MONITOR, Jakarta – Belum selesai polemik kasus gagal bayar polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero), kini giliran Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 harus dihadapkan pada kewajiban pembayaran klaim nasabah. Pihak manajemen pun mengungkapkan potensi klaim di tahun 2019 dan 2020 nilainya mencapai Rp9,6 triliun.
Seiring berkembangnya polemik ini, Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912 Bidang Komunikasi menerbitkan surat terbuka yang diinisiasi oleh Keluarga Bumiputera.
Dalam surat tersebut disebutkan, sejak lengsernya Sutikno W. Sjarif dari posisi Direktur Utama AJB Bumiputera, bahwa Direksi bersama Dewan Komisaris sudah berulang kali menyampaikan Program Kerjanya dalam bentuk Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) ke OJK, namun dalam kurun waktu sekitar kurang lebih 1 tahun RPK belum kunjung disetujui.
“Faktanya hingga saat ini belum terdapat sosialisasi Program Kerja dan skema penyelesaian permasalahan Perusahaan ke seluruh organisasi,” demikian isi kutipan dalam surat terbuka Keluarga AJB Bumiputera, yang dikutip MONITOR, Rabu (29/4).
Sementara itu, Direksi mengatasi permasalahan likuiditas dan juga terkait Covid-19 sebagaimana surat Nomor 232/Dir/Int/IV/2020 tanggal 27 April 2020 dengan mempertimbangkan kewajiban-kewajiban lainnya, yaitu pada bulan April 2020 dengan membayarkan sebagian komponen gaji sebesar 75% dan waktu tertunda.
Bagi Keluarga Besar AJB Bumiputera, tertundanya Pembayaran Klaim merupakan persoalan terbesar yang dihadapi, namun sistem antrian sesungguhnya tidak menjawab permasalahan karena memakan waktu yang sangat panjang.
“Program Segregasi telah diupayakan, namun hasilnya belum sesuai harapan terlebih keluar dari masalah inti. Direksi membentuk Chieff Marketing Officer yang illegal dan tidak memenuhi ketentuan, perilaku tidak patut ini menjadi Raport Merah untuk Direksi dan menambah sederetan citra tidak baik dalam Organ Perusahaan,” lanjut paparannya.
Dalam masalah ini, Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912 meminta seluruh Pemegang Polis, Agen dan Agen Koordinator, Pekerja, Peserta RUA, Dewan Komisaris, dan Direksi yang semuanya sebagai Pemangku Kepentingan dan bagian dari Usaha Bersama sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 87 Tahun 2019 harus dapat mendalami tentang Usaha Bersama dan tidak boleh mengabaikan sejarah Panjang, termasuk Pemerintah dan Regulator (OJK) harus menjadi bagian dari upaya penyelamatan sejarah bangsa ini.
“Sikap mutlak dari kita semua dituntut penuh ketulusan dan semangat untuk keluar dari permasalahan, dengan menempatkan permasalahan mendasar dan menarik pada konstelasi yang paling tinggi yaitu Demi Kepentingan AJB Bumiputera 1912 dan Se-isinya,” desaknya.
“Sehingga apapun konsekuensinya dan apapun risikonya, seluruh Pemangku Kepentingan harus bisa menerima demi menyelamatkan AJB Bumiputera 1912. Dituntut seluruh pihak, baik Manajemen, dari Pekerja level paling bawah di Kantor Cabang, Kantor Wilayah, Kantor Pusat, hingga Direksi dan Dewan Komisaris, bahkan Peserta RUA, untuk bisa legowo dalam menyikapi kondisi Perusahaan,” tambahnya.
Demi kepentingan AJB Bumiputera 1912, DPP Serikat Pekerja AJB Bumiputera 1912 meminta Organ Perusahaan legowo dan bersikap bijak dengan cara mundur dan meletakkan jabatan dan setelah itu menyerahkan segala sesuatunya kepada OJK untuk menentukan langkah selanjutnya beroperasinya Usaha Bersama AJB Bumiputera 1912 sesuai dengan PP Nomor 87 Tahun 2019.
“Kenyamanan bekerja bagi Pekerja dapat dirasakan kembali sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta pembangunan manusia dalam perekonomian nasional. Diperlukan figur-figur tertentu baik RUA, Dewan Komisaris, maupun Direksi yang cepat dan tepat mengatasi permasalahan AJB Bumiputera 1912 melalui Business Continuity Plan,” ujar DPP Serikat Pekerja.