi asing Indonesia di tahun 2018 yang lalu diakibatkan oleh gejolak nilai tukar rupiah serta perang dagang di pasar global. Akan tetapi bila dilihat secara historis, iklim investasi Indonesia memiliki lima kendala utama yang kerap dikeluhkan oleh investor,” ujarnya.

“Kendala tersebut adalah tumpang tindihnya regulasi dan ketidakpastian hukum, pajak, tenaga kerja, perizinan serta infrastruktur,” pungkas dia.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER