OPINI

Kudeta Ekonomi Senyap Indonesia dan Nepal

Oleh:Bobby Ciputra

Apakah mungkin menteri keuangan menjadi pintu masuk perubahan arah dunia?Pertanyaan ini terdengar sederhana, tetapi hari-hari terakhir memberi kita jawabannya. Indonesia dan Nepal sama-sama mengganti menteri keuangannya setelah melalui peristiwa gerakan massa yang dramatis.

Rumah Sri Mulyani, Menteri Keuangan Indonesia dijarah massa. Bahkan Bishnu Prasad Paudel, Menteri Keuangan sekaligus Wakil Perdana Menteri Nepal, rumahnya dibakar, dirinya dipukul, ditelanjangi lalu diarak ke jalan. Peristiwa ini bukan sekadar kisah domestik. Ini menandai arah baru dalam percaturan geopolitik dunia.

Pertemuan Beijing Dan Pesan Yang Mengubah Segalanya.

Pada 3 September 2025, Beijing menjadi tuan rumah bagi 24 kepala negara. Mereka mewakili sebagian besar populasi dunia dan mereka juga mewakili kekuatan ekonomi dunia. Indonesia dan Nepal turut hadir. Pertemuan itu bukan sekadar forum biasa.

Ada pesan kuat dari dua poros besar Cina dan Rusia, yaitu sebuah komitmen penuh. Pesan itu terdengar jelas, ditandai dengan membersihkan kementerian keuangan dari orang-orang yang terlalu dekat dengan IMF, Bank Dunia dan Amerika.

Dalam hitungan hari, dua negara peserta langsung bergerak. Indonesia mengganti menteri keuangannya. Nepal menyusul, meski dengan cara yang jauh lebih brutal.

Peristiwa ini bukan sekadar pergantian jabatan biasa, melainkan sebuah pertanda. Seolah-olah, ada tangan-tangan tak terlihat yang sedang menyusun ulang peta kekuatan ekonomi dunia. Apakah ini kebetulan? Atau memang skenario yang sudah dirancang rapi?

Selama ini, banyak negara merasa terkekang. Mereka merasa aturan ekonomi dunia tidak adil. Lembaga seperti IMF dan Bank Dunia dinilai terlalu mendikte. Sementara itu, Amerika dan Eropa sedang bermasalah. Pengaruh mereka mulai dipertanyakan. Kemudian, alternatif kekuatan baru muncul. BRICS Plus yang dipimpin China dan Rusia menguat. Mereka menawarkan sistem keuangan baru. Sistem yang lepas dari dominasi Dollar AS.

Bersih – Bersih Dapur Ekonomi.

Poros dunia sedang bergeser yang diawali dari pembersihan dapur ekonomi. Dan mengapa harus dimulai dari mengganti Menteri Keuangan?

Indonesia dan Nepal menjadi dua negara pertama yang sudah terlihat menunjukkan komitmennya kepada Cina dan Rusia. Menteri keuangan bukan sekadar pejabat. Posisi menteri keuangan adalah kunci. Dialah yang mengendalikan uang negara. Dialah yang berhubungan dengan lembaga keuangan internasional. Dari kursi inilah arah belanja, hutang dan kebijakan fiskal diputuskan.

Selama puluhan tahun, banyak negara berkembang tunduk dan dipaksa diarahkan mengikuti resep ekonomi dari IMF dan Bank Dunia. Mereka menjanjikan stabilitas, tetapi sering kali dengan harga yang mahal. Kebijakan penghematan, disiplin fiskal, privatisasi, dan liberalisasi pasar dengan membuka pintu selebar-lebarnya bagi modal asing, sering kali membatasi ruang gerak pemerintah untuk membelanjakan uang bagi rakyatnya.

Tetapi kini situasinya berubah. Publik melihat Amerika dan Eropa sedang pusing oleh beban hutang yang menumpuk. Ekonomi mereka melemah dan melambat. Sementara itu, negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin ingin mengambil jalan ekonomi yang berbeda. Mereka menginginkan pengelolaan ekonomi yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat bukan sekadar menjaga stabilitas pasar global. Dan membelanjakan lebih banyak untuk rakyat, bukan sekadar melunasi utang.

BRICS Plus Membangun Panggung Dan Masa Depan Baru.

Pergeseran poros dunia ini tidak lepas dari peran aliansi baru yang sedang tumbuh, BRICS Plus. Akronim dari Brasil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan. Plus, diperluas dengan negara-negara lain yang memiliki visi serupa. Mereka menawarkan alternatif model pembangunan dan pendanaan yang tidak terikat pada “syarat dan ketentuan” ala Barat. Tidak ada pemotongan anggaran sosial. Tidak ada privatisasi paksa.

BRICS Plus sedang membangun fondasi ekonomi dan keuangan yang paralel dengan sistem yang ada. Mereka memiliki bank pembangunan sendiri (New Development Bank) dan sedang menjajaki sistem pembayaran sendiri dengan penggunaan mata uang non-Dollar dalam transaksi perdagangan.

BRICS Plus tidak hanya menawarkan alternatif, tetapi juga secara aktif mendorong negara-negara lain untuk bergabung dalam barisan mereka. Desakan untuk “membersihkan” jajaran menteri keuangan dari “orang-orangnya IMF” bisa jadi adalah salah satu syarat komitmen tidak tertulis untuk bergabung. BRICS Plus adalah penantang nyata dalam tatanan ekonomi Barat.

Setelah Indonesia dan Nepal, siapa lagi yang akan menyusul?

Pertanyaan ini menggantung di udara. Negara-negara lain yang hadir di Beijing kini berada di bawah sorotan. Mungkin yang terdekat adalah negara-negara di Asia Tenggara, Amerika Latin atau Afrika yang juga merasa frustrasi dengan sistem ekonomi global saat ini.

Brasil misalnya, sedang menghadapi keresahan publik yang serupa terkait ketimpangan, sementara ekonomi Afrika Selatan berjuang di bawah kebijakan penghematan yang didukung IMF. Peristiwa ini menjadi semacam efek domino, di mana satu negara yang berani melangkah akan diikuti oleh yang lain.

Pandangan Sosialisme : Ekonomi Untuk Rakyat.

Saat ini kita semua sedang menyaksikan lahirnya dunia multipolar. Sebuah dunia dengan banyak pusat kekuatan dan kutub yang saling tarik-menarik.

Lalu, bagaimana gagasan Sosialisme memandang ini semua?

Di tengah ketidakpastian ini, gagasan Sosialisme menawarkan kompas moral yaitu sistem ekonomi yang harus melayani rakyat, bukan sebaliknya. Sistem ekonomi kita harus untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat. Dan inilah saatnya bagi gagasan tersebut untuk kembali menemukan relevansinya di panggung dunia.

Kritik terhadap IMF dan Bank Dunia adalah hal yang lama diutarakan. Lembaga ini dianggap sebagai alat neoliberalisme. Kebijakannya memangkas subsidi. Mereka mendorong privatisasi. Ini semua memang menyengsarakan rakyat.

Ketika poros dunia bergeser, peluang untuk mewujudkan gagasan-gagasan yang lebih adil dan berpihak pada rakyat menjadi semakin terbuka.

Tantangannya kemudian adalah apakah para pemimpin di negara-negara tersebut mampu memanfaatkan momentum ini untuk membangun pondasi ekonomi yang benar-benar baru atau hanya sekadar berganti tuan. Dari tuan di Barat beralih ke tuan di Timur.

*Penulis Adalah Ketua Angkatan Muda Sosialis Indonesia (AMSI)

Recent Posts

18.520 Guru Madrasah Mapel Agama Lapor Diri PPG Angkatan III, Masih Ada Kuota

MONITOR, Jakarta - Sebanyak 18.520 guru madrasah mata pelajaran agama melapor diri untuk mengikuti Pendidikan…

30 menit yang lalu

MOOC Pintar Kembali Buka Pendaftaran Diklat di September 2025

MONITOR, Jakarta - Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (Pusbangkom SDM) Kementerian Agama kembali…

2 jam yang lalu

Groundbreaking Gudang Cavendish, Lumajang tegaskan Komitmen kembali jadi Kota Pisang

MONITOR, Lumajang - Bupati Lumajang, Indah Amperawati, bersama Wakil Bupati, Yudha Aji Kusuma, meresmikan dua…

3 jam yang lalu

Silatnas Ulama Sepuh PPP Dorong Kesejahteraan Guru dan Tingkatkan Pendidikan Pesantren

MONITOR, Jakarta - Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Silaturahmi Nasional (Silatnas) Ulamail Ka'bah ke-1 yang…

5 jam yang lalu

Sepuluh Tahun Hari Santri Hadirkan Cek Kesehatan Gratis dan MBG

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama menyiapkan sajian khusus pada Peringatan 10 tahun Hari Santri. Sejumlah…

5 jam yang lalu

Nasib Guru Honorer Jadi Sorotan, DPR Dorong Pengangkatan PPPK

MONITOR, Jakarta - Dalam melakukan kunjungan kerja ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Subang, Anggota…

6 jam yang lalu