PENDIDIKAN

KPAI Apresiasi Wacana Edukasi Kebencanaan

MONITOR, Jakarta – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi kebijakan Presiden Joko Widodo terkait pendidikan kebencanaan yang dibahas dalam sidang kabinet paripurna, pada Senin (7/1/2019). Sebagai informasi, Presiden menginstruksikan edukasi kebencanaan untuk mulai digalakkan di sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi, selain ke masyarakat umum.

Dengan demikian, Komisioner KPAI Retno Listyarti menyatakan, semua komponen masyarakat akan menyadari dan tanggap menghadapi bencana yang sewaktu-waktu terjadi di wilayahnya. Tugas edukasi kebencanaan akan dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Kementerian Agama (Kemenag) dan Kemenristekdikti.

Terkait pendidikan kebencanaan yang digalakkan pemerintah, ada beberapa hal penting yang wajib dijadikan pertimbangan saat pemerintah menyiapkan pendidikan kebencanaan, yaitu pertama, Pendidikan kebencanaan sebaiknya tidak menjadi mata pelajaran tersendiri, mengingat beban mata pelajaran dan kurikulum di jenjang SD sampai SMA/SMK sudah sangat berat.

“Agar lebih terstruktur dan sistematis, maka materi pendidikan kebencanaan bisa dimasukan dalam mata pelajaran yang sudah ada, seperti IPS/IPA (SD), IPS/IPA terpadu (SMP) dan Fisika dan Geografi (SMA/SMK),” kata Retno Listyarti, dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (9/1).

Ia menjelaskan, pada mata-mata pelajaran tersebut, ada materi tentang bumi, gempa tektonik, gempa vulkanik, tsunami, dll. Jadi, pengetahuan dan informasi tentang kebencanaan dan upaya menghadapinya bisa ditambahkan saat membahas materi-materi terkait di beberapa mata pelajaran tersebut.

Kedua, Simulasi saat bencana (baca:teknis apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana). Terkait simulasi, Pemerintah wajib melatih para guru dan kepala sekolah di berbagai daerah agar dapat mempraktikan simulasi bencana di sekolahnya secara rutin, misalnya sebulan sekali.

“Tujuannya agar anak-anak sejak dini sudah dididik untuk siap menghadapi bencana. Anak menjadi paham apa yang harus dilakukan saat bencana terjadi dimanapun, terutama di sekolah. Ini sangat penting untuk meminimalkan korban,” terangnya.

Ketiga, Pemerintah daerah wajib memastikan jalur evakuasi dan titik kumpul ada di semua sekolah tanpa kecuali, sebab jika jalur evakuasi tidak ada, maka simulasi bencana sulit dipraktikan.

“Karena, saat saya melakukan pengawasan kasus di berbagai daerah dan berkunjung ke sekolah, saya menemukan masih banyak sekolah tidak memiliki jalur evakuasi dan titik kumpul, padahal peluang bencana terjadi saat anak-anak berada di sekolah sangat besar,” kata Retno.

Recent Posts

KA Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

MONITOR, Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (Persero) akan mengoperasikan KA Lodaya relasi Bandung –…

2 jam yang lalu

Menag Hadiri Halalbihalal PBNU Bersama Anggota Keluarga NU

MONITOR, Jakarta - Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas menghadiri Halalbihalal yang digelar Pengurus Besar…

8 jam yang lalu

Mejeng di Turki, Industri Alat Kesehatan Nasional Siap Dobrak Pasar Eropa

MONITOR, Jakarta - Industri alat kesehatan nasional terus berupaya untuk menembus pasar ekspor seiring dengan…

12 jam yang lalu

Konflik Timur Tengah, DPR: Pemerintah Perlu Lakukan Dialog Multilateral

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini meminta pemerintah melakukan upaya untuk…

13 jam yang lalu

Ikhtiar Pelindungan Jemaah Indonesia, dari Syarat Istithaah sampai Senam Haji

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama tahun ini kembali mengusung tagline Haji Ramah Lansia. Maklum, data…

16 jam yang lalu

Kemenangan Timnas U-23 Harus Jadi Momentum Mengembangkan Infrastruktur Olahraga Tanah Air

MONITOR, Jakarta - Timnas U-23 Indonesia mencatatkan prestasi gemilang dengan menaklukkan Korea Selatan dalam babak…

17 jam yang lalu