MONITOR, Jakarta – Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) begitu optimistis mampu mendongkrak pertuumbuhan ekonomi di akhir pemerintahannya nanti. Pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan Jokowi adalah 8 persen. Namun, optimitis itu nampaknya akan pupus. Pasalnya, hingga kuartal pertama tahun ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,06 persen.
Gejolak ekonomi global disebut sebagai biang keladi. Rencana normalisasi kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (Fed) dengan menaikkan suku bunga acuannya bertahap menjadi salah satu pemicu gejolak ekonomi global.
Kebijakan Fed itu membuat dolar AS mendadak makin perkasa atas rupiah. Efeknya, rupiah terus bergerak melemah dalam beberapa bulan belakangan ini. Bahkan awal pekan ini, rupiah sempat berada di level Rp 14.500 per dolar AS, terendah sejak 2016 lalu. Berbagai upaya telah dikerahkan untuk ‘menyelamatkan’ nilai tukar rupiah. Bank Indonesia (BI) juga sudah ‘habis-habisan’ menahan pelemahan rupiah, namun upayanya tidak membuahkan hasil.
Jokowi dikabarkan tengah merancang kebijakan baru guna menahan pelemahan rupiah. Kebijakan tersebut bakal fokus pada upaya menekan impor dan mendorong ekspor. Pemerintah akan menekan impor bahan baku/penolong dan barang modal yang selama ini berkontribusi paling besar. Tak hanya itu, proyek infrastruktur yang tak mendesak dan diperkirakan membutuhkan impor besar-besaran bakal ditunda dan menggenjot ekspor.
Namun kebijakan itu mendapat reaksi negatif. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengeluhkan rencana pemerintah untuk membatasi impor bahan baku dan barang modal.
Wakil Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengatakan rencana tersebut justru kontraproduktif dengan upaya menggenjot ekspor produk asal Indonesia. “Kalau mau meningkatkan ekspor gimana mau mengurangi impor bahan baku, kan tidak mungkin dong,” katanya.
Menurut dia, pemerintah perlu berhati-hati jika ingin mengurangi impor bahan baku dan barang modal. Ia khawatir, akan ada dampak jangka panjang apabila bahan baku yang dibatasi impornya tidak tepat. Pengusaha bakal kesulitan untuk memproduksi barang-barang ekspor dan pada akhirnya mereka akan kehilangan pasar di luar negeri.