Acara Seminar Perempuan dan Diplomasi Publik bertema ‘Gerakan Dakwah Sebagai Instrumen Diplomasi Kultural Indonesia di Dunia Global’ di Auditorium Bahtiar Effendy Kampus II, Ciputat. (Ist)
MONITOR, Tangsel – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bersama PP Muslimat NU dan The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia menggelar Seminar Perempuan dan Diplomasi Publik bertema ‘Gerakan Dakwah Sebagai Instrumen Diplomasi Kultural Indonesia di Dunia Global’ di Auditorium Bahtiar Effendy Kampus II, Ciputat, Selasa 4 November 2025.
Seminar tersebut digelar secara daring dan luring, adapun yang hadir langsung adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi, Rektor UIN Jakarta Prof Asep Saepudin Jahar, Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional MUI Hj. Safira dan Rektor UIN Jakarta Periode 2019-2023 Prof Amany Lubis.
Sedangkan yang hadir secara luring adalah Duta Besar Indonesia untuk Brunei Darussalam Achmad Ubedillah dan Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Muslimat NU di sejumlah negara, diantaranya Taiwan, Malaysia, Hongkong, Jerman dan lain sebagainya.
Dalam sambutannya, Menteri PPPA Arifah Fauzi berharap, perempuan Indonesia tidak hanya berperan sebagai subjek dalam diplomasi global, tapi juga mampu menjadi arsitek narasi bagi Bangsa Indonesia di panggung internasional.
Arifah mengungkapkan, seminar ini adalah ruang strategis untuk memperkuat kontribusi perempuan Indonesia sebagai duta perdamaian, penjaga nilai kemanusiaan dan pemimpin diplomasi publik ke kancah dunia.
“Dengan komitmen bersama, mari kita upayakan agar perempuan Indonesia tidak hanya menjadi subjek dalam diplomasi publik, tetapi menjadi arsitek narasi bangsa di panggung global. Dan tentu kita semua berharap, semoga setiap langkah kecil yang kita lakukan hari ini menjadi bagian dari jalan besar menuju kesejahteraan umat dan kemajuan bangsa,” ungkapnya.
Arifah pun menyampaikan apresiasi kepada FISIP UIN Jakarta, Muslimat NU dan AMAN Indonesia yang turut serta menginisiasi kegiatan tersebut.
“Saya merasa ini adalah forum yang bisa menjadi motivasi dan inspirasi bagi adik-adik mahasiswa semuanya tentang bagaimana kita mempersiapkan diri untuk Indonesia ke depan,” ujarnya.
Arifah mengatakan, Indonesia saat ini sedang menjadi fokus dari dunia internasional karena keberadaan Presiden Prabowo Subianto yang sangat luar biasa ketika berbicara di Sidang PBB.
“Saat ini Bapak Prabowo menjadi salah satu pemimpin dunia yang diperhitungkan. Artinya bahwa keberadaan Indonesia sekarang enggak bisa dianggap sebagai negara kelas sekian, tetapi kita sudah dalam posisi yang menjadi diperhitungkan oleh dunia internasional,” katanya.
Namun, Arifah mengungkapkan, langkah Presiden Prabowo itu juga harus diikuti dengan kreativitas dan inovasi dari generasi muda. Sebab, menurut Arifah, bagaimana Indonesia ke depan, terletak di tangan generasi muda terutama mahasiswa.
“Anak-anak Indonesia harus terus berkarya dan berinovasi menyesuaikan dengan kemajuan zaman pada saat ini,” ungkapnya.
Terkait tema seminar, Arifah menyampaikan, salah satu kekuatan kultural Indonesia yang kadang terlupakan adalah gerakan dakwah, yakni sebuah tradisi sosial yang tidak hanya menyampaikan ajaran agama, tetapi juga membangun peradaban, mencetak intelektual, merawat solidaritas sosial dan menumbuhkan etika publik.
“Oleh karena itu, pada kesempatan yang strategis ini kami berharap banyak hal yang kita lakukan, terutama bagaimana upaya pemberdayaan perempuan dalam diplomasi publik, penting sekali untuk dilakukan,” ujarnya.
Pertama, Arifah menyebutkan, perkuat literasi global perempuan. Menurut Arifah, perempuan harus hadir sebagai pemikir global yang memahami isu ekonomi politik internasional, transformasi teknologi dan dinamika sosial budaya global.
“Kedua, membangun ekosistem dukungan, ini mencakup kebijakan afirmasi, akses pembiayaan untuk aktivitas publik dan penguatan jejaring lintas negara serta lintas sektor,” katanya.
“Dan yang ketiga adalah menciptakan narasi strategis berbasis nilai dan identitas. Perempuan Indonesia membawa modal budaya yang kaya, Islam yang moderat, kearifan lokal serta tradisi sosial yang kuat. Ini adalah sumber soft power yang luar biasa,” ungkap Arifah melanjutkan.
Sementara itu, Rektor UIN Jakarta Prof Asep Saepudin Jahar, menyoroti peran serta atau keterlibatan perempuan dalam terwujudnya perdamaian dunia.
“Sebagaimana diketahui, Pak Prabowo, presiden kita, sedang gencar juga, bagaimana membangun diplomasi Indonesia di dunia global. Yang paling utama juga yang digencarkan oleh Pak Prabowo adalah tentang perdamaian, mulai dari Timur Tengah, di Eropa, sekarang ada kasus Sudan, Afganistan dan lain sebagainya,” ujarnya.
Asep menilai, perempuan memiliki peran yang sentral dalam konteks pertikaian ataupun konflik yang sedang terjadi di dunia saat ini.
“Maka itu, kami berharap, dalam konteks seminar ini, bukan semata wacana yang disampaikan disini, tetapi juga menyampaikan gagasan untuk disampaikan ke Pak Presiden dan juga bagaimana menjadi opini atau agenda Indonesia berinteraksi dalam konteks ASEAN, global, supaya bagaimana hal-hal yang terkait dengan isu perempuan, perlindungan perempuan di dunia global bisa terlaksana dengan baik,” katanya.
“Saya sebagai rektor menyambut baik dan juga saya berterimakasih kepada Ibu Dekan FISIP dan ibu Wadek dan PSGA yang sangat aktif,” ungkap Asep menambahkan.
Dekan FISIP UIN Jakarta, Dzuriyatun Toyibah, menyampaikan bahwa seminar ini digelar dalam rangka membangun hubungan internasional, karena salah satu dari program studi (prodi) yang menjadi andalan FISIP UIN Jakarta adalah Prodi Hubungan Internasional.
“Selain kita memiliki Ilmu Politik dan Sosiologi. Dan dalam hal ini tentu saja salah satu kelebihan dari Hubungan Internasional di FISIP adalah bagaimana kita membawa juga topik-topik Islam, dan karena dekannya perempuan, maka juga topik-topik perempuan,” ujarnya.
Dzuriyatun mengatakan, diplomasi itu tidak hanya menjadi tugas dari seorang diplomat formal yang memang diangkat oleh Pemerintah.
Menurut Dzuriyatun, diplomasi publik memiliki makna yang lebih luas, karena publik juga memiliki peran.
“Di zaman digital ini, di era yang semakin terbuka ini, dimana media sosial memainkan peran di dalam kehidupan sosial, di dalam kehidupan sehari-hari, maka sebenarnya setiap orang memiliki peluang untuk berdiplomasi,” katanya.
Terlebih lagi, Dzuriyatun mengungkapkan, para diaspora khususnya kalangan perempuan yang bergabung ke dalam PCI Muslimat NU dan ormas keagamaan lain yang ada di luar negeri memiliki peran strategis dalam berdiplomasi.
“Tentu mereka memiliki kesempatan, memiliki peluang dan tanggung jawab bagaimana kita membangun hubungan baik dan membangun image yang baik di depan publik internasional. Kita semua adalah diplomat di bidang kita masing-masing,” ungkapnya.
Sementara itu, Pengurus PP Muslimat NU Wiwi Siti Sajaroh, menyampaikan bahwa seminar tersebut juga ingin menonjolkan kolaborasi antara diplomasi dan dakwah.
“Mengapa digabungkan antara diplomasi dan dakwah?. Sesungguhnya antara diplomasi dan dakwah itu sebetulnya ada satu kesamaan ya, bagaimana kita bisa berdamai menyampaikan visi misi yang ingin kita sampaikan, diplomasi mungkin lebih kepada bagaimana misi Indonesia sebagai negara yang cukup hebat, sementara dakwah adalah misi keagamaan, dua hal ini ada dalam suatu kesatuan yang harus berjalan beriringan atau harmonis,” ujarnya.
Wiwi pun mengaku sepakat bahwa perempuan memiliki peran yang strategis dalam meredam konflik yang sedang terjadi di dunia ini. Untuk itu, Wiwi mengatakan, diharapkan para kader Muslimat NU yang tersebar di seluruh dunia akan mampu menyampaikan pesan-pesan perdamaian tersebut.
“Nah ini yang kemudian menjadi sangat penting untuk menyuarakan lewat ibu-ibu Muslimat yang ada di PCI seluruh dunia. Karena posisi ibu-ibu ini sangat strategis,” katanya.
Ke depan, Wiwi yang juga menjabat sebagai Ketua Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Jakarta itu berharap, ormas khususnya ormas keagamaan, kampus dan pemerintah dapat menyampaikan pesan-pesan perdamaian ke seluruh dunia.
“Jadi pendekatannya juga mungkin bisa lebih kekeluargaan, tidak hanya kebijakan secara pemerintah tapi juga bisa lewat pintu manapun sehingga bisa tercipta kedamaian dunia, Islam Rahmatan Lil Alamin,” ungkapnya.
“Tentunya output-nya adalah dunia kampus tentunya yang perlu menyuarakan, apa yang perlu dan mesti dilakukan oleh kita, kemudian ormas yang juga melakukan gerakan-gerakan untuk kemudian memberikan masukan kepada pemerintah apa yang tepat begitu, terutama adalah untuk pembelaan perempuan,” ujar Wiwi menambahkan.
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan kembali komitmen lembaga yang dipimpinnya dalam…
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan tahun 2025 adalah 70-tahun peristiwa bersejarah…
MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta menyatakan keprihatinannya atas perkembangan situasi…
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi soal Gubernur Riau Abdul Wahid yang…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI, Prof. Rokhmin Dahuri, bersama Jamaluddin Idham, Anggota…
MONITOR, Jawa Timur - Wakil Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Helvi Moraza menegaskan…