MONITOR, Jakarta – Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Kementerian Agama membahas usulan rancangan kebijakan Omnibus Law pengelolaan zakat untuk penanggulangan kemiskinan. Usulan ini dibahas bersama Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri Kemenag, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Perwakilan Lembaga Amil Zakat Infak Sedekah Nahdlatul Ulama, dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) di Jakarta, Senin (12/8/2024).
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Waryono menyampaikan, pengelolaan zakat merupakan salah satu upaya strategis dalam menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, zakat harus dikelola secara efektif dan efesien sesuai dengan prinsip syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabel.
“Ke depan, Kemenag akan melakukan sinkronisasi data sasaran/binaan LAZ dengan data kemiskinan seperti sistem Regsosek untuk memastikan akurasi dan efektivitas dalam pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Hal ini juga dilakukan untuk mengetahui secara pasti berapa dan siapa orang yang terentaskan kemiskinannya melalui program kemanusiaan dan program zakat produktif,” ujar Waryono.
Waryono menambahkan, pendistribusian zakat ke depan akan dilakukan berdasarkan lokus yang ditetapkan. “Jika secara normatif terpenuhi, berarti sisanya adalah untuk pendayagunaan, sehingga lebih terencana dan terintegrasi,” tambahnya.
Kasubdit Akreditasi dan Audit Lembaga Zakat, Syauqi menjelaskan, zakat merupakan wujud komitmen negara dalam menjamin kemerdekaan beragama, memerangi kemiskinan, serta mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.
Kebijakan berupa empat Rancangan Peraturan Menteri Agama (RPMA) tentang tata kelola zakat yang tergabung dalam satu Omnibus Law disiapkan untuk memperkuat kebijakan yang lebih berorientasi pada penanggulangan kemiskinan. Empat RPMA tersebut adalah Rancangan Peraturan Menteri Agama tentang Tata Kelola Zakat, RPMA tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah, RPMA tentang Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif, dan RPMA tentang Unit Pelaksana BAZNAS.
Syauqi menambahkan, usulan rancangan kebijakan ini menggunakan metode ROCCIPI (Rule, Opportunity, Communication, Interest, Process, Ideology). Metode ini membuka jalan pembahasan terhadap perilaku sosial yang bermasalah, yakni tata kelola zakat yang belum fokus pada upaya penanggulangan kemiskinan. “Dalam waktu dekat juga akan dilakukan pembahasan bersama BAZNAS dan LAZ untuk mendapatkan masukan dan pengayaan perspektif sebelum disampaikan secara resmi kepada Biro Hukum Kementerian Agama,” tambahnya
Salah satu peran Kementerian Agama, lanjut Syauqi, adalah melaksanakan pengawasan terhadap BAZNAS dan LAZ. Model pengawasan ke depan akan menggunakan sistem pengawasan berbasis elektronik. “Sistem yang masih berupa rancangan ini diharapkan menjadi inovasi dalam meningkatkan akuntabilitas dan memberi nilai tambah kinerja pengelolaan zakat. Sistem ini ditaksir dapat menghemat anggaran negara dan jauh lebih efektif dalam melakukan kinerja pengawasan,” pungkas Syauqi.