MONITOR, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan pemerintah menghimbau fasilitas publik seperti lapangan yang dikelola Pemda agar dibuka dan diizinkan untuk tempat salat Idul Fitri jika ada ormas atau kelompok masyarakat yang ingin menggunakannya.
“Pemda diminta untuk mengakomodasi. Kita harus membangun kerukunan meski berbeda waktu hari raya,” ujar Mahfud MD menanggapi polemik penolakan izin fasilitas umum oleh pemerintah daerah belakangan ini, Rabu (19/4/2023).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menjelaskan, perbedaan waktu hari raya sama-sama berdasar Hadits Nabi, “Berpuasalah kamu jika melihat hilal (bulan) dan berhari rayalah jika melihat hilal” (Shuumuu biru’yatihi wa afthiruu birukyatihi).
“Maksudnya setelah melihat hilal tanggal 1 bulan Hijriyah. Melihat hilal bisa dengan rukyat, bisa dengan hisab,” jelasnya.
Mahfud menjelaskan rukyat adalah melihat dengan mata/teropong seperti praktik zaman Nabi. Sedangkan hisab adalah melihat dengan hitungan ilmu astronomi. Rukyat tentu didahului dengan hisab juga untuk kemudian dicek secara fisik.
“NU dan Muhammadiyah sama-sama berhari raya pada tanggal 1 Syawal. Bedanya hanya dalam melihat derajat ketinggian hilal. Jadi cara memahami secara sederhana begini. NU dan Muhammadiyah sama-sama berhari raya tanggal 1 Syawal, hanya beda pilihan ukuran ufuk. Sama juga, misalnya, ummat Islam sama-sama melaksanakan salat dzuhur saat matahari lengser ke arah barat sekitar jam 12.00. Tetapi yang satu salat jam 12.00, yang satu salat jam 13.00. Sama benarnya, tak perlu ribut,” tandas Mahfud MD.