KEAGAMAAN

Shalat Menurut Imam Al-Ghazali

Di antara ibadah yang paling agung dalam keyakinan dan ajaran Islam adalah shalat. Melaksanakan shalat menempati posisi tertinggi. Ia disebut sebagai tiang agama; penopang utama dalam hubungan antara manusia dan Allah. Namun, tidak semua shalat memiliki kualitas yang sama. Ada shalat yang hanya menggugurkan kewajiban, dan ada pula shalat yang mengantarkan pelakunya kepada kedekatan spiritual yang mendalam.

Imam Abu Hamid Al-Ghazali, ulama besar dan sufi agung dari abad ke-11, menaruh perhatian besar terhadap persoalan ini. Dalam karya monumentalnya, Ihya’ Ulumuddin, beliau menjelaskan secara detail bagaimana cara menjadikan shalat bukan sekadar rutinitas, melainkan pengalaman spiritual yang menghidupkan hati dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Shalat sebagai Cermin Kehidupan Batin
Menurut Imam Al-Ghazali, kualitas shalat seseorang adalah cermin dari kondisi hatinya. Bila hati lalai, maka shalat pun akan kosong dari makna. Bila hati hidup, maka shalat akan menjadi jembatan menuju Allah.
Dalam kitab Ihya Ulumuddin, beliau menulis:

“Ketahuilah, hakikat salat adalah hadirnya hati di hadapan Allah. Siapa yang berdiri dalam salat sementara hatinya berpaling kepada dunia, maka ia seperti tubuh tanpa ruh.”

Artinya, salat yang sejati bukan sekadar gerakan tubuh, melainkan perjumpaan batin antara hamba dan Tuhannya. Karenanya, tujuan utama salat bukan hanya untuk menunaikan kewajiban, tetapi untuk menumbuhkan kesadaran dan cinta kepada Allah.

Tujuh Tingkatan Shalat Menurut Imam Al-Ghazali

Masih dalam Ihya’ Ulumuddin, Imam Al-Ghazali membagi kualitas shalat menjadi tujuh tingkatan, dari yang paling rendah hingga paling tinggi. Setiap tingkatan mencerminkan kedalaman hubungan seorang hamba dengan Allah.

  1. Shalat orang lalai (ghafil); Hanya melakukan gerakan lahiriah tanpa kesadaran makna. Inilah shalat orang yang sekadar menggugurkan kewajiban.
  2. Shalat orang yang sadar secara lahir; Ia menunaikan shalat dengan benar sesuai syariat, tetapi hati masih sering melayang.​​​​​​​
  3. Shalat orang yang menjaga kehadiran hati; Ia berusaha fokus dan memahami setiap bacaan. Hatinya mulai hadir.​​​​​​​
  4. Shalat orang yang khusyuk; Hatinya tenang, pikirannya tertuju penuh kepada Allah. Ia merasa sedang berdiri di hadapan-Nya.​​​​​​​
  5. Shalat orang yang menyaksikan kebesaran Allah; Ia merasakan keagungan dan kehadiran Allah seolah-olah melihat-Nya.​​​​​​​
  6. Shalat orang yang fana dari diri sendiri; Ia tidak lagi melihat dirinya, hanya Allah yang hadir dalam kesadarannya. Inilah puncak khusyuk para arifin (orang-orang yang mengenal Allah).​​​​​​​
  7. Shalatnya para nabi dan wali; Mereka salat bukan karena perintah atau pahala, melainkan karena cinta. Shalat menjadi kebutuhan jiwa, bukan beban kewajiban.

Persiapan Batin Sebelum Shalat
Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya tazkiyatun nafs — penyucian hati — sebelum shalat dimulai. Sebab, hati yang kotor tak akan mampu merasakan kehadiran Allah. Ada tiga hal utama yang beliau anjurkan sebagai persiapan batin:

  1. Niat yang murni (ikhlas); Niatkan shalat bukan karena kewajiban sosial, tetapi karena kerinduan untuk berjumpa dengan Allah.​​​​​​​
  2. Tafakkur sebelum shalat; Luangkan sejenak waktu untuk menyadari siapa diri kita dan kepada siapa kita akan berbicara. Ini akan menumbuhkan rasa ta’dzim (penghormatan) kepada Allah.​​​​​​​
  3. Tobat dari dosa kecil maupun besar; Dosa yang belum disesali ibarat noda di cermin hati — menghalangi pantulan cahaya Ilahi dalam salat.

Menghidupkan Khusyuk dalam Gerakan dan Bacaan
Dalam kitab Al-Adab fid Din, terdapat uraian yang cukup menarik dari Imam Al-Ghazali. Saat menjelaskan tentang tatakrama shalat, beliau memberikan tips dan trik bagaimana seseorang bisa menjalani shalat dengan mendekati kesempurnaan:

آداب الصلاة خفض الجناح ولزوم الخشوع وإظهار التذليل وحضور القلب ونفقی الوساوس وترك التقلب ظاهراً وباطتاء وهدوء الجوارح وإطراق الطرف ووضع اليمين على الشمال والتفكر فى التلاوة والتكبير بالهيبة والركوع بالخضوع. والسجود بالخشوع والتسبيح بالتعظيم والتشهد بالمشاهدة والتسليم بالإشفاق والانصراف بالخوف والسعى بطلب الرضا

“Tatakrama shalat ialah merendahkan diri, khusyu’, menampakkan kehinaan, menghadirkan hati, menafikan waswas, mengabaikan godaan hati baik yang nampak ataupun tidak, menertibkan anggota tubuh, merendahkan pandangan mata, meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, menghayati makna bacaan, membaca takbir dengan kewibawaan, ruku’ dengan merendahkan diri, sujud dengan khusyu’, membaca tasbih dengan pengagungan, membaca tasyahud dengan persaksian di dalam hati, mengucap salam dengan penuh kasih, menyelesaikan shalat dengan rasa khawatir dan berusaha untuk mengharap keridloan (Al-Imam Al-Ghazali, Al-Adab fi al-Din, [Kediri, Pondok Pesantren Petuk, tt], h. 13)

Menjadikan Shalat sebagai Obat Hati
Imam Al-Ghazali meyakini bahwa shalat yang dilakukan dengan penuh kesadaran adalah obat bagi kegelisahan jiwa. Shalat yang berkualitas menenangkan batin, menghapus kegelisahan, dan menumbuhkan rasa cukup.

Dalam kitab Ihya beliau menulis: “Shalat adalah penyucian hati dari karat dunia. Sebagaimana air membersihkan tubuh, salat membersihkan ruh dari debu dosa.”

Dengan shalat yang berkualitas, seseorang tidak lagi menjadikan dunia sebagai sumber kebahagiaan, melainkan menjadikan kedekatan dengan Allah sebagai sumber ketenangan sejati.

Bagi Imam Al-Ghazali, puncak dari shalat yang berkualitas adalah ketika seseorang menemukan kenikmatan dalam sujudnya. Ia tidak ingin cepat-cepat bangun, karena di sanalah hatinya merasa paling dekat dengan Tuhannya. Maka, perjalanan menuju salat yang berkualitas bukan tentang berapa lama kita berdiri, tapi seberapa dalam hati kita hadir. Dengan demikian, mengakhiri tulisan ini, penulis mengajak marilah kita belajar menunaikan salat bukan sekadar sebagai kewajiban, tetapi sebagai jalan menuju kedamaian jiwa dan cinta Ilahi. 

Recent Posts

DPR Dorong Investigasi Soal Dugaan Air Aqua dari Sumur Bor, Sanksi Tegas Kalau Bersalah!

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Rivqy Abdul Halim menyoroti temuan yang mengungkap…

18 menit yang lalu

Kemenperin Perkuat Diplomasi Industri Indonesia Menuju Panggung Global pada INNOPROM 2026

MONITOR, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menggelar Kick-Off Persiapan Indonesia sebagai Partner Country pada Industrial…

28 menit yang lalu

Kemenag Kumpulkan Peneliti Dunia Bahas Krisis Iklim dan Etika AI di Forum AICIS+ 2025

MONITOR, Jakarta - Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama (Kemenag) bersiap menggelar Annual…

2 jam yang lalu

Program Ketahanan Pangan Tingkatkan Ekonomi Masyarakat dan Swasembada Pangan

MONITOR, Lampung - Jajaran tim Kecamatan Selagai Lingga, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, bersama Tenaga…

3 jam yang lalu

Keren! Mahasiswi UID Wakili Depok di Grand Final Beauty Muslimah Indonesia 2025

MONITOR, Depok - Prestasi membanggakan kembali diraih oleh mahasiswa Universitas Islam Depok (UID). Kali ini…

4 jam yang lalu

Rektor UIN Jakarta: Pembentukan Ditjen Pesantren Bukti Komitmen dan Keberpihakan Negara

MONITOR, Jakarta - Rektor UIN Jakarta Prof Asep Saepudin Jahar mengapresiasi Presiden Prabowo Subianto yang…

5 jam yang lalu