MONITOR, Denpasar – Di awal tahun 2019, media kembali mewartakan aksi penggerebekkan Kepolisian (4/01/2019)yang berhasil mengamankan 5 anak di bawah umur (usia 14 sd 17 tahun) yang diduga diperjualbelikan secara seksual di Sanur Bali dengan cara yang sangat tidak manusiawi. Mereka dipajang bak etalase dan diberikan harga yang variatif serta diharuskan melayani 1 sd 8 tamu per hari.
Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak, Ai Maryati Solihah, menilai perlu perhatian yang serius, sebab di akhir tahun 2018, Bali menjadi tempat tujuan perdagangan orang saat KPAI menindaklanjuti laporan warga dengan polres Bandara berhasil menggagalkan 3 remaja putri yang diduga akan di “jual” ke Bali untuk terapis pijat Plus.
“KPAI mengapresiasi Polda Bali yang telah membongkar sindikat perdagangan orang (anak) korban prostitusi,” ujar Susanto, Sabtu (5/1).
KPAI mendorong upaya penegakkan hukum dengan meminta kepolisian menangkap para Germo Mucikari, Agen perekrut dari Kota Bekasi, Batam dan Banten asal korban di rekrut agar dapat diungkap sampai akarnya, sekaligus menutup tempat prostitusi di Bali tersebut.
“Para pelaku dapat dijerat oleh UU No 21 Tahun 2007 tentang PTPPO dan UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan hukuman 15 tahun maksimum,” ujarnya.
Berikutnya, ia memastikan penanganan korban dengan melindungi hak nya, seperti pemulihan fisik dan psikologis mereka, KPAI memonitor anak korban ada beberapa diantaranya yang traumatis menghadapi tekanan luar biasa di tempat tersebut, karena awalnya mereka dijanjikan pekerjaan bukan untuk prostitusi.
Untuk itu, KPAI melihat pentingnya pendampingan hukum bagi para korban agar menerima restitusi sebagai ganti rugi pada rangkaian kerugian yang mereka derita selama ini di tempat kerja yang bukan tujuan mereka berada.