MONITOR, Jakarta – Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Donny Gahral, mengungkapkan bahwa sikap pemerintah terhadap Front Pembel Islam (FPI) harus menjadi peringatan bagi semua organisasi bahwa hukum adalah panglima di Indonesia.
“Tidak bisa ada organisasi yang berbuat semaunya. Harus taat hukum, taat aturan dan yang paling penting menjadikan Pancasila sebagai patokan utama,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Rabu (30/12/2020).
Donny menyampaikan, aktivitas organisasi seharusnya tidak merusak persatuan, mengesampingkan demokrasi dan selalu menghormati martabat manusia.
Pelarangan terhadap FPI, menurut Donny, harus menjadi peringatan agar sebuah organisas tidak menjadi sebuah kelompok yang menjadikan kekerasan sebagai landasan aktivitasnya.
Donny menegaskan, pelarangan FPI juga harus menjadi efek kejut bagi semua organisasi atau bakal organisasi yang hendak menjadikan kekerasan sebagai landasan aktivitasnya, berbuat semaunya dan mengangkangi hukum.
“Mereka tidak bisa dibiarkan. Ini juga tindakan tegas dari Presiden Jokowi setelah pembubaran HTI. HTI dibubarkan karena ingin mengganti dasar negara. Sekarang FPI (dibubarkan). Ketegasan presiden terhadap kelompok-kelompok radikal saya kira patut diapresiasi,” ujarnya.
Lagi pula, Donny mengatakan, sejak Juni 2019 lalu, FPI sudah tidak memiliki Surat Keterangan Terdaftar. Artinya, menurut Donny, secara hukum FPI tidak memiliki izinnya lagi.
Donny menuturkan, pemerintah akan melihat pergerakan dari ormas ataupun bakal ormas lain. Sebab FPI punya rekam jejak yang cukup panjang, mulai dari praktik-praktik persekusi, sweeping, hingga ujaran kebencian yang menjadi tradisi mereka.
“Jadi ini tidak bisa dibiarkan ada kelompok yang seolah meletakkan dirinya di atas hukum,” katanya.