Sabtu, 20 April, 2024

Pemerintah Remajakan 9.109,29 Hektar Sawit di 12 Kabupaten Sumatera Utara

MONITOR, Serdang Bedagai – Setelah diluncurkan perdana di Sumatera Selatan pada 13 Oktober 2017 lalu, Pemerintah terus melakukan Program Peremajaan Sawit di Indonesia. Kali ini Sumatera Utara menjadi provinsi kedua tepatnya di Kabupaten Serdang Bedagai dimana pemerintah meremajakan kebun sawit rakyat seluas 9.109,29 ha.

Luasan tersebut tersebar di 12 kabupaten, antara lain: Serdang Bedagai, Langkat, Labuhan Batu Selatan, Labuhan Batu, Asahan, Batubara, Simalungun, Labuhan Batu Utara, Padang Lawas Utara, Padang Lawas, Deli Serdang, dan Tapanuli Tengah.

“Peremajaan Sawit Rakyat di Sumatera Utara sudah sangat mendesak karena dari total 470.000 ha sawit perkebunan rakyat, seluas 350.000 ha telah berusia tua, sehingga produktivitasnya menjadi rendah yaitu kurang dari 10 ton/Tandan Buah Segar/tahun dan tidak dapat menikmati hasil yang baik,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam Siaran Pers saat acara Peremajaan Sawit Rakyat di Sumatera Utara, Senin (27/11). 

Darmin menerangkan, dari total luas perkebunan kelapa sawit seluas 11,9 juta ha, sekitar 41% atau 4,6 juta ha merupakan kebun kelapa sawit rakyat. Berdasarkan data perkebunan, kebun kelapa sawit rakyat yang dikelola oleh 2,3 juta KK memiliki beberapa kekurangan. Mulai dari umur tanaman yang sudah lebih dari 25 tahun, produktivitas yang rendah, penggunaan bibit yang buruk, lahan yang tidak jelas status hukumnya, serta Agriculture Practice yang tidak baik.

- Advertisement -

“Tugas besar untuk meremajakan kelapa sawit seluas 4,6 juta hektar ini harus dilakukan secara bersama-sama. Apabila 4,6 juta dibagi dengan 25 tahun, maka setiap tahun kita harus meremajakan 185.000 hektar,” papar Darmin.  

Pemerintah optimistis total lahan seluas 9.109,29 ha yang diajukan mendapatkan dana bantuan peremajaan sawit rakyat tersebut tidak masuk kawasan hutan atau masuk lahan APL (Area Penggunaan Lain).

Namun, Menko Perekonomian juga menyadari bahwa peremajaan kelapa sawit bukanlah suatu hal yang mudah meskipun dana untuk melakukan kegiatan peremajaan telah tersedia.

Menurutnya, semua pihak perlu bekerjasama secara terintegrasi untuk mempercepat proses pemenuhan ketentuan administratif, dengan melibatkan antara lain Pemerintah Daerah (pemda) Provinsi/Kabupaten/Kota, Kementerian Pertanian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit dan perbankan, serta pelaku usaha kelapa sawit baik swasta maupun BUMN.  

Rencana yang terintegrasi tersebut membutuhkan data yang komprehensif dan valid melalui verifikasi Pemerintah Daerah dan Kementerian Pertanian. Adapun desain program PSR ini yaitu berupa BPDP Kelapa Sawit akan memberikan hibah sebesar 25 juta/ha yang disalurkan melalui perbankan yang ditunjuk. 

Kekurangan dana di luar dana bantuan dari BPDP Kelapa Sawit tersebut dapat dipenuhi dengan pinjaman komersil dari bank dan atau tabungan pekebun, maupun fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bunga sebelumnya 9% menjadi 7% per tahun dengan grace period selama 5 (lima) tahun untuk KUR Khusus Peremajaan Perkebunan. KUR khusus ini akan mulai berlaku per 1 Januari 2018. 

“Kita juga jangan hanya memperhatikan ketersediaan bibit, tapi juga harus ada kepastian offtake hasil panen oleh perusahaan,” pesan Menko Darmin.

Maka dari itu, Kelompok Tani/Koperasi/Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) melakukan kerjasama kemitraan dengan beberapa perusahaan kelapa sawit. Perusahaan kelapa sawit berfungsi sebagai mitra usaha (off-taker) dan melakukan pembinaan dalam melakukan pengelolaan kelapa sawit yang berkelanjutan. Perusahaan tersebut antara lain: (1) PTPN II, (2) PTPN III, (3) PTPN IV, (4) PT Siringo-ringo, (5) PT Asian Agri, (6) PT Nubika Jaya, (7) PT Socfindo, dan (8) PT Paya Pinang.    

PSR juga diharapkan sudah mengikuti prinsip kriteria Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk mendapatkan sertifikasi ISPO sehingga sawit rakyat dapat diperdagangkan secara global dan menikmati hasil yang baik. 

“Benih tersertifikasi, Peremajaan bersifat klaster dan dalam bentuk koperasi, Komitmen mitra usaha (off-taker), Kebun kelapa sawit rakyat berstatus Clean & Clear, dan sertifikasi ISPO untuk sawit rakyat. Keseluruhan komponen tersebut harus sangat diperhatikan. Sebab jika tidak, maka tujuan dari peremajaan untuk meningkatkan kesejahteraan petani pun menjadi tidak tercapai,” sambungnya. 

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER