Jumat, 26 April, 2024

Jokowi Diminta Tidak Diam Sikapi Tragedi Pembantaian Muslim Rohingya

MONITOR, Jakarta – Etnis Rohingya telah berabad-abad lamanya menempati teluk benggal. Di seberang barat wilayah kehidupan mereka dihuni oleh bangsa Bangladesh dan di Timur bangsa Burma. Sebelum Burma merdeka 1942 dari kerajaan Inggris, etnik Rohingya telah menghuni lama di wilayah Rakhine yang sekarang disebut Rakhine state.

Begitu disampaikan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai dalam keterangan tertulisnya, Minggu (3/9).

Mereka, kata Pigai, adalah suku Benggal penghuni selatan dan penghuni utara suku bangsa austro Asia atau Thai Khadal yang kebanyakan menyebut suku bangsa Sino Tibetian.

"Apa yang salah dengan mereka sehingga ribuan etnik Rohingya terusir dari negerinya, Rakhine State. Saat ini ribuan manusia perahu menyeberangi samudera India, teluk Bengali dan laut Andaman yang terkenal ganas hanya untuk mencari hidup dan kehidupan," ujar Pigai.

- Advertisement -

Menurut Pigai, sangat naif jika Indonesia diam seribu bahasa, disaat suasana tragedi bangsa muslim Rohingya. Dia menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi)  berpangku tangan, bahkan terkesan membiarkan tanpa intervensi kemanusiaan. 

"Kita tidak mampu melakukan perang diplomatik dengan Myanmar. Seharusnya kita tingkatkan tekanan diplomatik untuk menghentikan kejahatan kemanusiaan terhadap umat muslim oleh Pemerintah Myanmar," tegasnya.

Dijelaskan Pigai, politik luar negeri Indonesia adalah aktif, yakni secara aktif menciptakan perdamaian dunia. Indonesia sebagai negara ASEAN juga sebagai negara muslim terbesar dunia diminta jangan takut mengambil resiko untuk menekan pemerintah Myanmar.

"Sekali lagi, pemerintah jangan takut tekan Myanmar hanya karena terikat dengan traktat Asean yang non intervensi urusan domestik," tegasnya. 

Pada saat ini, lanjut dia, Jokowi harus belajar dari  pengalaman Sukarno. Meskipun Sukarno dan Nehru adalah sahabat karib, bahkan India menyediakan tanah 5 Hektar untuk kantor kedutaan besar  di Canakyapuri, New Delhi. Namun ketika perang India dan Pakistan 1965, Sukarno mengirimkan kapal perang angkatan laut bantu Pakistan karena solidaritas Islam. Bahkan Sukarno memusuhi Nehru yang sahabat karibnya. 

"Kalau Sukarno saja bisa meninggalkan persahabatan dengan Nehru India, mengapa Jokowi begitu takut terhadap Myanmar? Apakah Jokowi memang membawa agenda internasional untuk menghancurkan umat muslim? Mengapa tidak bisa mengambil sikap tegas dengan memutuskan hubungan diplomatik?" ungkapnya heran.  

"Semua negara di dunia ini memiliki kewajiban untuk melindungi dari kejahatan kemanusiaan sebagai tindakan yang tidak disukai umat manusia di dunia (Hostis humanis generis). Oleh karena itu tidak ada yang salah kalau bangsa ini secara aktif berperan menciptakan perdamaian abadi di Myanmar Selatan," tandasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER