Selasa, 10 Desember, 2024

Pengamat Puji DPR Karena Minta Menteri HAM Realistis

MONITOR, Jakarta – Langkah DPR RI yang mengingatkan Menteri HAM Natalius Pigai untuk realistis terkait permintaan penambahan anggaran sampai Rp 20 triliun mendapat apresiasi. DPR melalui Komisi XIII dianggap tidak terbawa suasana ‘bulan madu’ pemerintahan baru karena berani memberi kritik terhadap permintaan Pigai yang tidak realistis. “Ini menjadi ‘start awal’ yang mencerahkan dari kinerja DPR di awal masa bakti periode 2024-2029 pasca pelantikan anggota dewan sebulan lalu,” kata Pengamat Komunikasi Politik Ari Junaedi, Jumat (1/11/2024).

Seperti diketahui, peringatan Anggota Komisi XIII DPR Yasonna Laoly kepada Natalius Pigai terkait permintaan tambahan anggaran Kementerian HAM dari Rp 64 miliar menjadi Rp 20 triliun menjadi perhatian publik. Yasonna meminta Pigai realistis dalam rapat kerja perdana Komisi XIII DPR dengan Menteri HAM Natalius Pigai pada Kamis (31/10) kemarin.

Kepada Pigai, Yasonna mengingatkan saat ini negara tidak memungkinkan untuk memenuhi keinginan penambahan anggaran sebesar Rp 20 T. Mantan Menkum HAM itu menyebut terdapat hal mendesak lainnya yang harus didahulukan di tengah kondisi keuangan negara yang menghadapi tantangan serius.

Tantangan yang dimaksud Yasonna itu seperti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mengalami defisit sekitar Rp 600 triliun. Sementara di tahun mendatang, utang negara yang jatuh tempo diperkirakan akan mencapai sekira Rp 800 triliun. Belum lagi kondisi ekonomi masih terpengaruh situasi global yang terjadi peperangan.

- Advertisement -

Ari Junaedi pun setuju dengan Yasonna yang menilai semestinya menteri-menteri Kabinet Merah Putih bisa sejalan dengan visi misi Presiden Prabowo, dalam hal ini terkait efesiensi anggaran. “Restrukturisasi postur kabinet yang semakin ‘gemoy’ tidak serta merta turut menghabiskan porsi APBN,” ungkap Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Institute tersebut.

“Harusnya menteri-menteri baru punya pola pemahaman yang sama akan tugas Presiden Prabowo Subianto yang sangat berat di awal pemerintahannya,” sambung Ari.

Menteri Pigai telah mengungkapkan alasan kenapa ia ingin anggaran kementeriannya bertambah 300 kali lipat. Ia mengaku ingin fokus pada pemantapan struktur dan penataan sistem di Kementerian HAM dalam 100 hari bekerja di Kabinet Merah Putih yang dipimpin Presiden Prabowo.

Pigai juga menyebut akan membuat program sosialisasi dan kesadaran HAM tingkat desa di 79 ribu desa dengan personel 20 orang setiap desanya. Selain itu, Kementerian HAM disebut ingin mendirikan Universitas Hak Asasi Manusia dengan jurusan ekonomi, sosial, budaya dan pusat laboratorium HAM.

Ari pun menyebut permintaan Pigai terlalu ugal-ugalan, apalagi anggaran negara akan banyak keluar untuk program MBG (Makan Bergizi Gratis) yang menjadi prioritas Presiden Prabowo. “Alih-alih meminta anggaran yang ‘ugal-ugalan’ di saat beban berat APBN tersedot untuk program MBG (Makan Bergizi Gratis), harusnya Pigai menyadari saran dari Yasonna sebagai anggota legislatif yang pernah menjadi Menteri Hukum dan HAM sehingga paham dengan seluk beluk penganggaran,” paparnya.

Ari lalu membandingkan permintaan Rp 20 T yang diajukan Pigai dengan anggaran Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman yang hanya Rp 5 Triliun pada 2025. Padahal Kementerian ini diminta membangun 3 juta rumah. “Untung kita memiliki anggota dewan yang mengingatkan pentingnya penyusunan program terlebih dahulu dari sebuah kementerian baru,” sebut pengajar program Pascasarjana di berbagai universitas di tanah air termasuk di Universitas Indonesia (UI) itu.

Ari menambahkan, ‘warning’ DPR sangat diperlukan sebagai bentuk kontrol lembaga legislatif. Menurutnya, DPR mampu membuktikan tidak terbawa romantisme pemerintahan baru. “Saya tidak membayangkan jika DPR asal setuju dan terbawa dengan suasana bulan madu pemerintahan baru yang baru seumur jagung jika semua permintaan kementerian baru diluluskan,” ungkap Ari.

“Jika DPR terus mengingatkan permintaan-permintan eksekutif yang terkesan asal maka rakyat terpuaskan dengan fungsi kontrol yang dijalankan DPR,” imbuhnya.

Ari juga menyoroti kekhawatiran Yasonna atas perbedaan pernyataan Menteri Pigai dengan Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra sebagai ‘induk semang’ Kementerian HAM. Yasonna mengingatkan pentingnya koordinasi dengan kementerian dan lembaga lain agar tak mengganggu stabilitas dalam pengambilan keputusan. “Ini merupakan arahan nyata dari pihak legislatif agar kementerian baru menjalankan tupoksinya dengan benar,” tegas Ari.

Sebelumnya, peringatan yang sama juga sempat disampaikan Wakil Ketua Komisi XIII DPR Andreas Hugo Pareira. Ia menilai sebaiknya Pigai terlebih dahulu berkoordinasi dengan internal pemerintahan sebelum mengungkapkan keinginannya ke publik, apalagi tambahan anggaran yang diminta sangat fantastis. “Menteri ini kan prinsipnya adalah pembantu Presiden, ketika dia menerima penugasan dari presiden, seharusnya dibicarakan dan dibahas dulu dalam rapat koordinasi internal dengan Menteri koordinatornya,” kata Andreas Pareira, Kamis (24/10).

Pimpinan Komisi di DPR yang membidangi urusan hukum dan HAM itu juga menganggap permintaan Menteri Natalius Pigai tersebut agak kurang relevan. Mengingat, kata Andreas, anggaran untuk tahun 2025 sudah ditetapkan atas pembahasan bersama antara Pemerintah dan DPR. “Karena kan anggaran sudah ditetapkan. Setiap kenaikan yang signifikan pada satu kementerian akan mengurangi ruang anggaran bagi kementerian lain atau sektor yang juga memerlukan dana besar seperti pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur,” urainya.

Kendati Menteri HAM telah menjelaskan bahwa tambahan anggaran tersebut guna mendukung dan memastikan program prioritas Presiden Prabowo yaitu makan bergizi gratis hingga pembangunan 3 juta rumah bagi rakyat sesuai dengan nilai-nilai HAM, Andreas menekankan semua harus diperhitungkan dengan matang dan diselaraskan dengan tujuan jangka panjang Pemerintahan Presiden Prabowo.

“Mengingat banyaknya sektor yang memerlukan perhatian termasuk ketahanan pangan, infrastruktur, dan penanganan kemiskinan, peningkatan anggaran Kementerian HAM harus diperhitungkan dengan presisi dan menerapkan skala prioritas,” tegas Andreas.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER