Kamis, 2 Oktober, 2025

Industri Pengolahan Nonmigas Jadi Penopang Utama Ekspor Nasional

MONITOR, Jakarta – Industri pengolahan nonmigas kembali menegaskan perannya sebagai penopang utama kinerja ekspor nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2025, kontribusi industri pengolahan nonmigas mencapai 72,55% dari total ekspor Indonesia, dengan nilai ekspor sebesar US$13,22 miliar.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan bahwa capaian ini menunjukkan daya tahan industri manufaktur dalam menghadapi dinamika global. “Kontribusi lebih dari 70 persen membuktikan bahwa industri pengolahan nonmigas adalah mesin utama ekspor nasional dan penyumbang devisa terbesar bagi perekonomian kita,” ujar Agus di Jakarta, Kamis (2/10).

Secara tahunan (yoy), ekspor industri pengolahan nonmigas Agustus 2025 naik 7,91% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Secara kumulatif Januari–Agustus 2025, nilai ekspor industri pengolahan nonmigas mencapai US$104,43 miliar, berkontribusi 71,32% dari total ekspor nasional.

Komoditas utama yang menopang ekspor industri pengolahan nonmigas antara lain besi dan baja dengan nilai ekspor US$2,79 miliar, naik 18,74% (yoy). Berikutnya, mesin dan perlengkapan elektrik senilai US$1,42 miliar, tumbuh 12,45% (yoy), disusul produk kimia dan farmasi senilai US$940 juta, naik 9,3% (yoy). Untuk produk makanan dan minuman olahan, ekspornya senilai US$1,1 miliar, meningkat 6,7% (yoy).

- Advertisement -

Sementara itu, impor bahan baku dan penolong bagi industri pengolahan nonmigas pada Agustus 2025 mencapai US$11,35 miliar, atau sekitar 74,5% dari total impor nasional. Menurut Agus, data ini menunjukkan bahwa impor masih didominasi bahan baku yang digunakan untuk menjaga keberlanjutan produksi industri domestik.

“Komposisi impor bahan baku yang tinggi adalah indikasi positif, karena sebagian besar impor kita bukan untuk konsumsi akhir, melainkan untuk mendukung keberlangsungan produksi dan ekspor industri dalam negeri,” jelasnya.

Menperin menegaskan, pemerintah terus berupaya meningkatkan nilai tambah industri nasional dengan mendorong hilirisasi dan substitusi impor. “Kebijakan hilirisasi akan memperluas basis ekspor kita, sementara program substitusi impor akan memperkuat kemandirian bahan baku dalam negeri,” tegasnya.

Kemenperin juga berkomitmen memperkuat kerja sama internasional untuk memperluas akses pasar, sekaligus menjaga iklim usaha yang kondusif bagi investasi industri.

“Dengan kontribusi dominan terhadap ekspor, industri pengolahan nonmigas terbukti menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Ke depan, kami akan terus memperkuat daya saing industri agar Indonesia tidak hanya menjadi basis produksi regional, tetapi juga pemain utama dalam rantai pasok global,” tegasnya.

Capaian ekspor tersebut selaras dengan hasil Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang dirilis Kementerian Perindustrian. Pada September 2025, IKI tercatat sebesar 53,02 poin, masih berada di zona ekspansi meskipun sedikit melemah dari Agustus 2025 yang mencapai 53,55 poin. Secara tahunan, capaian ini lebih baik dibanding September 2024 (52,48 poin).

Dari 23 subsektor industri pengolahan, tercatat 21 subsektor masih ekspansif, sedangkan hanya dua subsektor yang berada di zona kontraksi. IKI Ekspor mencapai 53,99 poin, sementara IKI Domestik sebesar 51,92 poin.

Dari sisi pasar, IKI berorientasi ekspor pada September 2025 mencapai 53,99, meskipun turun 0,12 poin dari Agustus 2025 (54,11), namun masih pada zona ekspansi. Semua variabel pembentuk IKI berorientasi ekspor dalam fase ekspansi, menandakan masih terjaganya permintaan dari luar negeri terhadap produk-produk industri pengolahan.

Selain itu, data Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia juga mencerminkan arah positif. Pada September 2025 berada di level 50,4 atau masih berada di atas ambang batas 50,0 yang menandakan aktivitas industri tetap tumbuh atau ekspansi meski dengan laju lebih moderat dibanding bulan Agustus yang mencapai poin 51,5.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER