MONITOR, Jakarta – Parlemen Indonesia idealnya diisi oleh kalangan profesional. Sebab, kalangan ini diyakini dapat menjadikan parlemen menjalankan fungsi konstitusional dengan baik. Untuk mewujudkan hal tersebut, musisi Anang Hermansyah menyarankan agar perlu dilakukan langkah-langkah konkret.
Anggota DPR Periode 2014-2019 ini menyatakan, idealnya DPR diisi oleh kalangan ahli di berbagai sektor publik. Tujuannya, kata Anang, agar DPR dapat menjalankan fungsi konstitusionalnya dengan baik dan maksimal.
“DPR harus diisi oleh kalangan ahli. Tentu DPR tetap diisi oleh kalangan politisi,” ujar Anang di Jakarta, Selasa (22/6/2021).
Musikus asal Jember ini menguraikan secara teoritis, parlemen di era modern berasal dari tiga sumber yakni perwakilan partai politik (political representation), perwakilan daerah (teritorial representation) dan perwakilan para ahli (functional representation).
“Nah, wakil dari para ahli itu sejatinya merupakan functional representation,” kata Anang.
Dalam praktik parlemen di Indonesia, Anang menguraikan, hanya diwakili dari dua sumber saja yakni perwakilan partai politik (DPR RI) dan perwakilan daerah (DPD RI). “Namun, dalam praktiknya, perwakilan dari partai politik dan perwakilan daerah tidak jarang juga diisi oleh kalangan ahli. Tapi sifatnya tidak by design, hanya kebetulan saja,” tambah Anang.
Akibatnya, kata Anang, wajah parlemen di Indonesia lebih kuat di sisi politiknya yang merupakan representasi kekuatan partai politik. Namun lemah dari perdebatan substansial yang fokus pada pokok persoalan. “Sebut saja, saat saya di DPR membahas RUU Permusikan, pembahasannya betul-betul perkara substansi permusikan. Sama sekali tidak menyentuh pada urusan kepentingan partai. Bahwa prosesnya melalui jalur politik, itu sebuah keniscayaan,” tegas Anang.
Karena itu, Anang mengusulkan agar sumber rekrutmen anggota Parlemen kembali dibuka untuk kalangan ahli atau profesional. “Saya kira perlu ada design besar agar parlemen diisi oleh kalangan profesional. Salah satu mekanisme yang bisa dilakukan dengan melakukan amandemen konstitusi dengan memasukan kalangan profesional/ahli sebagai perwakilan dalam parlemen,” tegas Anang.
Menurut dia, skema yang pernah terjadi sebelum amandemen konstitusi paska reformasi dengan keberadaan Utusan Golongan di parlemen sebagai upaya pendiri bangsa untuk memberikan ruang di parlemen diisi oleh perwakilan fungsional. “Desain konstitusional para pendiri bangsa itu sagat visioner dengan memasukan utusan golongan sebagai salah satu sumber dari Parlemen,” cetus Anang.
Menurut dia, pikiran untuk mengembalikan perwakilan fungsional ini secara konstitusional sah-sah saja dilakukan sebagaimana tertuang dalam Pasal 37 UUD 1945 yang mengatur perubahan UUD 1945.
“Ide ini sama sekali tidak haram, diperkenankan untuk dimasukkan dalam perubahan UUD 1945,” tandas Anang.