MONITOR, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap UUD 1945. Permohonan uji materi yang dikabulkan terkait batas minimal usia perkawinan bagi perempuan. MK memutuskan, perbedaan batas minimal usia perkawinan bagi laki-laki dan perempuan bisa menimbulkan diskriminasi.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menilai Putusan MK ini sudah tepat dan memenuhi rasa keadilan yang tumbuh di tengah masyarakat. Menurutnya, dalam konteks kehidupan saat ini, tidak perlu lagi ada pembedaan batas minimal usia perkawinan, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
“Saya menilai Putusan MK itu adil. Saat ini memang tidak perlu ada pembedaan batas minimal usia perkawinan, baik bagi laki-laki maupun perempuan,” jelas Menag usai meresmikan PTSP Kanwil Kemenag Papua Barat, di Manokwari, Jumat (14/12).
“Artinya, batas mininmal usia perkawinan menjadi 19 tahun, dengan syarat mendapat izin dari orangtua,” lanjutnya.
Klausul mendapat izin dari orangtua harus digarisbawahi, kata Menag, karena UU No 1 Tahun 1974 mengatur usia perkawinan dalam tiga level, sebagaimana diatur dalam Bab II tentang Syarat-Syarat Perkawinan.
Level pertama, diatur dalam pasal 6 ayat (2), bahwa untuk melangsungkan perkawinan, seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orangtua. “Artinya, pada level pertama, pada dasarnya batas minimal usia perkawinan adalah 21 tahun. Boleh menikah di bawah 21 tahun dengan syarat mendapat izin orangtua,” terang Menag.
Level kedua, perkawinan di bawah usia 21 tahun hanya dimungkinkan jika pihak laki-laki sudah mencapai usia 19 tahun dan perempuan 16 tahun, dan keduanya mendapat izin dari kedua orangtua. Ini sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU Perkawinan.
Level terakhir atau ketiga, jika ada pasangan yang ingin menikah di bawah usia minimal 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan, maka mereka harus meminta dispensasi kepada pengadilan berdasarkan putusan hakim atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orangtua pihak laki-laki atau pihak perempuan.
Terhadap ketentuan batas minimal usia perkawinan bagi perempuan 16 tahun, telah dimohonkan uji materi dan dikabulkan oleh MK. Putusan MK menyatakan bahwa 16 tahun sebagai batas minimal usia perkawinan bagi perempuan adalah tidak adil karena berbeda dengan laki-laki yang 19 tahun. Karenanya MK memerintahkan kepada pembentuk UU untuk dalam jangka waktu 3 tahun melakukan perubahan terhadap UU No. 1 Tahun 1974, khususnya berkenaan dengan batas minimal usia perkawinan bagi perempuan. “Menurut saya, bila ada pasangan yang belum mencapai usia 21 tahun, maka batas minimal usia perkawinan, baik bagi laki-laki maupun perempuan sebaiknya disamakan saja, yaitu 19 tahun, dan harus mendapat izin dari kedua orangtua,” tegas Menag.
“Selama belum ada norma baru yang dibuat oleh DPR bersama Presiden dalam 3 tahun ke depan, maka ketentuan batas minimal usia 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan masih berlaku sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,” tambah Menag.
“Kita akan segera menindaklanjuti Putusan MK ini, dengan menyerap aspirasi dari berbagai kalangan di masyarakat, untuk selanjutnya dirumuskan sebagai norma baru sesuai dengan amar Putusan MK,” tambahnya.