MONITOR, Jakarta – Perubahan zaman terus berputar dengan cepat, dan sudah terbukti bahwa ragam perubahan itu menghadirkan sejumlah masalah, termasuk ancaman.
Maka, halauan negara (apakah itu nanti dalam bentuk TAP MPR atau UU), akan menjadi keniscayaan bagi Indonesia untuk menjaga dan memperkuat eksistensi negara kesatuan dan kebhinekaan bangsa.
Demikian disampaikan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin (4/11).
Bamsoet menghimbau semua elemen masyarakat untuk tidak terburu-buru berpersepsi negatif atas inisiatif merumuskan Garis-garis Besar Halauan Negara (GBHN).
“Sejatinya, GBHN merefleksikan kearifan negara melihat dan membaca kebutuhan sekarang dan tantangan di masa depan yang akan dihadapi generasi muda,” kata dia.
Tidak hanya itu, Bamsoet mengatakan bahwa esensi GBHN adalah menetapkan dan menyepakati kehendak atau cita-cita yang ingin diwujudkan bangsa ini dalam beberapa puluh tahun mendatang.
Maka, muatan GBHN harus bersumber dari pemikiran, perhitungan, perkiraan dan penetapan target-target oleh semua elemen bangsa melalui dewan perwakilan dan majelis permusyawaratan (MPR/DPR/DPD).
Dengan berproses seperti itu, imbuhnya, menjadi jelas bahwa GBHN itu bukan gagasan atau kehendak personal, dan bukan pula interes kelompok.
Menurut dia, GBHN tidak lebih dari sebuah dokumen yang menetapkan arah dan tujuan masa depan bangsa. Hampir semua bangsa memiliki dokumen serupa GBHN, karena setiap bangsa punya cita-cita dan target.
“Jangan juga rencana amandemen untuk menghadirkan kembali GBHN dipersepsikan sebagai upaya memperbesar otot MPR untuk sekadar menjadi lembaga tertinggi kembali. Urgensi bangsa ini punya GBHN tidak sesederhana itu,” tegas politikus Golkar itu.
“Tiongkok berhasil melakukan lompatan besar berkat semangat Gaige Kaifang (reformasi dan keterbukaan) yang digagas pemimpin Tiongkok almarhum Deng Xiao Ping. Gaige Kaifang bisa disebut serupa GBHN,” pungkasnya.