MONITOR, Jakarta – Pengamat Energi, Marwan Batubara mengatakan meminta pemerintah agar segera merealisasikan subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar di tahun anggaran 2018. Pasalnya, saat ini harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) pada tahun 2017 mencapai US$ 51,03 per barel, lalu Januari- Maret 2018 menjadi US$ 63,02 per barel.
Selain harga domestik yang terus mengalami kenaikan, Marwan mengungkapkan, harga minyak dunia memang sedang mengalami tren naik senada dengan nilai dolar yang juga ikut meninggi.
“Kondisi seperti ini dapat mempengaruhi stabilitas harga bahan bakar minyak di dalam negeri. Oleh karena itu pemerintah sesegera mungkin mengatur kebijakan subsidi bahan bakar minyak tahun 2018.” Kata Marwan Batu Bara kepada MONITOR (monitor.co.id) Kamis, (17/5).
Menurut Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS) tersebut, keekonomian minyak yang sesuai dengan kemampuan Pertamina tidak bisa ditentukan secara konstan, karena harga akan selalu bergerak dinamis.
“Kita tidak bisa secara langsung menentukan jumlah keekonomian yang sesuai dengan kemampuan Pertamina. Kita harus melihat review neraca impor minyak dan kebutuhan bahan bakar minyak per satu bulan sekali, bahkan dua bulan sekali,” terangnya.
Marwan menegaskan bahwa kenaikan harga tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja. Pemerintah perlu merancang strategi dalam menghadapi kenaikan harga bahan bakar minyak.
“Menghadapi permasalahan tersebut tak ada solusi jangka pendek yang bisa dilakukan pemerintah selain melakukan subsidi bahan bakar minyak. Selain itu pemerintah harus konsisten terhadap kebijakan yang sudah disepakati bersama.” tuturnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan menyatakan bahwa pemerintah akan menambah subsidi. Kuota subsidi solar dalam APBN 2018 adalah sebesar 16 juta kiloliter dengan nilai anggaran Rp 7 triliun. Tambahan tersebut akan diambil dari windfall profit atau pendapatan dari kenaikan ICP.
Adapun realisasi APBN ini antara lain tingkat bunga surat perbendaharaan negara atau SPN 3 bulan yang realisasinya masih 4,1 persen dari asumsi 5,2 persen. Lalu, nilai tukar rupiah yang realisasinya masih 13.631 per dolar Amerika Serikat, sementara asumsi makro adalah 13.400 per dolar. Tingkat inflasi masih di angka 3,4 persen dari asumsi 3,5 persen.
Realisasi harga rata-rata minyak mentah Indonesia juga masih sebesar US$ 64,1 per barrel, jauh dari asumsi makro sebesar US$ 48 per barrel. Realisasi lifting minyak pun masih 750,3 ribu barel per hari, padahal asumsinya 800 ribu barel per hari. Sedangkan realisasi lifting gas masih senilai 1.155,9 ribu barel setara minyak dengan asumsi 1.200 ribu barel setara minyak.