MONITOR, Jakarta – Pengamat Komunikasi Politik Ari Junaedi menilai strategi jemput bola yang dilakukan Komisi III DPR RI dalam melakukan tugas pengawasannya terhadap isu kasus-kasus hukum merupalan langkah tepat. Menurutnya hal tersebut mengubah wajah DPR karena setiap kasus hukum tidak pernah luput dari ‘mata elang’ para legislator.
“Langkah pengawasan Komisi III DPR ini menjadi langkah yang sangat progresif dari Senayan. Wajah DPR kali ini begitu sontak berubah. Setiap kasus hukum yang ‘membetot’ perhatian khalayak tidak pernah luput dari ‘mata elang’ anggota Komisi III,” kata Ari Junaedi, Senin (23/12/2024).
Seperti diketahui, untuk pekan lalu saja Komisi III DPR melakukan 3 kali audiensi terkait kasus hukum. Padahal DPR sedang memasuki masa reses atau sedang tidak masa bersidang.
Mulai dari memanggil Kapolda Kalimatan Tengah terkait kasus penembakan oknum polisi kepada warga hingga tewas, lalu audiensi dengan Kapolres Jakarta Timur dan pegawai korban penganiayaan anak toko roti, hingga audiensi dengan korban dugaan perbudakan seksual dan penyiksaan terhadap anak kecil di Solo.
Sebelum masa reses, Komisi III DPR juga melakukan banyak audiensi. Seperti memanggil jajaran Polda Jawa Tengah dan Polres Semarang terkait penembakan siswa SMA bernama Gamma Rizkynata Oktavandy oleh oknum Polres Semarang sampai korban meninggal dunia yang belakangan diketahui pelaku melakukan manipulasi kasus.
Belum lagi pengawalan Komisi III DPR dalam kasus-kasus besar seperti vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur, pria yang menganiaya kekasihnya, Dini Sera Afrianti hingga tewas pada 2023. Kasus ini pun berbuntut panjang hingga para hakim yang membebaskan Ronald Tannur turut terseret dalam kasus hukum.
Menurut Ari, fenomena ‘no viral no justice’ yang menjadi pakem penyelesaian aparat penengak hukum selama ini dipatahkan oleh fungsi pengawasan dari Komisi III DPR.
“Aparat menjadi kian reaktif usai dipanggil atau mendapat atensi dari Komisi III DPR,” ungkap pengajar program Pascasarjana di berbagai universitas di tanah air termasuk di Universitas Indonesia (UI) itu.
“Contohnya pada kasus penembakan siswa SMA bernama Gamma yang dilakukan oknum polisi hampir saja menjadi tidak tertangani dengan profesional andaikan tidak ada ‘cawe-cawe’ dari Komisi III DPR,” imbuh Ari.
Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Institute itu menambahkan, hal yang sama juga terjadi dalam kasus penganiayaan pegawai toko roti di Jakarta Timur. Jika tidak menjadi perhatian DPR, Ari menilai kasus tersebut akan luput dari atensi polisi.
“Termasuk dengan kasus dugaan kriminalisasi sopir di Palangkaraya yang terkait dengan pembunuhan oleh oknum polisi,” ujarnya.
Ari juga menyoroti sikap sejumlah anggota DPR, termasuk anggota Komisi III DPR, yang sering menyuarakan kasus-kasus hukum lewat akun media sosialnya. Apalagi beberapa anggota DPR langsung ‘mencolek’ akun medsos resmi penegak hukum terkait.
“Saya kerap berinteraksi dengan personel-personel Polri. Betapa mereka takut dan merasa ngeri jika media sosial yang dipunyai anggota dewan memposting kelakuan negatif anggota Polri di lapangan,” ungkap Ari.
“Harus diakui, strategi jemput bola dan tidak menunggu viral dari langkah pengawasan Komisi III DPR memberikan warna tersendiri bagi parlemen,” lanjutnya.
Ari menyatakan, hal tersebut membuat DPR tidak lagi dianggap hanya menjadi ‘tukang stempel’ terhadap kebijakan Pemerintah.
“DPR menjadi harapan rakyat kecil akan penuntasan kasus-kasus hukum yang kerap diabaikan oleh aparat penegak hukum,” sebut Ari.
Lebih lanjut, Ari menilai langkah Komisi III DPR yang proaktif telah menyelamatkan wajah DPR yang dianggap sebagian publik tidak bekerja maksimal dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.
“Dan karena Komisi III DPR, hukum tidak lagi tajam ke bawah tetapi hukum kembali ditegakkan pada proporsi sebenarnya,” ucapnya.
Ari juga menganggap upaya DPR terutama Komisi III yang membidangi urusan penegakan hukum itu bisa menjadi penekan sekaligus pengawas bagi kinerja aparat penegak hukum untuk bekerja sesuai dengan tupoksinya secara profesional.
“Pengawasan aparat penegak hukum tidak saja dilakukan DPR melalui serangkaian pemanggilan tetapi juga mewanti-wanti lewat saluran media sosial yang dimiliki anggota Dewan,” papar Ari.
Ari pun berharap kejelian dan pengawasan aktif anggota Komisi III DPR tidak kendor karena akan disorot terus oleh publik.
“Publik akan terus berharap kasus-kasus yang mendapat pengawalan dan pengawasan dari DPR bisa berakhir dengan keadilan,” imbaunya.
“Komisi III DPR tidak boleh hanya sekadar mencari sensasi tetapi mencari esensi keadilan dalam setiap kasus yang menimpa rakyat kecil,” tambah Ari.
Sebelumnya, langkah Komisi III DPR banyak mendapat sorotan karena melakukan tugas pengawasan dengan cepat merespons kasus hukum yang sedang ramai dibicarakan. Bahkan ada beberapa kasus yang belum ramai di publik tapi sudah mendapat perhatian Komisi III DPR.
Dalam audiensi dengan aparat penegak hukum, Anggota Komisi III juga kerap menyoroti kasus sensitif. Seperti isu maraknya penyalahgunaan penggunaan senjata api oleh oknum polisi.
Anggota Komisi III DPR RI Martin Tumbelaka sempat menyinggung hal tersebut saat audiensi antara Komisi III DPR bersama Kapolda Kalteng Irjen Pol Djoko Poerwanto, pekan lalu. Ia menilai ada banyak kejadian yang membuktikan polisi menggunakan kewenangannya untuk ‘membunuh’ warga memakai senpi dengan dalih penegakan hukum.
“Ini kejadian juga menggunakan pistol sehingga menyebabkan kematian. Tentu kami mendorong pihak kepolisian supaya langkah-langkah pengawasan anggotanya lebih efektif dan maksimal,” kata Martin.
“Kami meminta untuk mengevaluasi agar penggunaan senpi tidak disalahgunakan. Karena sudah banyak kejadian anggota Polri menggunakan pistol seenaknya,” imbuhnya.
Menurut data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), ada 45 pembunuhan di luar hukum yang dilakukan aparat negara dalam periode Desember 2023-November 2024. Sebanyak 34 kali dilakukan oleh polisi dan 11 dilakukan oleh TNI.
KontraS juga mengungkap ada 47 orang tewas akibat perilaku aparat pada periode yang sama di mana 29 korban disebabkan senjata api, dan 18 korban akibat penyiksaan.
Dalam kasus di Kalteng, Martin juga menyoroti bagaimana pelaku yang kini sudah dipecat dari institusi Polri menggunakan narkoba ketika melakukan aksi kejinya.
“Saya melihat di sini ada satu masalah, dari hasil pelakunya itu terindikasi ternyata menggunakan psikotropika yaitu sabu-sabu,” ujar Martin.
Martin pun menyatakan hal ini menjadi perhatian Komisi III DPR dan meminta jajaran Polri untuk melakukan pengawasan ketat dan pengecekan berkala kepada anggotanya.
“Karena ini satu yang dituangkan dalam asta citanya Pak Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas narkoba. Jadi kami mendorong ini untuk pengecekan yang rutin untuk anggota kepolisian, baik dari Mabes Polri, Polda sampai ke bawah yaitu polsek,” tutup Legislator dari Dapil Sulawesi Utara itu.