POLITIK

Tidak Pas jika Pilpres dianggap sebagai Jihad Fi Sabilillah

MONITOR, Palembang – Semarak perhatian dan dukungan publik atas pilpres 2019 patut disambut gembira. Hal demikian bisa berarti tingginya antusiasme rakyat terhadap sistem demokrasi yang dianut negara ini. Paling tidak hal itu membuang kekhawatiran akan masih adanya kelompok penganut ideologi trans nasional yang anti demokrasi dan ingin mendirikan khilafah atau negara Islam. Setidaknya hal ini juga menunjukan dukungan terhadap sistem pemilihan langsung berbasis partai politik di Indonesia.

Namun saat yang sama juga perlu diwaspadai menyusupnya kelompok ekstrimis dan kaum garis keras untuk masuk serta terlibat dalam kontestasi lalu membajak demokrasi dengan mengganti sistem diam-diam dari dalam.

Kewaspadaan itu harus disiagakan karena secara faktual di dunia maya dan dunia nyata, dukungan kelompok ekstrimis terlihat dengan nyata dan telanjang. Demikian kesimpulan paparan yang disampaikan aktivis pro demokrasi dari kantor Lembaga Studi Demokrasi & Media (LSDM), Ahmad Maulana dalam sebuah diskusi yang digelar di Kota Palembang, Jum’at (21/9).

Maulana menjelaskan, semaraknya dukungan para pihak dalam pilpres sekarang ini harus dibarengi dengan edukasi, harus ada yang mengerem, menengahi, jangan dilepas begitu saja. Yang dikhawatirkan adalah terjadinya benturan langsung atau malah konflik horizontal.

Ia mempelajari pola perdebatan yang muncul sudah melenceng dari yang seharusnya. “Pemilihan umum seharusnya menarik pemilih untuk terlibat atas dasar kepentingan program pembangunan. Keterpanggilan orang sebagai pemilih seharusnya berkait erat dengan kepentingannya sebagai warga negara. Nah sekarang ini yang kita tangkap justru muncul argumen seakan ada keterpanggilan agama dalam pemilu. Seolah tidak mendukung yang satu itu sesat dan mendukung yang satunya berpahala atau membela agama,” ujarnya.

Maulana menambahkan, jangan sampai juga pesta demokrasi ini dibajak oleh kepentingan kelompok terlarang untuk merebut kekuasaan guna mengubah ideologi negara. Adalah bahaya membiarkan kelompok ekstrimis menguasai negara, yang akan muncul adalah perpecahan bahkan perang saudara.

Ia menegaskan, jangan sampai negara ini jadi seperti Suriah, perang berkepanjangan tak ada ujung. Akibat kelompok ekstrimis mendapat kekuasaan. “Karena itu penting bagi aktivis pro demokrasi mengawal agar pemilu berlangsung fair dan aman. Jauhkan pemilu dari isu surga neraka. Hindarkan kampanye dari isu ibadah agama. Sungguh tidak pas jika pilpres dianggap jihad fi sabilillah. Pilpres ini hanya pemilihan rutin belaka. Biasa saja,” pungkasnya.

Recent Posts

Kemenperin dan JICA Sinergi Jalankan Proyek Digitalisasi IKM Komponen Otomotif

MONITOR, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen meningkatkan daya saing pelaku industri kecil dan menengah…

30 menit yang lalu

Wujudkan Komitmen Sustainability Green Toll Road, Jasa Marga Raih Penghargaan MURI atas Inovasi Hybrid Wind Tree

MONITOR, Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk melalui anak usahanya PT Jasamarga Probolinggo Banyuwangi…

1 jam yang lalu

Kemenkum Sahkan Struktur Pengurus DPP Partai Gelora Periode 2024-2029

MONITOR, Jakarta - Kepengurusan baru Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Periode 2024-2029 hasil Musyawarah Nasional…

3 jam yang lalu

Kemenag Tetapkan Sepuluh Titik Baru Kota Wakaf 2025

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan 10 titik baru Kota Wakaf pada 2025. Hal…

6 jam yang lalu

Kapuspen TNI Buka Penataran Penerangan Terintegrasi Puspen TNI 2025

MONITOR, Jakarta - Kapuspen TNI Mayjen TNI Kristomei Sianturi membuka secara resmi Penataran Penerangan Terintegrasi…

12 jam yang lalu

Kementerian UMKM Dukung Industri Jasa Laundry Tingkatkan Daya Saing

MONITOR, Jakarta - Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mendukung industri jasa laundry untuk…

14 jam yang lalu