MONITOR, Jakarta – Bawaslu RI memberikan apresiasi terhadap rencana KPU yang akan melaksanakan rekapitulasi elektronik (e-rekap) dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 mendatang.
Meski demikian, Anggota Bawaslu RI M. Afifuddin, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan analisis dan menyampaikan beberapa catatan terhadap Uji Coba Rekapitulasi Elektronik atau E-Rekap yang dilaksanakan di Jakarta, Selasa (25/8/2020), itu.
Pria yang akrab disapa Afif itu menyebutkan, setidaknya ada 11 analisis dan rekomendasi yang telah dihasilkan Bawaslu berdasarkan pengawasan terhadap uji coba e-rekap tersebut.
“Pertama, KPPS harus menulis angka dengan rapi atau menghitamkan kolom angka dalam formulir secara sempurna agar data terbaca secara konsisten dan akurat oleh sistem,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Selasa (25/8/2020).
Kedua, Afif mengatakan, setiap TPS harus memiliki satu akun Rekapitulasi Elektronik. Selain itu, PPK sebagai administrator aplikasi harus mampu membantu KPPS jika mengalami kendala registrasi.
“Registrasi KPPS dan akses bagi pengawas pemilu serta saksi harus selesai sebelum hari-H pemungutan suara,” katanya.
Ketiga, lanjut Afif, uji coba akan sangat relevan jika dilakukan dengan melibatkan pihak yang paling punya keterbatasan jaringan, sumber daya manusia, ketersediaan dan perangkat.
“Dalam uji coba berikutnya, perlu pemeriksaan ketersediaan peladen (server), karena kekuatan ini yang paling menentukan dalam pengiriman data untuk kepentingan validasi,” ujarnya.
Keempat, Afif menyampaikan, Rekapitulasi Elektronik membuat proses penghitungan dan rekapitulasi suara di TPS membutuhkan waktu lebih lama karena tambahan aktivitas menghitamkan lingkaran-lingkaran dalam kolom angka dan mengunggah hasilnya ke sistem.
“Kelima, KPU harus memastikan kesiapan KPPS dalam mengoperasikan sistem ini dengan sosialisasi, pembekalan dan bimbingan teknis (bimtek) agar sistem ini memberikan hasil maksimal,” ungkapnya.
Keenam, menurut Afif, sistem ini berkonsekuensi terhadap penambahan biaya atau anggaran, yaitu untuk penambahan kertas sebanyak minimal empat lembar kertas plano dan kebutuhan peranti atau ponsel yang memenuhi standar kebutuhan sistem.
Ketujuh, Afif menyebutkan, pendidikan pemilih harus dilakukan agar pemilih mengetahui kebijakan KPU dan dengan demikian tidak timbul kegaduhan di tengah publik. Menurut Afif, KPU perlu membangun kepercayaan publik bahwa penggunaan aplikasi ini adalah untuk transparansi dan mengurangi tingkat kesalahan, bukan justru menambah tahapan dan perangkat dalam melakukan rekapitulasi yang menyebabkan hasilnya justru lebih lambat dan mengurangi kemurnian hasil penghitungan suara.
Kedelapan, lanjut Afif, Pasal 111 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan telah memungkinkan penggunaan sistem informasi dalam penghitungan dan rekapitulasi suara. Namun, PKPU Pemungutan dan Penghitungan serta Rekapitulasi Suara belum mengatur mengenai Rekapitulasi Elektronik.
“Untuk itu, penggunaan aplikasi ini harus diatur secara detail dan jelas dalam PKPU,” ujarnya.
Kesembilan, menurut Afif, Bawaslu menilai bahwa rekapitulasi elektronik hanya diterapkan sebagai alat bantu rekapitulasi. Adapun sebagai data utama, tetap merujuk pada rekapitulasi manual yang dilakukan berjenjang.
“Kesepuluh, PKPU harus menegaskan keabsahan data hasil penghitungan dan rekapitulasi suara, berdasarkan formulir C1 plano atau data digital dalam sistem rekapitulasi elektronik atau keduanya,” katanya.
Kesebelas, Afif menambahkan, migrasi data dari sistem manual ke sistem digital mengandung batas kesalahan (margin error) yang cukup tinggi. Hal tersebut berpotensi menimbulkan sengketa.
“Untuk itu, KPU harus mengantisipasi hal tersebut,” ungkapnya.