MONITOR, Jakarta – Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti teramat menyayangkan adanya kasus siswa di Gunung Kidul yang mengancam gurunya dengan clurit lantaran ponselnya disita. Retno menjelaskan, guru tersebut menyita ponsel karena yang bersangkutan tertangkap memainkan ponsel tersebut saat jam pelajaran berlangsung.
“Tentu saja, sang guru berhak melakukan hal tersebut agar proses pembelajaran di kelasnya berlangsung kondusif,” kata Retno Listyarti, Kamis (12/9).
Ia mengatakan, bahwa membawa senjata tajam saja sudah bisa dipidana, apalagi mengancam orang lain dengan menggunakan senjata tajam.
Terkait penggunaan ponsel di sekolah, Retno juga menekankan pihak sekolah wajib memiliki SOP atau aturan terkait penggunaan ponsel di sekolah. Mengingat, eranya saat ini hampir mayoritas anak sekolah adalah pengguna ponsel.
“Setelah disita saat pembelajaran, maka harus diatur oleh SOP sekolah tentang proses mengembalikannya, misalnya bisa dikembalikan setelah si anak menuliskan surat pernyataan tidak mengulangi yang diketahui orangtua,” terangnya.
Selain itu, kata Retno, ponsel hanya bisa diambil kembali oleh orangtua. Hal itu penting untuk mendidik orangtua agar peduli pada perilaku anaknya dan membangun pola pengasuhan yang positif.
Ia pun mengingatkan, dampak penggunaan gadget berlebihan pada anak akan mempengaruhi keterampilan lainnya, khususnya dalam hal menahan diri, berpikir, dan mengendalikan emosi. Padahal, kata Retno, keterampilan ini membentuk dasar untuk kesuksesan di masa depan.
“Kasus anak mengancam guru dengan clurit lantar ponsel disita adalah bentuk si anak agresif dan tidak bisa mengelola emosi dengan baik,” pungkasnya.