MONITOR, Jakarta – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua Dewan Pembina Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (HIMPERRA) Bambang Soesatyo mendukung apabila Presiden Terpilih Prabowo Subianto akan melakukan pemisahan Kementerian PUPR menjadi dua kementerian tersendiri, yakni Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Pekerjaan Umum. Sehingga bisa mempercepat realisasi pembangunan 3 juta unit rumah rakyat yang menjadi salah satu program unggulan pemerintahan Prabowo – Gibran.
Bamsoet juga mengajak pemerintah untuk mengkaji kembali terkait aturan kepesertaan dan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) agar tidak terus menerus menimbulkan pro kontra di masyarakat. Khususnya terkait iuran 3 persen yang terbagi menjadi 2,5 persen ditanggung pekerja dan 0,5 persen ditanggung perusahaan pemberi kerja.
“Untuk merealisasikan 3 juta unit rumah rakyat per tahun, pemerintah bisa melakukannya tanpa perlu memberatkan masyarakat. Misalnya melalui pemanfaatan sumber pendanaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan. Sesuai aturan, maksimal 30 persen atau sekitar 138 triliun dari total JHT sebesar Rp 460 triliun dapat digunakan untuk program perumahan pekerja. Cara lainnya yakni pembentukan dana abadi perumahan rakyat, dengan cara dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) yang mencapai Rp 25 triliun diinvestasikan dengan skema dana abadi, sehingga jumlah pembangunan rumah yang dibantu bisa meningkat,” ujar Bamsoet dalam Pengukuhan Pengurus Pusat HIMPERRA sekaligus Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, di Gedung Nusantara V Komplek MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (29/5/24).
Hadir antara lain, Ketua Umum HIMPERRA Ari Tri Proyono, Sekretaris Jenderal HIMPERRA Andi Anzhar Cakra Wijaya, serta segenap jajaran Pengurus DPP dan DPD HIMPERRA seluruh Indonesia Masa Bakti 2024-2028.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, saat ini saja, perusahaan dan pekerja sudah menghadapi banyak potongan. Antara lain Pajak Penghasilan (PPh 21); BPJS Kesehatan sebesar 4 persen ditanggung perusahaan dan 1 persen ditanggung pekerja; BPJS Ketenagakerjaan JHT sebesar 3,7 persen ditanggung perusahaan dan 2 persen ditanggung pekerja; BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiun sebesar 2 persen ditanggung perusahaan dan 1 persen ditanggung pekerja.
“Pasal 28H ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Ketentuan Konstitusi ini menegaskan, bahwa rumah adalah kebutuhan fundamental rakyat yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi. Sehingga dalam mewujudkannya jangan sampai justru memberatkan rakyat,” jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, faktanya berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) sekitar 15,21 persen rumah tangga di Indonesia belum memiliki rumah. Disamping itu, sekitar 36,85 persen dari penduduk Indonesia tinggal di rumah tidak layak huni. Backlog (kekurangan pemenuhan kebutuhan) perumahan saat ini juga sudah mencapai 12,7 juta unit.
“Padahal jika didukung, sektor perumahan memiliki peran penting untuk mendongkrak pertumbuhan perekonomian nasional. Dalam berbagai kajian, sektor perumahan dan turunannya mampu memberikan andil hingga 15 persen dalam angka pertumbuhan ekonomi nasional. Karena selain memiliki nilai investasi yang signifikan, juga mampu menyerap banyak tenaga kerja. Disamping mendorong distribusi pendapatan masyarakat, mengingat industri sektor perumahan bersifat padat karya,” pungkas Bamsoet.