MONITOR, Jakarta – Kepemimpinan digital menjadi issu penting di era teknologi digital, di tengah hampir semua urusan kehidupan tak bisa dilepaskan dari layanan digital. Sejalan dengan tantangan yang dihadapi organisasi pemerintahan yang kian kompleks, membutuhkan cara-cara cepat dan solutif.
Kementerian Agama menjadi salah satu panglima dalam transformasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Kemenag kini menjadi rujukan dalam tata kelola kelembagaan yang modern dan adaptif di era supremasi digital. Berbagai prestasi multi-bidang didapatkan, buah dari kerja inovatif dan visioner, Sang Pemimpin Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas (Gus Men).
Di tangan Gus Men, Kemenag mengusung reformasi birokrasi dan perbaikan tata kelola pemerintahan (good governance), melalui transformasi digital. Hasilnya, Kemenag mampu berevolusi menjadi Kementerian yang transparan, dengan layanan yang murah, cepat, dan akuntabel. Wajar jika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengganjar predikat Opini Wajar Tanpa Pengeceualian (WTP) empat tahun berturut-turut.
Pada Mei 2024, Kemenag menerima penghargaan Digital Government Award dari Presiden Joko Widodo untuk kategori Instansi dengan Peningkatan SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) Signifikan. Penghargaan diberikan bersamaan dengan SPBE Summit 2024 dan Peluncuran GovTech Indonesia di Istana Negara. Pasalnya pada tahun 2023, mengalami peningkatan indeks SPBE yang sangat signfikan. Indeks SPBE Kemenag mencapai kenaikan yang paling tinggi, mencapai 3,58 point naik sekitar 1,32 point, dari kategori cukup menjadi sangat baik.
Sebagai Kementerian yang memiliki Satuan Kerja terbanyak, Kemenag dinilai berhasil menjadi instansi yang mampu menghadirkan inovasi digital, melalui Pusaka Super Apps, sebagai aplikasi yang mengintegrasikan beragam layanan keagamaan. Layanan berbasis teknologi informasi telah memudahkan akses umat, mulai dari Sistem Informasi Pencatatan Nikah (Simkah), Si-Halal, Siskohat, Qur’an Kemenag, Ustadz Kita, EMIS, Satu Data Kementerian Agama, dan beragam aplikasi lainnya.
Saat ini, PUSAKA Super Apps juga memuat beragam layanan keagamaan, mulai Kitab Suci Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu, akses program bantuan, data rumah ibadah, dan lainnya. Aplikasi ini memberikan kemudahan layanan kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan apresiasi yang diberikan oleh Anugerah Times Indonesia (ATI) 2023 lalu, yang mendudukan Kemenag sebagai Best Digital Innovation kategori Nasional. Bahkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mendapat penghargaan detik.com Awards 2023, kategori Tokoh Transformasi Digital Pelayanan Keagamaan.
Merespon beragam capaian bidang transformasi digital tersebut, Kemenag menjadi salah satu tauladan dalam reproduksi kepemimpinan digital, baik secara personal maupun kelembagaan. Pemimpin pada setiap sektor dan jenjang dengan kecakapan literasi digital, dan filosofi kelembagaan keagamaan yang rahmatan lil alamin. Sehingga, dapat mengelola kelembagaan secara futuristic dengan tetap mempertahankan tradisi keagamaan dan kearifan lokal.
Visi Indonesia Digital 2045
Salah satu ikhtiar negara dalam penguatan transformasi digital adalah dengan merumuskan Visi Indonesia Digital (VID) 2045. VID 2045 merupakan strategi konkret Pemerintah untuk mencapai target nasional jangka panjang, mewujudkan Indonesia Emas 2024, melalui tiga pendekatan, yakni ekosistem, sektoral dan kewilayahan.
Sudah jamak diketahui bahwa pada awal tahun 2023, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 78.19% meningkat 1.17% dari tahun sebelumnya. Penggunaan jumlah mobile connection meningkat sebesar 3.6% sejak terjadi pandemic COVID-19. Terlihat juga dari jumlah pengguna sosial media aktif, yang meningkat sampai dengan 12,6%. Tren peningkatan jumlah mobile connection juga terlihat di beberapa negara Asia Tenggara lain seperti Malaysia (2.9%), Thailand (4.1%), dan Filipina (4.6%)
Dalam menyediakan internet yang semakin berkualitas, selama tiga tahun terakhir, penyelenggara layanan telekomunikasi juga aktif memperluas cakupan 4G di lebih banyak wilayah. Hingga tahun 2022, 89% populasi Indonesia telah memiliki akses pada sinyal minimal 4G.
Dalam mengantisipasi perkembangan teknologi digital sekaligus merealisasikan aspirasi digital Indonesia di tahun 2045, diperlukan persiapan dan perencanaan diberbagai sektor secara matang. Juga orkstrasi seluruh komponen pembangunan digital sebagaimana tertuang dalam kerangka Visi Indonesia Digital 2045 yang disokong oleh pilar, yakni: 1) Pemerintahan digital yang modern dan responsive, 2) Ekonomi digital, untuk menciptakan ekonomi inovatif berbasis teknologi digital, dan 3) masyarakat digital yang berdaya dan berbudaya.
Pada saat yang sama, para penyelenggara pemerintahan, termasuk Kemenag perlu memahami tuntutan pelayanan publik yang cepat, transparan, dan akuntabel sehingga meningkat kualitas pelayanannya. Berbagai upaya organisasi dalam pelayanan publik perlu didukung oleh proses digitalisasi yang terkait dengan sistem, infrastruktur, bisnis proses, kelembagaan dan pengembangan kompetensi SDM.
Resiliensi Kelembagaan
Istilah resiliensi dikenalkan pertama kali pada tahun 1950-an oleh Blok dengan nama ego-resiliency (ER). ER diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal. Meningkatkan resiliensi merupakan hal yang penting, karena dapat memberikan pengalaman bagi individu dalam menghadapi permasalahan dan kesulitan, (Benard, 2004).
Orang yang bekerja pada Kementerian besar yang memiliki masalah kompleks seperti Kemenag, kemampuan ER sangat penting. Kerap kali banyaknya pekerjaan yang harus segera selesai mengharuskan kita menyesuaikann diri dengan cepat dan daya tahan secara fleksibel. Belum lagi pengawasan yang tajam dari public, apakah atas dasar panggilan profesionalitas, idiologi, politik, trust sosial-budaya dan lain sebagainya.
Seorang Aparatur Sipil Negara, dari jajaran yang paling tinggi ke yang rendah harus memiliki kapasitas resilensi. Daya tahan yang terus dipupuk, sehingga akan menjadikan kelembagaan Kementerian menjadi kuat, dapat bersaing dengan pihak lain. Wolin dan Wolin (1993) memberikan resep, dengan tujuh aspek utama, yang mendukung individu dalam praktik tata kelola kelembagaan untuk resiliensi, yaitu: Pertama, Insight: yaitu proses perkembangan individu dalam merasa, mengetahui, dan mengerti masa lalunya untuk mempelajari perilaku-perilaku yang lebih tepat;
Kedua, Independence: yaitu kemampuan untuk mengambil jarak secara emosional maupun fisik dari sumber masalah (lingkungan dan situasi yang bermasalah); Ketiga, Relationships, yaitu individu yang resilien mampu mengembangkan hubungan yang jujur, saling mendukung dan berkualitas bagi kehidupan, memiliki role model yang baik; Keempat, Initiative, yaitu keinginan yang kuat untuk bertanggung jawab terhadap hidupnya;
Kelima, Creativity, yaitu kemampuan memikirkan berbagai pilihan, konsekuensi, dan alternatif dalam menghadapi tantangan hidup; Keenam, Humor, yaitu kemampuan individu untuk mengurangi beban hidup dan menemukan kebahagiaan dalam situasi apapun dan Ketujuh, Morality, merupakan kemampuan individu untuk berperilaku atas dasar hati nuraninya, sehingga berkontribusi membantu orang yang membutuhkan.
Pendekatan kepemimpinan digital, akan menjadikan orang mempunyai resilensi yang bagus dalam mengelola kelembagaan. Menjadi efektif dan efisien dalam melahirkan kebijakan dan program untuk masyarakat. Pada gilirannya Lembaga yang kita pimpin mempunyai keunggulan dan dapat bersaing dengan Lembaga lain. Citra positif atas keberhasilan image building publik, akan didapatkan oleh Kemenag.
OL dan Kawah Candradimuka
Organisasi yang mahir kata David Garvin, adalah organisasi yang menciptakan, memperoleh, menginterpretasikan, mentransfer, mempertahankan pengetahuan (learning what they do) dan secara sengaja mengubah perilakunya untuk merefleksikan pengetahuan dan pemahaman yang baru (doing what we know).
Dalam pengamatan penulis, Kemenag sedang berbenah menjadi organisasi yang mahir dan lincah. Mewujudkan manajemen dan tata kelola baru dengan mengedepankan cara-cara digital. Hal ini tercermin dari pelbagai layanan yang disediakan, infra struktur yang di bangun juga kultur dan tradisi yang mendukungnya. Kita mengenalnya dengan istilah transformasi digital layanan umat.
Agar model kepemimpinan digital dapat efektif menjadi habit, Kemenag bisa bermetamorfosis menjadi organisasi pembelajar (learning organization), layaknya kawah candradimuka untuk melahirkan ASN yang berkarakter, professional dan memiliki kepedulian yang tinggi kepada masyarakat.
LO untuk pertama kali dikenalkan oleh Peter Senge dalam “The Fifth Dicipline”, sejak 1920-an dan baru berkembang sejak 1980-an. Peter Senge mengatakan bahwa organisasi pembelajar adalah bekerja sebagai proses belajar berkelanjutan. LO adalah berkaitan dengan kualitas manajemen dan pemberdayaan SDM, prosedur, tujuan kerja, solusi masalah pelanggan. Selain itu LO harus fleksibel menghadapi permasalahan, membangun kolaborasi, dan menetapkan standar kinerja; Tanggap/responsif terhadap peluang bisnis juga tak kalah penting yang diimbangi dengan cepat, tepat, terjangkau.
Siapapun yang ada di dalamnya harus memiliki kesadaran bahwa Kemenag adalah Organisasi Pembelajar yang baik, karena para pemimpinnya memiliki prinsip yang di junjung tinggi dan dijalankan. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: (1). Setiap orang adalah pembelajar (everyone is a learner); (2). Manusia belajar dari sesamanya (people learn from each other); (3). Bisa melakukan perubahan karena belajar (learning enable change for bettermen); (4). Belajar terus menerus, melihat ke dalam dan keluar (learning is continous adn inward & outward looking); (5). Belajar adalah pencapaian, bukan pengeluaran (learning is an achievement, not an expense).
Buku Pedoman Pelatihan Kepemimpinan Nasional II (2021) – yang menjadi rujukan penulis dalam mengikuti PKN – merekomendasikan bahwa implementasi kepemimpinan digital diwujudkan melalui beberapa tahapan, yaitu:
Pertama, Digitalisasi (digitizing). Merupakan proses konversi dari bentuk cetak, video maupun audio menjadi bentuk digital. Proses digitalisasi mengubah hampir semua sektor dengan menghadirkan model bisnis baru, memperkenalkan produk dan layanan yang inovatif, dan memanfaatkan teknologi digital pada semua sektor.
Beberapa contoh yang dilakukan Kemenag dalam mengimplementasikan digitalisasi adalah tata naskah dinas secara online, learning management system (LMS), online/distance learning, digitalisasi layanan penyelenggaraan haji dan umroh, pengelolaan bantuan dan lain-lain.
Kedua, Implementasi Digital. Implementasi digitalisasi antara lain adalah pemanfaatkan Artificial Intelligence (AI) dan big data untuk percepatan perizinan, demand forecasting/inventory planning dalam rantai produksi, dan untuk pengambilan keputusan. Pemimpin memegang peranan penting karena transformasi digital merupakan transformasi organisasi yang efisiensi, produktivitas, kualitas pelayanan menjadi target utama organisasi.
Digitalisasi organisasi membutuhkan pemimpin yang mengakui transformasi digital sebagai perubahan paradigma fundamental dan strategis, sambil menanamkan budaya yang mendukung perubahan, sekaligus memungkinkan strategi menyeluruh organisasi (Hemerling et al., 2018).
Kepemimpinan digital yang dilakukan oleh Kementerian Agama berorientasi pada semua bidang layanan yang dimiliki, baik layanan kegamaan, pendidikan, pengawasan, pendidikan dan pelatihan, haji dan umroh, juga beragam riset pada Perguruan Tinggi Keagamaan. Kepemimpinan digital berorientasi pada upaya adaptasi kebaharuan teknologi digital dan perbaikan layanan. Sehingga masyarakat mendapatkan kemudahan dan kepuasan layanan yang diberikan.
Di era supremasi digital, stakeholder Kementerian Agama menyadari pentingnya pengembangan kompetensi digital, melalui penguatan Kemenag sebagai LO. Aktor-aktor penting pemegang kebijakan pada Kemenag harus terdidik secara kompeten. Jika kita merujuk The European Commision’s, maka komponen kompetensi digital, memiliki beberapa area, yaitu informasi dan data literasi, komunikasi dan kolaborasi, Kreasi pembuatan konten digital, keamanan, dan pemecahan masalah.
Ketiga, Perlunya penguatan moralitas/arakter insan-insan sebagai pelaku kepemimpinan digital. Teknologi harus dimaknai sebagai wasilah bukan tujuan, sehingga faktor manusia tetap memegang peran utama dalam arus transformasi digital. Manusia adalah otak dalam memproduksi konten-konten digital. Jika manusianya kering dan miskin gagasan, majunya teknologi digital tidak akan berperan apa-apa. Karena kita menyadari, jika teknologi kering akan agama hanya akan menghadirkan cerita-cerita nestapa bagi kemanusiaan.
Kemenag di bawah kepemimpinan Gus Men Yaqut Cholil Qaumas, menyadari betul bahwa faktor manusia memegang peran penting untuk mengoptimalkan model kepemimpinan digital; Semua yang ada di dalamnya, harus berkomitmen, meningkatkan kapasitas dan kualitas, serta mengembangkan kultur yang memungkinkan praktek-praktek birokrasi berbasis digital.
Kepemimpinan digital harus dipersiapkan sejak dini, mulai dari pendidikan dasar hingga jenjang perguruan tinggi. Karena arah pembangunan bangsa, akan tercapai dengan baik, jika para pemimpin sebagai aktor utama penentu pembangunan memailiki komitmen. Perubahan terus terjadi, kita harus ubah manusianya dari mulai paradigma berfikir dan cara-cara bersikap menghadapi teknologi digital. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Penulis : Ruchman Basori, Peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II, Angkatan XXVII Tahun 2024
dan Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)