Jumat, 22 November, 2024

Respons Perubahan, GTK Madrasah Diminta Kembangkan Pembalajaran Kontekstual

MONITOR, Jakarta – Dunia pendidikan mengalami perubahan yang sangat cepat. Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah harus mampu merespons dengan mengembangkan pembelajaran kontekstual yang lebih efektif.

Pesan ini disampaikan Direktur GTK Madrasah pada Ditjen Pendidikan Islam, Kemenag, Thobib Al Asyhar, dalam seminar nasional “Meningkatkan Kompetensi GTK Menyongsong Kurikulum Nasional” di Sleman, Minggu (21/4/2024).

Seminar ini iselenggarakan PCNU dan Pengurus Maarif NU Kabupaten Sleman di Pesantren Anwar Futuhiyyah, Sleman Yogyakarta.

Menurutnya, perubahan dunia mengharuskan seluruh stakeholders madrasah melakukan langkah penting dan strategis agar proses pendidikan tetap relevan, mendalam, dan komprehensif dalam membekali anak didik.

- Advertisement -

“Dinamika ini harus direspons serius oleh para guru dan kepala madrasah sehingga dapat membekali anak didik dengan baik dan tepat,” tegasnya.

Mantan sekretaris Menteri Agama ini juga menyinggung soal penerapan kurikulum merdeka yang menjadi kurikulum nasional. Menurutnya, kebijakan Kemendikbud terkait kurikulum merdeka, merdeka belajar, dan merdeka mengajar harus ditanggapi secara positif oleh guru dan kepala madrasah.

Jika dilihat secara seksama, lanjut Thobib, urgensi kurikulum merdeka (merdeka mengajar dan merdeka belajar) dilatarbelakangi adanya krisis pembelajaran bangsa ini yang perlu pemulihan secara serius. Setidaknya ada tiga poin pokok kenapa kurikulum merdeka penting. Pertama, penyampaian materi pembelajaran bersifat esensial, sehingga insight anak didik bisa lebih mendalam. Kedua, mengembangkan soft skill dan karakter anak didik melalui profil pelajar Pancasila.

“Ketiga, pembelajaran dilaksanakan secara lebih fleksibel, baik untuk anak didik maupun guru dengan tetap menjaga kualitas capaian pembelajaran,” tutur mantan Kasubdit Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat pada Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam ini.

Thobib yang dosen Psikologi Islam SKSG UI ini menambahkan, penerapan merdeka belajar dan merdeka mengajar, sejalan dengan warisan tradisi pendidikan Islam. Dalam pendidikan Islam, anak didik ditempatkan sebagai subjek, bukan objek pendidikan secara pasif.

“Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata: ‘allimu auladakum bighairi ilmikum fa-innahum khuliqu lizamani ghairi zamanikum. Ajarilah anak-anak kalian tidak dengan cara dan ilmu kalian, karena mereka memiliki perilaku sesuai dengan konteks zamannya,” paparnya.

“Ajaran Sayyidina Ali bin AbibThalib ini jelas menggambarkan tentang pentingnya pendidikan dan proses pembelajaran anak perlu disesuaikan dengan konteks zaman yang lebih kreatif dan inovatif. Spirit Merdeka Belajar dan Merdeka Mengajar bisa dibilang mirip dengan konsep yang dimaksud Ali bin Abi Thalib tersebut,” sambungnya.

Seminar nasional ini dihadiri sekitar 200 guru dan kepala madrasah di bawah binaan Maarif NU Kabupaten Sleman, mulai dari RA, MI, MTs, hingga MA. Hadir juga peserta dari Kulonprogo Jogjakarta. Hadir juga Kepala Kemenag Kabupaten Sleman, Sidik Pramono, dan pengasuh pesantren Anwar Futuhiyyah, KH. Muhammad Labib Anwar.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER