Oleh : Maneger Nasution Direktur Pusdikham Uhamka, Mantan Komisioner Komnas HAM
Seperti diketahui bahwa Amerika Serikat (AS) keluar dari Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan Pemerintah AS untuk keluar dari Dewan HAM PBB disampaikan oleh Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, yang didampingi Menlu AS, Mike Pompeo, Selasa (19/6).
Haley menjelaskan bahwa keputusan ini diambil setelah upaya AS untuk mereformasi tubuh Dewan HAM PBB tak kunjung berhasil.
Menurut Haley, salah satu wacana reformasi yang dicanangkan AS adalah mengeluarkan negara anggota Dewan HAM PBB pelaku pelanggaran HAM.
Itu alasan tersurat keluarnya AS dari Dewan HAM. Tapi, alasan tersirat dan tersurunya (dan ini yang sesungguhnya) adalah karena AS tidak lagi “mampu” mengendalikan Dewan HAM PBB untuk menjustifikasi tindakan tidak adilnya terutama keberpihakannya pada negara-negara sekutunya yang melanggar HAM, seperti Israel.
Seperti diketahui selama ini hampir semua kelembagaan di PBB selalu dibawah “kendali” AS. Keluarnya AS dari Dewan HAM PBB itu, sebetulnya AS sedang mengingkari klaim sejarah bangsanya sendiri sebagai bangsa yang mengklaim diri sebagai “suhu” demokrasi dan “pendekar” HAM. Fakta ini semakin menyempurnakan penampakan wajah asli HAM yang diusung AS.
Tapi, bagaimana pun juga, dunia kemanusiaan sungguh prihatin dengan keputusan Pemerintah AS untuk keluar dari Dewan HAM di PBB.
Kelahiran dan eksistensi Dewan HAM sedari awal didedikasikan sebagai forum kerja sama multilateralisme dan komitmen masyarakat internasional untuk menegakkan, melindungi, mempromosikan, dan memenuhi HAM di kalangan bangsa-bangsa.
Dari segi kemaslahatan kemanusiaan, Dewan HAM menjadi tumpuan asa bagi masyarakat lemah dan terlemahkan di seluruh dunia untuk mendapat perhatian bagi penghormatan dan perlindungan dari berbagai pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh aktor negara dalam maupun luar negara.
Dunia kemanusiaan tentu sungguh menyadari bahwa kinerja Dewan HAM belum sempurna. Tetapi proses reformasi seperti yang dibutuhkan beberapa badan PBB lainnya seperti Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB, justru membutuhkan kehadiran dan komitmen politis dan kerja sama multilateralisme dari seluruh anggota PBB.
Yang dibutuhkan sekarang justru seluruh negara-negara pihak di dunia akan adalah kerjasama saling menguntungkan dan berkontribusi positif untuk menegakan, melindungi, memajukan, dan memenuhi penghormatan HAM melalui kerja sama multilateralisme sesuai mandat Dewan HAM, termasuk memperkuat kinerja Dewan HAM PBB.
Kemunduran AS dari Dewan HAM PBB itu sejatinya bisa dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memperkuat peran globalnya. Apalagi Indonesia baru saja terpilih menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB.
Indonesia dapat mengkapitalisasi isu ini untuk melobi dunia internasional untuk menebalkan dukungan terhadap Palestina dan mengeraskan tekanan pada Israel untuk menghentikan kehahatan kemanusiaannya.
Indonesia kalau memiliki cukup keberanian dan kemampuan sangat mungkin melobi dunia internasional untuk “mengucilkan” AS sebagai negara yang tidak berpihak pada dunia kemanusiaan, bahkan pendukung negara penjahat kemanusiaan. Setidaknya bisa menurunkan kepongahan AS dan Israel terhadap Palestina.
MONITOR, Bekasi - PT Jasamarga Transjawa Tol (JTT) menggelar kegiatan Doa Bersama dan Santunan Anak…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meyakinkan otoritas Amerika Serikat terkait mutu dan…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Irawan menyoroti kasus penangkapan Gubernur Bengkulu…
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani berharap peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2024…
MONITOR, Jakarta - Koperasi sebagai tonggak pemberdayaan masyarakat, telah membuktikan bahwa ekonomi yang kuat dapat…
MONITOR, Banten - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto mengaku kaget…