monitor, Mataram – Serangkaian kegiatan halaqah tingkat nasional yang digelar di Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Sabtu (15/11/2025), menegaskan arah baru pembangunan ekosistem pesantren di Indonesia. Forum yang menghadirkan tokoh nasional, akademisi, hingga pimpinan pesantren dari berbagai daerah ini merumuskan pentingnya sinergi antara pesantren dan perguruan tinggi untuk memperkuat mutu pendidikan Islam sekaligus merawat kekayaan intelektual Nusantara.
Halaqah yang dibuka oleh Kasubdit Pendidikan Ma’had Aly, Dr. Mahrus, mewakili Dirjen Pendidikan Islam, menjadi panggung bagi UIN Mataram dalam menunjukkan komitmen jangka panjangnya untuk menjadi pusat studi pesantren dan manuskrip Nusantara.
Dalam sambutannya, Rektor UIN Mataram, Prof. Dr. H. Masnun Tahir, M.Ag., menekankan bahwa Lombok dan NTB memiliki kekayaan tradisi manuskrip yang luar biasa, mencakup naskah beraksara Arab, Jawi–Pegon, hingga Jejawen Sasak. Menurutnya, pusat studi naskah dan pesantren tidak hanya menjadi wadah akademik, tetapi juga penjaga identitas keilmuan Nusantara yang kini semakin membutuhkan dukungan kelembagaan.
“Ini momentum penting bagi UIN Mataram. Kampus harus hadir sebagai penjaga warisan ilmiah dan sekaligus penggerak inovasi pendidikan pesantren,” ujarnya.
Komitmen itu diwujudkan melalui peresmian Pusat Studi Naskah dan Pesantren (Pustunastren), lembaga baru yang diproyeksikan menjadi pusat unggulan dalam riset manuskrip dan turats pesantren. Pustunastren bertugas melakukan inventarisasi, digitalisasi, hingga penelitian lanjutan terhadap naskah-naskah klasik Lombok yang dinilai para filolog sebagai salah satu khazanah terkaya di Indonesia. Dengan lahirnya lembaga ini, UIN Mataram menargetkan diri sebagai knowledge hub baru yang menghubungkan tradisi pesantren dengan kebutuhan transformasi pendidikan modern.
Para narasumber turut menegaskan pentingnya integrasi kekuatan pesantren dan perguruan tinggi untuk menjawab tuntutan zaman.
Prof. Dr. TGH. Zainal Arifin, Lc., MA. menyoroti bahwa percepatan perubahan sosial dan teknologi telah membuka jurang kompetensi yang harus dijembatani melalui kerja sama lintas lembaga. Pesantren memiliki modal sosial dan spiritual yang kuat, sementara kampus menawarkan kapasitas metodologis dan jejaring akademik global. Sinergi keduanya diyakini akan melahirkan sumber daya manusia yang kokoh secara karakter, matang secara moral, sekaligus cerdas menghadapi dinamika era digital.
Komitmen penguatan ekosistem pesantren tak hanya datang dari kampus, tetapi juga dari pemerintah pusat. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., dalam keterangannya menyampaikan bahwa pemerintah sedang memfinalisasi pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren, struktur baru yang telah disetujui Presiden Prabowo Subianto.
Pratikno menyebut lahirnya Ditjen Pesantren sebagai “babak baru” yang menunjukkan penghargaan negara atas peran historis pesantren sebagai pusat pembinaan moral, keilmuan, dan kebangsaan. Dengan lebih dari 42 ribu pesantren dan 12,5 juta santri, kekuatan sosial ini dinilai strategis bagi masa depan Indonesia.
Dalam arah kebijakannya, Pratikno menyoroti berbagai tantangan, termasuk keamanan infrastruktur, literasi digital, hingga kesiapan vokasional santri. Untuk itu, empat program strategis dirancang sebagai prioritas awal Ditjen Pesantren, diantaranya program Pesantren Sehat dan Aman, peningkatan kompetensi vokasional santri, pemberdayaan kiai dan nyai, serta akselerasi digitalisasi pesantren. Ia menegaskan bahwa pimpinan Ditjen Pesantren harus memiliki “jiwa santri dan otak teknokrat,” yakni mampu menjaga tradisi sambil memimpin inovasi.
Halaqah nasional di UIN Mataram ini pada akhirnya menjadi ruang afirmasi bahwa masa depan pendidikan Islam membutuhkan kolaborasi menyeluruh lintas lembaga. Para peserta sepakat bahwa pesantren dan kampus merupakan dua pilar yang saling melengkapi, yaitu pesantren menjaga moralitas dan adab, sementara perguruan tinggi menguatkan metodologi ilmiah dan riset multidisipliner.
Dalam konteks inilah, keberadaan Pustunastren dipandang sebagai tonggak penting. Lembaga ini diharapkan mampu merawat manuskrip klasik sebagai sumber pengetahuan primer, memperkaya basis riset kebijakan pesantren, dan mendorong terciptanya kurikulum pendidikan Islam yang lebih adaptif terhadap tantangan global.
Kegiatan halaqah ditutup dengan penegasan kolaborasi antara Kementerian Agama dan UIN Mataram untuk memperkuat mutu pendidikan, riset, serta pengabdian masyarakat berbasis pesantren. UIN Mataram disebut siap menjadi salah satu kampus PTKIN paling aktif dalam mengembangkan inovasi akademik yang berakar pada khazanah intelektual Nusantara.
Dengan langkah ini, UIN Mataram menempatkan diri di garis depan upaya nasional membangun pendidikan Islam yang inklusif, riset-driven, dan berdaya saing global—seraya tetap menjejak kuat pada tradisi dan identitas pesantren yang selama ratusan tahun menjadi penyangga peradaban Islam Indonesia.