MONITOR, Jakarta – Kombes Pol (Purn) Alfons Loemau menilai sikap Ketua KPK Agus Rahardjo yang mengembalikan mandat pemberantasan korupsi kepada presiden sebagai bentuk pembangkangan terhadap amanat perundang-undangan.
Seharusnya, sambung dia, pimpinan institusi anti rasuah tersebut tidak perlu bertindak demikian hanya untuk menolak revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
“Karena tidak ada istilah atau norma pengembalian mandat di dalam undang-undang KPK. Maka apa yang dilakukan oleh pimpinan KPK itu bisa dikatakan sebagai pembangkangan terhadap undang-undang, atau sabotase terhadap pemberantasan korupsi itu sendiri,” kata Alfons dalam acara diskusi di bilangan Bulungan, Jakarta Selatan, Minggu (15/9).
Tidak hanya itu, mantan penyidik Polri ini menambahkan, pengembalian mandat kepada presiden sama halnya dengan mematikan kewenangan yang dimiliki oleh seluruh pimpinan KPK yang sifatnya kolektif kolegial.
Sebab, lanjut Alfons, mekanisme pengambilan keputusan pimpinan KPK yang diatur dalam UU KPK harus dilakukan oleh lima orang komisioner KPK. Maka, dengan “mundur”nya tiga orang komisioner KPK berarti saat ini KPK hanya dipimpin oleh dua orang komisioner.
“Mekanisme pengambilan keputusan di internal KPK itu harus dilakukan secara kolektif kolegial. Bayangkan, kalau sekarang yang tersisa tinggal Basaria dan Alexander Marwata, bagaimana dua orang itu bisa mengambil keputusan? Sementara dalam UU KPK dikatakan pimpinan KPK terdiri dari lima orang,” paparnya.
Sementara itu, Pengamat hukum dari Forum Lintas Hukum Indonesia, Serfas Serbaya Manek juga menyatakan, kondisi KPK saat ini mengalami kevacuman kepemimpinan dengan cara yang tidak beradab atas peritiwa yang dilakukan tiga pimpinan KPK tersebut.
Dengan demikian, kata Serfas, manufer politik yang dilakukan oleh Agus Rahardjo, CS dapat dikatakan sebagai langkah melawan hukum.
“Seharusnya polri bisa mengusut dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para pimpinan KPK itu. Karena yang mereka lakukan adalah perbuatan melawan hukum,” pungkas Serfas.