Sabtu, 20 April, 2024

Kuasa Hukum Sebut Kegiatan HTI Mengancam Pancasila

MONITOR, Jakarta – Sidang gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terhadap Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) hari ini, Kamis, (04/01) kembali di gelar dengan agenda pembacaan Duplik dari pihak tergugat.

Kuasa Hukum Tergugat, Hafzan Taher yang juga didampingi oleh I Wayan Sudiarta, dan Teguh Samudra menjelaskan bahwa sejak Tergugat telah mencabut Status Badan Hukum Penggugat, maka Penggugat sudah bukan lagi merupakan Subyek Hukum.

“Penggugat sudah tidak memiliki kepentingan hukum untuk melakukan aktivitas organisasi apapun termasuk mengajukan gugatan dalam kapasitasnya sebagai Badan Hukum,” jelasnya.

Dia menjelaskan bahwa Menteri Hukum dan HAM R.I selaku Tergugat merupakan Pejabat yang berwenang untuk menerbitkan Objek Sengketa Tata Usaha Negara yang telah mencabut Status Badan Hukum Penggugat, melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-30.A.01.08 Tahun 2017 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tertanggal 19 Juli 2017.

- Advertisement -

“Berdasarkan Asas Contrarius Actus, maka Tergugat selaku Pejabat yang menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara dengan sendirinya berwenang untuk membatalkannya,” katanya.

Dalam kasus ini, Ia memastikan bahwa Penerbitan Objek Sengketa Tata Usaha Negara telah sesuai dengan UU Administrasi Pemerintahan. Dimana Tergugat menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dengan telah mempertimbangkan unsur-unsur yuridis, sosiologis dan filosofis.

Adapun Objek Sengketa Tata Usaha Negara tersebut, katanya telah dibuat sesuai Prosedur, berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku serta sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Tergugat menerbitkan Objek Sengketa Tata Usaha Negara dengan mempertimbangkan bukti-bukti yang ada mengenai kegiatan Penggugat selama ini.

Hafzan menambahkan, dari bukti-bukti yang ada, tampak bahwa kegiatan Penggugat mengancam eksistensi Pancasila selaku Ideologi Negara dan Falsafah Negara, akan menggantikan UUD 1945 selaku Konstitusi NKRI sekaligus mengancam Keutuhan NKRI.

“Kegiatan-kegiatan Tergugat tersebut diantaranya Penggugat telah mengadopsi, menerjemahkan dan menerbitkan Rancangan Undang-Undang Dasar Islami Hizbut Tahrir (AD Dustur Al Islami) yang ditulis oleh Syaikh Taqiyuddin bin Ibrahim bin Mustafa bin Ismail bin Yusuf an-Nabhani,” terangnya.

Selain itu, Penggugat juga telah mengadopsi, menerjemahkan dan menerbitkan Buku Peraturan Hidup dalam Islam (Edisi Mu’tamadah) yang ditulis oleh syaikh Taqiyuddin bin Ibrahim bin Mustafa bin Ismail bin Yusuf an-Nabhani.

Lebih jauh, I Wayan Sudirta menambahkan, dia mengungkapkan bahwa Penggugat berulang kali dalam kegiatan dan/atau dakwah yang dilaksanakannya di berbagai daerah telah menyatakan maksud dan tujuannya untuk mengganti Pancasila, menghapus sekat-sekat nasionalisme dan demokrasi, serta akan menggantikannya dengan system khilafah yang menghapus batas-batas antar Negara dan yang nantinya akan dipimpin 1 (satu) Khalifah Tunggal.

“Penggugat telah melakukan upaya-upaya indoktrinasi dan provokasi untuk menghasut serta menghilangkan kepercayaan rakyat terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara dan Falsafah Negara, serta UUD 1945 sebagai Konstitusi NKRI,” pungkas Wayan Sudirta.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER