MONITOR, Jayapura – Ketua Presidium Putra-Putri Pejuang Pepera (P5), Yanto Khomlay Eluay, meminta kepada Ketua Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat (United Liberation Movement for West Papua/ULMWP) Benny Wenda untuk tidak mencari sensasi dengan mengorbankan rakyat Papua.
Hal itu disampaikan Yanto dalam acara Deklarasi ‘Pemuda Papua Bangkit’ dan Refleksi Akhir Tahun yang digelar di pendopo kediamannya di kawasan Sentani, Jayapura, Papua, Jumat (4/12/2020).
“Dalam menyikapi manuver Saudara Benny Wenda dan rekan-rekannya di mana pun mereka berada yang masih mencari sensasi dengan mengorbankan rakyat Papua. Perbedaan ideologi dipupuk oleh perbedaan ras dan agama dalam konteks kita sebagai Warga Negara Indonesia,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima MONITOR, Jakarta, Sabtu (5/12/2020) malam.
“Ekspektasi ini ibarat benih yang terus ditaburkan, bertumbuh dan berbuah, seakan-akan tujuan kita hidup di dunia ini hanya untuk memperjuangkan kemerdekaan sebagai bangsa sendiri,” kata Yanto yang merupakan Ondofolo Kampung Sereh Sentani itu.
Yanto kemudian menyebutkan adanya keyakinan kelompok yang ingin memisahkan diri dari Indonesia, yaitu mati dalam perjuangan adalah mati suci dan menyamakannya dengan perjalanan bangsa Israel keluar dari perbudakan di Mesir.
Hal itu, menurut Yanto, menyebabkan banyak orang Papua mati dengan saling membenci, dendam dan marah terhadap sesama manusia yang berbeda ras dan agama. Yanto menyampaikan, mereka menganggap itu semua sebagai kehendak Tuhan untuk mencapai kemerdekaan.
“Saya pernah berada dalam masa dimana saya berpikir seperti itu. Dalam perenungan hidup, mencari kebenaran sejarah Papua dan melihat masa lalu yang kelam, saya akhirnya mengambil keputusan memulai pergerakan untuk mengakhiri semua itu,” ujarnya.
Yanto pun kemudian mengimbau kepada seluru masyarakat Papua untuk mengakhiri semua itu. Menurut Yanto, sudah cukup masyarakat Papua berjalan dalam lembah kekelaman, penderitaan, tangisan dan air mata.
“Biarlah ini menjadi catatan Sang Pencipta. Mari kita bangkit dari lembah kekelaman, berjalan dalam terang Kristus dan membangun Masyarakat Adat yang bermartabat, mempunyai jati diri, wibawa dan kehormatan di atas tanah Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ungkapnya.
Yanto mengatakan, sejarah kelam masa lalu Papua merupakan suatu proses dalam menuju kehidupan masyarakat Papua yang lebih baik.
“Masa lalu merupakan suatu pengalaman yang berarti untuk menuju masa depan yang lebih baik,” katanya.
Yanto menegaskan bahwa sudah menjadi kewajiban dan tanggungjawabnya sebagai Pimpinan Masyarakat Hukum Adat untuk menyelamatkan dan melindungi masyarakat adat dari semua aspek termasuk mati dan hidupnya.
“Masyarakat Papua jangan mati kelaparan, mati kekurangan gizi, mati karena kebodohan dan lebih khusus mati karena ideologi yang diyakininya,” ujarnya.
Yanto menuturkan, masyarakat Papua sebagai umat beragama di Tanah Injil’, perlu untuk merevolusi iman dalam arti iman mengalahkan semua keinginan daging sebagai manusia biasa. Setiap masyarakat Papua wajib mewujudkan ‘Wajah Kristus’ dalam perilaku hidup dan mendasari hidupnya dengan prinsip mengampuni secara total sebagai refleksi Hukum Tuhan, yakni ‘Kasihilah Sesama Manusia’.
“Dua hal subyektif tersebut yang mendasari pergerakan dan perjuangan saya dalam menyikapi situasi dan kondisi Papua saat ini,” ungkap putra mendiang Ketua Presidium Dewan Papua, Dortheys Hiyo Eluay, itu dengan tegas.
“Selamat menyambut kelahiran Sang Raja Damai saudara-saudaraku setanah Papua, Damai sejahtera untuk kita semua,” kata Yanto menambahkan.