PARLEMEN

DPR Nilai MK Seolah Ingin Dikte Presiden Lewat Perintah Pembentukan Lembaga Pengawasan ASN

MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Irawan menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi yang memerintahkan pembentukan lembaga independen pengawas aparatur sipil negara (ASN). Irawan menilai, putusan MK seolah ingin mendikte segala kebijakan Presiden Prabowo Subianto.

“Pendapat saya terhadap putusan MK tersebut, bahwa MK kesannya sedang ‘mendikte’ Presiden. Kepada siapa kewenangan konstitusional yang dimiliki oleh Presiden, untuk didelegasikan atau lembaga apa yang harus dibentuk untuk menjalankan pemerintahan,” kata Irawan, Jumat (17/10/2025).

Dari sisi konstitusional, menurut Anggota Komisi Pemerintahan DPR itu, putusan ini juga tidak tepat bahkan menjadi salah satu bentuk ‘abusive judicial review’ yang kembali dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Irawan mengingatkan bahwa Presiden memegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana dimaksud dan diatur Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 merupakan suatu kewenangan atributif langsung dari konstitusi.

“Jadi bagi DPR, sejak awal memahami bahwa mandat atau delegasi kewenangan Presiden mau diletakkan di BKN dan/atau Kemenpan RB atau membentuk/menghapuskan lembaga pengawas seperti komisi aparatur merupakan otoritas dan kewenangan penuh Presiden,” tuturnya.

Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, dan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait ditiadakannya Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). MK memerintahkan pemerintah membuat lembaga independen untuk mengawasi ASN setelah KASN tidak ada.

Dalam sidang pengucapan putusan pada Kamis (16/10), Ketua MK Suhartoyo mengatakan lembaga independen harus segera dibentuk. MK pun memberikan batas waktu maksimal 2 tahun dalam membentuk lembaga tersebut.

Terkait hal ini, Irawan menekankan bahwa politik konstitusional bergantung pada Presiden dan DPR RI. Apalagi, membentuk lembaga negara baru yang sifatnya pelengkap (state auxiliry organ) tentu merupakan kebijakan hukum terbuka yang harus mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR.

“Logika konstitusional yang dibangun MK bahwa pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan dan pengawas kebijakan harus diemban oleh lembaga yang berbeda akan membuat penataan kelembagaan negara kita menjadi problematik,” jelas Irawan.

“Padahal penghapusan atau perampingan lembaga merupakan langkah yang wajar, terutama jika dimaksudkan untuk efisiensi dan peningkatan kinerja,” sambung Legislator dari Dapil Jawa Timur V itu.

Lebih lanjut, Irawan menyebut bahwa sebelumnya lembaga independen pengawas ASN yang bernama Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) telah dibubarkan pada 26 September 2023 melalui revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, lantaran dianggap tidak bekerja secara efektif.

Sejak KASN dibubarkan, fungsi pengawasan merit sistem terhadap manajemen ASN diserahkan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atau Kemenpan RB, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai pelaksana.

Karenanya, Irawan mengatakan DPR akan mendalami dasar keputusan MK, apalagi pengawasan ASN telah dilebur ke dalam tugas lembaga lain. Ia pun menyinggung soal pengawasan terhadap aparatur sipil negara secara internal menjadi kewenangan inspektorat masing-masing lembaga pemerintah.

“Sebenarnya lembaga yang mengurusi ASN ini kan sudah banyak. Tetapi di luar inspektorat itu sebenarnya pejabat atasan juga sudah mengawasi ASN,” ungkap Irawan.

Sementara menyoal putusan Perkara Nomor 121/PUU-XXII/2024 yang menyebut MK mengamanatkan pemerintah untuk membentuk lembaga pengawas ASN dalam waktu dua tahun ke depan tersebut, Irawan mengaku belum dapat membocorkan peluang pembentukan lembaga tersebut dalam revisi UU ASN. Di mana seharusnya, revisi UU ASN mulai bergulir di Komisi II DPR pada masa sidang 2025 ini.

Sebab menurut Irawan, DPR bisa memiliki pertimbangan berbeda kendati MK memandang lembaga pengawas ASN perlu dibentuk. Untuk itu, ia menekankan bahwa perintah MK untuk membentuk kembali lembaga pengawas ASN perlu dicermati lebih jauh oleh DPR dan pemerintah.

“Bagi MK itu kan dilihat sebagai satu kebutuhan konstitusional. Tetapi kan sebenarnya dari sisi pembentuk Undang-Undang sebenarnya menganggap lembaga seperti KSN sudah tidak dibutuhkan lagi makanya kemudian dihapus,” pungkasnya.

Recent Posts

Lanud SMH Kirim 14 Ton Bantuan untuk Warga Aceh dan Sumatera

MONITOR, Jakarta - Lanud Sri Mulyono Herlambang (SMH) Palembang bersama Forkopimda Kota Palembang mengirimkan sebanyak…

5 jam yang lalu

Market Day Kewirausahaan, Cara Prodi HKI UID dorong Mahasiswa Kreatif, Inovatif dan Mandiri

MONITOR, Depok - Program Studi Hukum Keluarga Islam (HKI) Fakultas Syariah Universitas Islam Depok (UID)…

7 jam yang lalu

Kemenag Siapkan Rp50 Miliar untuk Pemulihan Keagamaan dan Pendidikan Terdampak Banjir

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama memperkuat langkah penanganan bencana banjir di Aceh, Sumatera Utara, dan…

11 jam yang lalu

TNI Bangun Jembatan Gantung 80 Meter untuk Warga Sukabumi

MONITOR, Jakarta - Kepala Badan Logistik (Kabalog) TNI Mayjen TNI Lin Nofrianto meninjau langsung progres…

12 jam yang lalu

Kemenperin Inisiasi Pertemuan Bisnis Perluas Akses Industri Halal RI ke Jepang

MONITOR, Jakarta - Kementerian Perindustrian bersama KBRI Jepang memfasilitasi pertemuan antara perusahaan industri halal tanah…

13 jam yang lalu

Reyhan Ahmad, Hafiz Indonesia Juara 2 MHQ Disabilitas Netra Internasional 2025 Cabang Hafalan 20 Juz

MONITOR, Tangerang - Hafiz asal Indonesia, Reyhan Ahmad Maulana, meraih Juara 2 cabang Hafalan 20…

16 jam yang lalu